Uni Eropa Siap Daur Ulang Baterai EV, Indonesia Terancam Kehilangan Pasar Nikel

Rasyiqi
By Rasyiqi
3 Min Read

jfid – Indonesia, yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, menghadapi ancaman dari rencana Uni Eropa untuk mewajibkan penggunaan baterai daur ulang dalam komponen kendaraan listrik (EV). Hal ini dapat mengurangi permintaan akan nikel Indonesia, yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan baterai EV.

Menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/Kepala BKPM Nurul Ichwan, Uni Eropa sedang menyusun rancangan aturan yang akan mensyaratkan bahwa dalam waktu tertentu, produksi baterai EV harus menggunakan recycle battery dengan persentase minimum tertentu.

Recycle battery adalah baterai yang dibuat dari sisa-sisa baterai bekas yang telah diproses kembali menjadi bahan baku baru.

Nurul mengatakan, pada tahun-tahun pertama, produksi baterai atau komponen baterai EV dari Indonesia dan negara-negara Asean lainnya masih dapat masuk ke pasar Eropa.

Namun, ketika sudah terkumpul banyak baterai bekas di Eropa, mereka akan mengambil waste dari baterai bekas tersebut untuk dijadikan resources dan diproduksi menjadi recycle battery sendiri.

“Dengan demikian, impor dari prekusor, katoda, atau battery pack dari Indonesia itu bisa jadi akan berkurang,” kata Nurul di sela-sela agenda Asean Business & Investment Forum 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).

Nurul menambahkan, rencana Uni Eropa ini juga akan berdampak pada investasi manufaktur kendaraan listrik di Indonesia, yang saat ini masih minim. Dia mengatakan, salah satu faktor yang membuat investor kendaraan listrik enggan masuk ke Indonesia adalah karena belum adanya ekosistem industri baterai yang mapan di sini.

“Jadi, kalau misalnya kita sudah punya baterainya, sebenarnya untuk menghasilkan manufaktur di EV nya, itu gampang, banyak orang yang mau datang,” ujar Nurul.

Dia menjelaskan, komponen baterai menelan biaya sekitar 30-40 persen dari total produksi kendaraan listrik. Untuk itu, peran baterai dan inovasi baterai ke depan yang lebih bermutu penting untuk membesarkan jaringan.

Nurul pun tengah mendorong investor asing untuk membangun manufaktur kendaraan listrik di Indonesia. Salah satu yang tengah dikembangkan pemerintah untuk menarik minat investor yakni dengan memberikan insentif bebas pajak impor mobil listrik bagi perusahaan yang menanamkan modal untuk pembangunan manufaktur di Indonesia.

“Dengan demikian, insentif ini akan mengurangi biaya awal ketika mendirikan pabrik,” kata Nurul.

Namun, Nurul juga mengatakan bahwa masih ada kesempatan waktu bagi Indonesia untuk memanfaatkan berbagai peluang. Berdasarkan informasi yang diterimanya, Uni Eropa telah memiliki roadmap untuk pengembangan industri recycle battery. Namun, menurutnya, maturisasi industri baterai berkisar di tahun 2030-2040.

“Artinya momentum yang kita miliki ini sampai 2030-2040,” pungkasnya¹.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article