Pabrik Kematian Massal

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
4 Min Read
- Advertisement -

jfID –  Awal bulan Februari 2020, Sebuah artikel panjang terbit di jurnalfaktual.id, berjudul “Virus Corona dan Spekulasi Kebijakan Ekonomi” yang ditulis oleh Hendry Cahyono, Peneliti Ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya. Dalam paragraf pertama, ia bertanya, Kapan Serangan Virus Corona berakhir?

Pada 17 Maret, wartaekonomi.co.id merilis sebuah artikel jika pakar Mikrobiologi China memprediksi, virus Corona tidak akan berhenti hingga akhir tahun.

Seorang ahli mikrobiologi terkemuka Hong Kong memprediksi bahwa pandemi virus Corona baru, Covid-19 tidak akan berakhir tahun ini. Alasannya, karena penyebarannya sudah sangat luas.

Yuen Kwok-yung dari University of Hong Kong mengatakan dalam pandangannya, pandemi tidak akan berakhir sampai antivirus atau vaksin yang murah dan efektif tersedia atau mayoritas penduduk telah tertular virus dan mendapatkan kekebalan alami. Sebagaimana dilansir dari wartaekonomi.co.id, Jumat (10/4/2020).

Dunia krisis Peti mati, hal itu ditandai dengan  mayat-mayat bergelimpangan di Ekuador tanpa ada evakuasi dari petugas medis. Sebelumnya, Badan Intelejen Israel menuding, laboratorium senjata biologis di salah satu Lab Wuhan bocor.

Petak umpet kematian dimulai, Indonesia juga salah satu Negara yang terdampak dan dipukul berat oleh Covid-19.

Kini, World Health Organization (WHO) berhasil menciptakan tatanan sosial baru. Dimana, Dunia segala sesuatunya diatur secara perlahan. Social Distancing, Psical Distansing, dan etika batukpun diikuti secara serentak manusia di bumi.

Kepanikan dan Stess menjadi iklim baru yang hadir mewarnai kehidupan manusia dimuka bumi. Bayangkan, tempat-tempat Ibadah sudah mulai diatur dan tata cara beribadah pun sudah mulai didekonstruksi dengan aturan-aturan eksternal.

Media Sosial sempat digegerkan dengan sebuah olok-olokan dari Facebookers, “jika adanya virus Corona, menunjukkan tidak adanya Tuhan,” ya… orang tak dikenal itu seakan menampar Tuhan ditengah Pandemi Covid-19.

Indonesia masih beruntung, tidak sekacau di Italia dan India yang telah melakukan kebijakan Lockdown. Penjarahan dan Konflik horizontal tidak lagi bisa diatasi. Peristiwa krisis wabah Corona menjadikan Italia terpuruk sepanjang sejarah setelah perang Dunia ke-II.

Seandainya terjadi kebijakan Lockdown, Indonesia yang memiliki karakteristik masyarakat Heterogen, tentu sangat riskan terhadap konflik. Namun, konflik vertikal pun tak bisa dihindari oleh aparat pemerintah dan masyarakat.

Sebuah Buldozer yang bernama Covid-19 telah berhasil menghancurkan tatanan sosial baru. Saya melihat, jika ini adalah perang Dunia ke-III yang dimulai dan entah Negara mana yang memencet tombol perang lebih awal.

Pembantaian Muslim Uighur di China dan Pemusnahan muslim di India seakan tak menarik untuk menjadi awal dari perang Dunia ke-III.

Situasi pasar Dunia ambruk di level terendah, Pabrik-pabrik di Italia yang tidak memproduksi bahan kebutuhan pokok tidak beroperasi.

Disclaimer Covid-19 di Indonesia pun terjadi di daerah-daerah. Presiden Jokowi yang mengumumkan Indonesia tidak Lockdown dan Beberapa aparat Kepolisian di daerah dengan spiker keras menekan masyarakat untuk tidak keluar rumah selama hari libur.

Irasionalitas ditengah Covid-19 memukul keras tatanan sosial dan keharmonisan Bangsa. Di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Seorang khotib asal Desa Bakan Kecamatan Janapria, harus berurusan dengan aparat kepolisian. Pada Jumat, 3 April 2020 lalu, dia diduga menyampaikan khutbah yang isinya bertentangan dengan anjuran Pemerintah. Aaaaah, sudahlah kita patuhi proses hukum.

Sebelum Pandemi Covid-19 berakhir, saya meyakini, jika tidak satupun manusia baik di Dunia ini. Sebab, ada scenario yang dibangun untuk saling curiga. Bagaimana tidak, 8 April 2020, Susilo Bambang Yudhoyono menulis artikel hingga 70 paragraf soal perangi Corona dan setelah terbit, ia dihujat berbagai kalangan.

10 April 2020, Kantor Berita jurnalfaktual.id

- Advertisement -
Share This Article