Peta Politik Indonesia Jelang Pilpres 2024

jfid
By jfid
19 Min Read

jf.id – Indonesia akan kembali menggelar pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) pada tahun 2024. Pilpres 2024 akan menjadi ajang pertarungan politik antara partai-partai politik (parpol) yang berkepentingan untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dapat merebut simpati rakyat. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengetahui peta politik Indonesia jelang pilpres 2024, yaitu gambaran tentang kekuatan, koalisi, dan elektabilitas parpol dan capres-cawapres yang berpotensi bertarung di pilpres 2024.

Peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 tidak dapat dipisahkan dari data dan informasi yang tersedia, seperti hasil survei, perolehan kursi parpol di DPR, dan aturan ambang batas presidensial (presidential threshold) 20 persen. Data dan informasi ini dapat memberikan gambaran tentang preferensi rakyat, kinerja parpol, dan syarat pencalonan capres-cawapres. Namun, data dan informasi ini juga dapat berubah seiring waktu, sehingga peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 juga dapat berubah.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis tentang peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 berdasarkan data dan informasi yang ada saat ini. Artikel ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024, serta memberikan rekomendasi atau saran untuk pembaca atau pemangku kepentingan terkait. Artikel ini menggunakan sumber-sumber data dan informasi yang berasal dari hasil survei Lembaga Survey & Poling Indonesia (SPIN) pada tanggal 15-25 Juli 2023, perolehan kursi parpol di DPR pada Pemilu 2019, dan aturan ambang batas presidensial 20 persen yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Peta Politik Indonesia Saat Ini

Peta politik Indonesia saat ini dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu parpol-parpol yang berpotensi mengusung capres internal, koalisi-koalisi yang mungkin terbentuk, dan elektabilitas capres-cawapres yang diproyeksikan.

Parpol-parpol yang berpotensi mengusung capres internal adalah parpol-parpol yang memiliki elektabilitas tertinggi di antara parpol-parpol lainnya. Elektabilitas parpol dapat diukur dari perolehan kursi di DPR, hasil survei, atau kinerja parpol dalam pemerintahan atau oposisi. Berdasarkan perolehan kursi di DPR pada Pemilu 2019, ada sembilan parpol berkursi di DPR dengan komposisi sebagai berikut:

ParpolPersentase Kursi
PDIP22,3%
Golkar14,8%
Gerindra13,6%
Nasdem10,3%
PKB10,1%
Demokrat9,4%
PKS8,7%
PAN7,7%
PPP3,3%

Dari sembilan parpol tersebut, hanya dua parpol yang memiliki persentase kursi lebih dari 20 persen, yaitu PDIP dan Gerindra. Persentase kursi ini penting karena menentukan kemampuan parpol untuk mengusung capres internal tanpa harus berkoalisi dengan parpol lain.

Hal ini sesuai dengan aturan ambang batas presidensial 20 persen yang ditetapkan dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Aturan ini menyatakan bahwa setiap pasangan capres-cawapres harus didukung oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memiliki sekurang-kurangnya 20 persen jumlah kursi DPR atau sekurang-kurangnya 25 persen suara sah secara nasional dalam pemilihan umum anggota DPR terakhir.

Selain perolehan kursi di DPR, elektabilitas parpol juga dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei. Salah satu lembaga survei yang merilis hasil survei terkait elektabilitas parpol adalah SPIN. Berdasarkan survei SPIN yang dilakukan pada tanggal 15-25 Juli 2023 dengan cara wawancara langsung dengan bantuan kuesioner kepada 1.230 responden di seluruh Indonesia, margin of error survei ini sebesar 2,8 persen. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa PDIP dan Gerindra masih menjadi dua parpol dengan elektabilitas tertinggi, dengan persentase sebagai berikut:

ParpolPersentase Elektabilitas
PDIP23,5%
Gerindra16,7%
Golkar12,3%
Nasdem9,8%
PKB9,6%
Demokrat8,9%
PKS7,4%
PAN6,5%
PPP2,8%

Hasil survei ini sejalan dengan perolehan kursi di DPR, yang menunjukkan bahwa PDIP dan Gerindra memiliki keunggulan dalam mengusung capres internal. Namun, hasil survei ini juga dapat berubah seiring waktu, tergantung pada dinamika politik dan kondisi sosial yang terjadi.

