Kritik Jokowi, Siswi SMP di Jambi Dibuat Takut oleh Pemkot

Rasyiqi
By Rasyiqi
7 Min Read
Kritik Jokowi, Siswi SMP di Jambi Dibuat Takut oleh Pemkot
Kritik Jokowi, Siswi SMP di Jambi Dibuat Takut oleh Pemkot

jfid – Sebuah video berdurasi 1 menit 17 detik menjadi viral di media sosial.

Dalam video itu, seorang siswi SMP di Jambi bernama Syarifah Fadiyah Alkaff mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden Prabowo Subianto.

Syarifah menilai Jokowi telah merusak tatanan hukum dengan memaksakan Gibran sebagai cawapres.

Ia juga menuding Jokowi menggerakkan aparatur sipil negara dan kepala desa seluruh Indonesia untuk mendukung Gibran.

“Memohon kepada Bapak Presiden RI Bapak Joko Widodo agar menghentikan kekotoran dan kebusukannya menjalankan tugasnya sebagai presiden RI, menjalankan hukum negara dengan baik, sehingga rakyat terayomi dengan baik,” ujar Syarifah dengan nada tegas.

Video itu sontak menuai berbagai reaksi dari netizen. Ada yang mendukung, ada yang mengecam, dan ada yang merasa kasihan dengan nasib Syarifah.

Pasalnya, video itu ternyata membuat Syarifah dilaporkan ke polisi oleh Pemerintah Kota Jambi.

Pemkot Jambi melalui Kabag Hukum Gempa Awaljon menganggap Syarifah telah melanggar Undang-Undang ITE dengan menyebarkan ujaran kebencian dan fitnah terhadap Jokowi.

Gempa juga mengklaim bahwa video itu merupakan bagian dari kampanye hitam untuk menjatuhkan Jokowi.

“Kami melihat ada unsur pidana dalam video itu, karena mengandung ujaran kebencian dan fitnah terhadap presiden. Kami juga menduga ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan anak di bawah umur untuk melakukan kampanye hitam,” kata Gempa.

Laporan Pemkot Jambi ke polisi membuat Syarifah dan keluarganya ketakutan. Ibu Syarifah, Kusmiati, mengaku terkejut dan tidak menyangka anaknya yang masih berusia 14 tahun harus berurusan dengan hukum. Ia merasa anaknya tidak pantas dilaporkan, melainkan ditegur.

“Jadi mereka melaporkan anak saya, dari situlah saya terkejut. Kok anak saya yang di bawah umur dilaporkan. Kalau memang anak saya salah, kan ada orang tuanya, apalagi sebagai wali kota Pak Pasha, kalau tidak terima, tolonglah hubungi saya,” ucap Kusmiati.

Kusmiati mengatakan bahwa Syarifah membuat video itu atas inisiatif sendiri, tanpa ada suruhan atau dorongan dari siapa pun.

Ia mengaku tidak tahu apa yang mendorong anaknya untuk mengkritik Jokowi.

Ia hanya mengetahui bahwa Syarifah sering menonton berita di televisi dan media sosial.

“Anak saya itu suka sekali nonton berita, dari pagi sampai malam. Dia juga suka buka-buka media sosial. Mungkin dari situ dia dapat informasi tentang Jokowi dan Gibran. Tapi saya tidak tahu apa yang membuat dia marah dan mau bikin video itu,” tutur Kusmiati.

Kusmiati menambahkan bahwa Syarifah adalah anak yang cerdas dan aktif di sekolah. Ia juga memiliki cita-cita menjadi dokter.

Kusmiati berharap anaknya tidak terganggu dengan kasus ini dan bisa melanjutkan pendidikannya dengan baik.

“Anak saya itu pintar, nilainya selalu bagus. Dia juga aktif di organisasi sekolah. Dia punya mimpi jadi dokter. Saya harap kasus ini tidak merusak masa depannya. Saya minta agar anak saya dilindungi dan dibela,” pinta Kusmiati.

Kasus Syarifah mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta agar Syarifah dilindungi sebagai anak di bawah umur.

Ia juga berkoordinasi dengan KPAI dan KemenPPPA untuk memberikan bantuan hukum dan psikologis kepada Syarifah.

“Kami sudah berkoordinasi dengan KPAI dan KemenPPPA untuk memberikan perlindungan kepada anak itu. Kami juga sudah minta kepada Kapolri agar menangani kasus ini dengan hati-hati dan tidak membuat trauma kepada anak itu,” ucap Mahfud.

Mahfud juga mengkritik sikap Pemkot Jambi yang melaporkan Syarifah ke polisi.

Ia menilai Pemkot Jambi tidak bijak dan tidak proporsional dalam menanggapi video Syarifah.

Ia menyarankan agar Pemkot Jambi mencabut laporannya dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.

“Saya kira Pemkot Jambi terlalu berlebihan dalam menanggapi video itu. Seharusnya mereka bisa menegur atau memberikan edukasi kepada anak itu, bukan malah melaporkan ke polisi. Saya harap mereka bisa mencabut laporannya dan berdamai dengan anak itu,” kata Mahfud.

Setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya Pemkot Jambi mencabut laporannya terhadap Syarifah.

Polda Jambi juga melakukan mediasi antara Pemkot Jambi dan Syarifah. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan kasus ini secara damai.

“Setelah melalui rangkaian proses penyelidikan akhirnya sepakat dimediasikan kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan dengan upaya damai atau restorative justice, dan sudah berdamai,” kata Dirreskrimsus Polda Jambi Kombes Christian Tory.

Syarifah pun mengucapkan permohonan maaf kepada Jokowi dan Pemkot Jambi atas video yang dibuatnya. Ia mengaku telah menyadari kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

“Saya minta maaf kepada Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Wali Kota Jambi Syarif Fasha atas video yang saya buat. Saya sadar bahwa saya salah dan tidak bisa mengendalikan emosi saya. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi,” ujar Syarifah.

Kasus Syarifah menjadi contoh bahwa kritik terhadap penguasa tidak selalu mendapat sambutan baik.

Bahkan, kritik yang dilontarkan oleh seorang anak sekolah pun bisa berujung pada ancaman hukum.

Padahal, kritik seharusnya menjadi bagian dari demokrasi dan kontrol sosial.

Kasus Syarifah juga menunjukkan bahwa penguasa perlu memiliki sikap yang lebih terbuka dan toleran terhadap kritik.

Sebagai pemimpin, mereka harus bisa menerima masukan dan saran dari rakyat, termasuk dari anak-anak.

Mereka juga harus bisa memberikan edukasi dan teladan yang baik kepada generasi muda.

Semoga kasus Syarifah menjadi pelajaran bagi kita semua, baik sebagai penguasa maupun sebagai rakyat.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article