Kejagung Tetapkan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Sebagai Tersangka Kasus Tambang Nikel di Sultra

jfid
By jfid
4 Min Read

jf.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Ridwan Djamaluddin (RJ), mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam penambangan bijih nikel di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Selain Ridwan, Kejagung juga menjerat HJ sebagai tersangka, yang merupakan Sub-Koordinator RKAB Kementerian ESDM.

“Kami telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu RJ dan HJ. Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan IUP PT Antam di Blok Mandiodo,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan persnya, Kamis (10/8/2023).

Leonard menjelaskan, RJ diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Minerba dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 321.K/30/DJB/2019 tentang Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Antam Tbk pada tanggal 18 Juli 2019. SK tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang menyatakan bahwa wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo sudah tidak berlaku sejak tahun 2014.

“SK tersebut juga melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang adanya kegiatan penambangan di kawasan hutan lindung. Dengan demikian, RJ telah merugikan negara sebesar Rp 1,2 triliun,” ujar Leonard.

Sementara itu, HJ diduga turut membantu RJ dalam mengeluarkan SK tersebut dengan memberikan data dan informasi yang tidak sesuai dengan fakta lapangan. “HJ sebagai Sub-Koordinator RKAB Kementerian ESDM diduga memberikan data palsu tentang luas wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo yang mencapai 2.000 hektar, padahal sebenarnya hanya 500 hektar. HJ juga diduga memberikan data palsu tentang status kawasan hutan lindung di Blok Mandiodo yang seolah-olah sudah dibebaskan dari fungsi hutan,” kata Leonard.

Akibat perbuatan RJ dan HJ, tidak hanya negara yang dirugikan, tetapi juga lingkungan hidup dan ekosistem di kawasan hutan lindung. Selain itu, hak-hak masyarakat adat dan lokal yang tinggal di sekitar kawasan penambangan juga dilanggar.

“Kami telah melakukan penyitaan terhadap beberapa dokumen dan barang bukti lainnya yang berkaitan dengan kasus ini. Kami juga telah memeriksa sejumlah saksi dan ahli untuk mengungkap kasus ini lebih lanjut,” tutur Leonard.

RJ dan HJ saat ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejagung. Namun, jika penyidikan selesai, penahanan mereka akan dipindahkan ke Kejaksaan Tinggi Sultra.

Sampai saat ini, sudah ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka, yaitu empat orang dari PT Antam dan empat orang dari PT Bintang Delapan Mineral.

Kasus ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang adanya aktivitas penambangan ilegal di kawasan IUP PT Antam yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Kasus ini juga diduga melibatkan pejabat-pejabat Kementerian ESDM yang bertugas mengawasi dan mengatur kegiatan penambangan di Indonesia.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article