Parpol-parpol yang berpotensi mengusung capres internal tentu saja memiliki kandidat-kandidat yang mungkin diusung sebagai capres atau cawapres. Kandidat-kandidat ini dapat berasal dari internal parpol atau dari luar parpol. Kandidat-kandidat ini juga dapat memiliki latar belakang yang berbeda-beda, seperti politisi, birokrat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh militer, atau tokoh profesional. Kandidat-kandidat ini juga dapat memiliki visi, misi, program, dan strategi yang berbeda-beda dalam memimpin Indonesia.

Berdasarkan hasil survei SPIN yang sama, ada beberapa nama-nama yang muncul sebagai kandidat capres potensial dari PDIP dan Gerindra. Nama-nama tersebut adalah sebagai berikut:

NamaParpolPersentase Elektabilitas
Prabowo SubiantoGerindra19,6%
Ganjar PranowoPDIP15,2%
Anies BaswedanGerindra14,7%
Sandiaga UnoGerindra10,1%
Puan MaharaniPDIP9,8%
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)Demokrat9,6%

Dari tabel di atas, terlihat bahwa Prabowo Subianto berada di posisi pertama dalam elektabilitas bakal calon presiden yang diproyeksikan akan turut serta dalam pilpres 2024. Prabowo Subianto adalah ketua umum Partai Gerindra dan mantan calon presiden pada pilpres 2014 dan 2019. Prabowo Subianto memiliki latar belakang sebagai mantan komandan jenderal Kopassus dan mantan menantu Presiden Soeharto. Prabowo Subianto memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya yang berdaulat dan sejahtera.

Disusul oleh Ganjar Pranowo di posisi kedua. Ganjar Pranowo adalah kader PDIP dan gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018 dan 2018-2023. Ganjar Pranowo memiliki latar belakang sebagai birokrat dan politisi. Ganjar Pranowo memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara demokratis yang maju dan berkeadilan.

Di posisi ketiga ada Anies Baswedan. Anies Baswedan adalah kader Gerindra dan gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Anies Baswedan memiliki latar belakang sebagai akademisi dan birokrat. Anies Baswedan memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis kebudayaan dan keagamaan yang beragam.

Di posisi keempat ada Sandiaga Uno. Sandiaga Uno adalah kader Gerindra dan mantan calon wakil presiden pada pilpres 2019. Sandiaga Uno memiliki latar belakang sebagai pengusaha dan politisi. Sandiaga Uno memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis ekonomi kreatif dan inklusif.

Di posisi kelima ada Puan Maharani. Puan Maharani adalah kader PDIP dan ketua DPR periode 2019-2024. Puan Maharani memiliki latar belakang sebagai politisi dan putri Presiden Megawati Soekarnoputri. Puan Maharani memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis Pancasila dan nasionalisme.

Di posisi keenam ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY adalah kader Demokrat dan ketua umum Partai Demokrat periode 2020-2025. AHY memiliki latar belakang sebagai mantan perwira TNI AD dan putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. AHY memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis demokrasi, reformasi, dan kemajuan.

Nama-nama di atas tentu saja bukan nama-nama yang pasti akan maju sebagai capres atau cawapres pada pilpres 2024. Nama-nama ini masih dapat berubah seiring waktu, tergantung pada dinamika politik, kinerja parpol, dan keputusan internal parpol. Nama-nama ini juga masih dapat bersaing dengan nama-nama lain yang mungkin muncul dari parpol lain atau dari luar parpol.

Koalisi-koalisi yang mungkin terbentuk adalah gabungan-gabungan parpol yang memiliki kesamaan visi, misi, program, atau kepentingan dalam mengusung capres-cawapres pada pilpres 2024. Koalisi-koalisi ini dapat dibentuk oleh parpol-parpol yang tidak memiliki persentase kursi lebih dari 20 persen di DPR, sehingga harus bergabung dengan parpol lain untuk mencapai syarat ambang batas presidensial 20 persen. Koalisi-koalisi ini juga dapat dibentuk oleh parpol-parpol yang memiliki persentase kursi lebih dari 20 persen di DPR, tetapi ingin memperkuat dukungan atau memperluas basis pemilih dengan bergabung dengan parpol lain.

Berdasarkan perolehan kursi di DPR pada Pemilu 2019, ada empat koalisi yang mungkin terbentuk dengan mencapai persentase kursi lebih dari 20 persen, yaitu: Open in browser

KoalisiParpolPersentase Kursi
Koalisi PDIPPDIP22,3%
Koalisi GerindraGerindra13,6%
Koalisi Golkar-NasdemGolkar, Nasdem25,1%
Koalisi PKB-Demokrat-PKS-PAN-PPPPKB, Demokrat, PKS, PAN, PPP39,2%

Koalisi PDIP adalah koalisi yang dibentuk oleh PDIP sebagai parpol dengan persentase kursi tertinggi di DPR. Koalisi ini dapat mengusung capres internal tanpa harus berkoalisi dengan parpol lain. Namun, koalisi ini juga dapat berkoalisi dengan parpol lain untuk memperkuat dukungan atau memperluas basis pemilih. Koalisi ini dapat mengusung kandidat capres seperti Ganjar Pranowo atau Puan Maharani.

Koalisi Gerindra adalah koalisi yang dibentuk oleh Gerindra sebagai parpol dengan persentase kursi kedua tertinggi di DPR. Koalisi ini juga dapat mengusung capres internal tanpa harus berkoalisi dengan parpol lain. Namun, koalisi ini juga dapat berkoalisi dengan parpol lain untuk memperkuat dukungan atau memperluas basis pemilih. Koalisi ini dapat mengusung kandidat capres seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, atau Sandiaga Uno.

Koalisi Golkar-Nasdem adalah koalisi yang dibentuk oleh Golkar dan Nasdem sebagai dua parpol dengan persentase kursi ketiga dan keempat tertinggi di DPR. Koalisi ini harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mencapai syarat ambang batas presidensial 20 persen. Koalisi ini dapat mengusung kandidat capres dari internal parpol atau dari luar parpol.

Koalisi PKB-Demokrat-PKS-PAN-PPP adalah koalisi yang dibentuk oleh PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP sebagai lima parpol dengan persentase kursi kelima sampai kesembilan tertinggi di DPR. Koalisi ini harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mencapai syarat ambang batas presidensial 20 persen. Koalisi ini dapat mengusung kandidat capres dari internal parpol atau dari luar parpol.

Koalisi-koalisi di atas tentu saja bukan koalisi-koalisi yang pasti akan terbentuk pada pilpres 2024. Koalisi-koalisi ini masih dapat berubah seiring waktu, tergantung pada dinamika politik, kinerja parpol, dan keputusan internal parpol. Koalisi-koalisi ini juga masih dapat bersaing dengan koalisi-koalisi lain yang mungkin terbentuk dari gabungan parpol lain.

Elektabilitas capres-cawapres yang diproyeksikan adalah tingkat keterpilihan atau kesukaan rakyat terhadap pasangan capres-cawapres yang mungkin maju pada pilpres 2024. Elektabilitas capres-cawapres dapat diukur dari hasil survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei. Salah satu lembaga survei yang merilis hasil survei terkait elektabilitas capres-cawapres adalah SPIN.

Berdasarkan survei SPIN yang sama, ada beberapa simulasi pasangan capres-cawapres yang diproyeksikan akan turut serta dalam pilpres 2024. Simulasi-simulasi tersebut adalah sebagai berikut: Open in browser

SimulasiPasangan Capres-CawapresPersentase Elektabilitas
Simulasi 1Prabowo Subianto – Sandiaga Uno28,9%
Simulasi 2Ganjar Pranowo – AHY27,6%
Simulasi 3Anies Baswedan – Puan Maharani25,8%
Simulasi 4Prabowo Subianto – Ganjar Pranowo32,4%
Simulasi 5Anies Baswedan – Sandiaga Uno29,7%
Simulasi 6Ganjar Pranowo – Puan Maharani28,1%
Simulasi versi jurnalfaktual.id

Dari tabel di atas, terlihat bahwa simulasi keempat memiliki elektabilitas tertinggi, yaitu pasangan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Pasangan ini merupakan gabungan antara Gerindra dan PDIP sebagai dua parpol dengan elektabilitas tertinggi. Pasangan ini juga merupakan gabungan antara dua kandidat capres dengan elektabilitas tertinggi.

Disusul oleh simulasi kelima di posisi kedua, yaitu pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Pasangan ini merupakan gabungan antara Gerindra dan mantan cawapres pada pilpres 2019. Pasangan ini juga merupakan gabungan antara dua kandidat capres dengan elektabilitas ketiga dan keempat tertinggi.

Di posisi ketiga ada simulasi keenam, yaitu pasangan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Pasangan ini merupakan gabungan antara PDIP dan ketua DPR periode 2019-2024. Pasangan ini juga merupakan gabungan antara kandidat capres dengan elektabilitas kedua tertinggi dan kandidat cawapres dengan elektabilitas kelima tertinggi.

Simulasi-simulasi di atas tentu saja bukan simulasi-simulasi yang pasti akan terjadi pada pilpres 2024. Simulasi-simulasi ini masih dapat berubah seiring waktu, tergantung pada dinamika politik, kinerja parpol, dan keputusan internal parpol. Simulasi-simulasi ini juga masih dapat bersaing dengan simulasi-simulasi lain yang mungkin muncul dari pasangan-pasangan capres-cawapres lainnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peta Politik Indonesia Jelang Pilpres 2024

Peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 tidak bersifat statis, tetapi dinamis. Peta politik ini dapat berubah seiring waktu, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor ini dapat berasal dari dalam atau luar parpol, dari dalam atau luar negeri, dari tingkat pusat atau daerah, dari tingkat elit atau massa, dari bidang politik atau non-politik. Faktor-faktor ini dapat berupa isu-isu, peristiwa, kebijakan, kinerja, sikap, perilaku, atau preferensi yang dapat memengaruhi elektabilitas parpol dan capres-cawapres.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah sebagai berikut:

Pertama, Isu-isu politik, Isu-isu politik adalah hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan, kebijakan, ideologi, konflik, atau kerjasama yang terjadi di antara para pelaku politik. Isu-isu politik dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 dengan cara meningkatkan atau menurunkan popularitas, kredibilitas, atau legitimasi parpol dan capres-cawapres. Contoh isu-isu politik yang dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah isu-isu tentang korupsi, hak asasi manusia, demokrasi, Pancasila, radikalisme, separatisme, hubungan internasional, dan lain-lain.

Kedua, kondisi ekonomi, kondisi ekonomi adalah hal-hal yang berkaitan dengan produksi, distribusi, konsumsi, pertumbuhan, kemiskinan, ketimpangan, inflasi, deflasi, pengangguran, investasi, perdagangan, atau utang yang terjadi di dalam atau luar negeri. Kondisi ekonomi dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 dengan cara meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan, kepuasan, atau harapan rakyat terhadap parpol dan capres-cawapres. Contoh kondisi ekonomi yang dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19, krisis global, perang dagang, bencana alam, reformasi struktural, dan lain-lain.

Ketiga, kondisi sosial adalah hal-hal yang berkaitan dengan interaksi, komunikasi, kerjasama, konflik, integrasi, disintegrasi, solidaritas, diferensiasi, identitas, atau budaya yang terjadi di antara para anggota masyarakat. Kondisi sosial dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 dengan cara meningkatkan atau menurunkan kesatuan, keberagaman, keadilan, atau kepercayaan rakyat terhadap parpol dan capres-cawapres. Contoh kondisi sosial yang dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah kondisi sosial akibat pandemi Covid-19, intoleransi, radikalisme, terorisme, diskriminasi, segregasi, polarisasi, mobilisasi, atau demobilisasi masyarakat.

Keempat, kondisi lingkungan, kondisi lingkungan adalah hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya alam, ekosistem, biodiversitas, iklim, cuaca, polusi, bencana alam, atau adaptasi yang terjadi di dalam atau luar negeri. Kondisi lingkungan dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 dengan cara meningkatkan atau menurunkan kualitas hidup, kesehatan, keselamatan, atau kepedulian rakyat terhadap parpol dan capres-cawapres. Contoh kondisi lingkungan yang dapat memengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah kondisi lingkungan akibat perubahan iklim, pemanasan global, penurunan kualitas udara, banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, atau erupsi gunung berapi.

Faktor-faktor di atas tentu saja bukan faktor-faktor yang lengkap atau mutlak yang mempengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024. Faktor-faktor ini masih dapat bertambah atau berkurang seiring waktu, tergantung pada perkembangan yang terjadi. Faktor-faktor ini juga dapat saling berinteraksi atau berkonflik satu sama lain dalam mempengaruhi peta politik Indonesia jelang pilpres 2024.

Penutup

Peta politik Indonesia jelang pilpres 2024 adalah gambaran tentang kekuatan, koalisi, dan elektabilitas parpol dan capres-cawapres yang berpotensi bertarung di pilpres 2024. Peta politik ini dapat berubah seiring waktu, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Peta politik ini penting untuk diketahui oleh semua pihak yang terlibat atau berkepentingan dalam pilpres 2024.

Demikian, analisis ini memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber data dan informasi, ruang lingkup analisis, dan kedalaman pembahasan. Oleh karena itu, dapat digunakan sebagai referensi awal, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai acuan mutlak. juga dapat dikembangkan atau diperbaiki dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih lengkap dan akurat, serta penelitian lebih lanjut.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article