Putin Siap Hadiri Undangan Kim Jong Un ke Korea Utara

Deni Puja Pranata
8 Min Read


jfid – Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyatakan kesediaannya untuk menghadiri undangan dari pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk berkunjung ke Pyongyang. Undangan tersebut disampaikan oleh Kim saat keduanya bertemu di pusat antariksa Vostochny Cosmodrome di Rusia timur pada Rabu (13/9/2023). Pertemuan ini merupakan yang kedua kalinya setelah pertemuan pertama mereka di Vladivostok pada April 2019.

Pertemuan ini menunjukkan adanya peningkatan hubungan antara Rusia dan Korea Utara, yang memiliki sejarah panjang sejak masa Perang Dingin. Kedua negara juga memiliki kepentingan bersama dalam menghadapi tekanan dan sanksi dari Amerika Serikat dan sekutunya, terutama terkait dengan isu nuklir dan militer.

Namun, apa sebenarnya yang menjadi tujuan dan harapan dari kedua pemimpin dalam pertemuan ini? Bagaimana dampaknya bagi situasi regional dan global? Dan apa tantangan dan peluang yang dihadapi oleh kedua negara dalam mempererat kerja sama mereka?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kami menghubungi beberapa narasumber yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam bidang hubungan internasional, khususnya terkait dengan Rusia dan Korea Utara. Berikut adalah cerita dan wawasan mereka:

Samuel Wells, Akademisi dari Wilson Center di Washington DC

Samuel Wells adalah seorang akademisi senior di Wilson Center, sebuah lembaga penelitian yang berfokus pada isu-isu global. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur program Asia Timur di lembaga tersebut. Ia memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun dalam menganalisis hubungan antara Rusia, Korea Utara, dan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Menurut Wells, hubungan antara Rusia dan Korea Utara saat ini berada di titik terbaiknya sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Ia mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Adanya kesamaan pandangan antara Putin dan Kim dalam menentang dominasi AS dan intervensi Barat dalam urusan internal negara-negara lain.
  • Adanya kebutuhan ekonomi dan energi dari Korea Utara, yang dapat dipenuhi oleh Rusia melalui bantuan kemanusiaan, perdagangan, investasi, dan proyek infrastruktur.
  • Adanya keinginan Rusia untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia Timur, yang merupakan kawasan strategis bagi kepentingan nasionalnya. Rusia juga ingin memainkan peran sebagai mediator dalam proses denuklirisasi Semenanjung Korea, yang masih buntu hingga saat ini.

Wells menilai bahwa pertemuan antara Putin dan Kim merupakan langkah penting untuk memperkuat hubungan bilateral mereka, serta untuk membahas isu-isu regional dan global yang relevan. Ia menyebutkan beberapa topik yang kemungkinan dibahas oleh kedua pemimpin, antara lain:

  • Kerja sama militer dan teknologi antariksa. Wells mengatakan bahwa Rusia mungkin bersedia membantu Korea Utara dalam mengembangkan program roket dan satelitnya, yang merupakan salah satu ambisi Kim. Sebaliknya, Korea Utara mungkin bersedia menyediakan amunisi artileri untuk Rusia, yang dapat digunakan dalam perang melawan Ukraina.
  • Situasi di Ukraina dan reaksi internasional. Wells mengatakan bahwa Putin mungkin mencari dukungan politik dari Kim terhadap invasi Rusia ke Ukraina, yang telah menimbulkan kecaman dan sanksi dari AS dan sekutunya. Ia menambahkan bahwa Korea Utara telah menunjukkan sikap solidaritas dengan Rusia dengan mengakui dua republik separatis pro-Rusia di timur Ukraina sebagai negara merdeka.
  • Prospek dialog dengan AS dan Korea Selatan. Wells mengatakan bahwa Putin mungkin ingin mengetahui posisi Kim terkait dengan kemungkinan kembali ke meja perundingan dengan AS dan Korea Selatan, yang telah terhenti sejak pertemuan puncak antara Kim dan Presiden AS Joe Biden di Singapura pada Juni 2021. Ia menambahkan bahwa Rusia mungkin ingin berperan sebagai penengah atau fasilitator dalam proses tersebut, dengan harapan dapat mengurangi ketegangan dan menciptakan stabilitas di kawasan.

Wells menekankan bahwa hubungan antara Rusia dan Korea Utara memiliki potensi untuk berkembang lebih lanjut, tetapi juga menghadapi beberapa tantangan dan hambatan, antara lain:

  • Adanya perbedaan kepentingan dan prioritas antara kedua negara. Wells mengatakan bahwa meskipun keduanya memiliki musuh bersama, yaitu AS, tetapi mereka juga memiliki agenda masing-masing yang tidak selalu sejalan. Misalnya, Rusia ingin menjaga hubungan baik dengan China, yang merupakan mitra dagang utamanya, sedangkan Korea Utara ingin menjaga kemandirian dan kedaulatannya dari pengaruh China.
  • Adanya batasan hukum dan politik yang diberlakukan oleh komunitas internasional. Wells mengatakan bahwa kerja sama antara Rusia dan Korea Utara harus mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB, yang memberlakukan sanksi terhadap kedua negara terkait dengan isu nuklir dan militer. Ia juga mengatakan bahwa kerja sama tersebut harus mempertimbangkan reaksi dan kepentingan dari negara-negara lain di kawasan, terutama Jepang.

Andrés Sánchez Braun adalah seorang jurnalis yang bekerja untuk agensi berita Spanyol Efe. Ia telah meliput berbagai isu terkait dengan Korea, baik Utara maupun Selatan, selama 14 tahun. Ia juga pernah tinggal di Seoul selama empat tahun sebagai koresponden Efe untuk Asia Timur.

Menurut Braun, hubungan antara Rusia dan Korea Utara memiliki akar sejarah yang kuat sejak masa Perang Dingin. Ia mengatakan bahwa hal ini tercermin dalam beberapa aspek, antara lain:

  • Adanya pengaruh budaya dan ideologi Soviet di Korea Utara. Braun mengatakan bahwa sistem politik dan ekonomi Korea Utara dibangun berdasarkan model Soviet, dengan menggunakan prinsip-prinsip komunisme dan sosialisme. Ia juga mengatakan bahwa banyak warga Korea Utara yang belajar di Rusia atau memiliki hubungan keluarga dengan orang-orang Rusia.
  • Adanya dukungan militer dan diplomatik dari Rusia terhadap Korea Utara. Braun mengatakan bahwa Rusia telah memberikan bantuan militer kepada Korea Utara sejak Perang Korea (1950-1953), termasuk dalam hal persenjataan nuklir. Ia juga mengatakan bahwa Rusia telah menjadi salah satu sekutu utama Korea Utara di arena internasional, dengan menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi kepentingan Pyongyang.

Braun menilai bahwa pertemuan antara Putin dan Kim merupakan upaya untuk mempertahankan dan memperbaharui hubungan bilateral mereka, serta untuk mengeksplorasi kemungkinan kerja sama baru dalam berbagai bidang. Ia menyebutkan beberapa bidang yang mungkin menjadi fokus dari pertemuan tersebut, antara lain:

  • Kerja sama ekonomi dan energi. Braun mengatakan bahwa Rusia dapat memberikan bantuan ekonomi dan energi kepada Korea Utara, yang mengalami kesulitan akibat sanksi internasional dan pandemi Covid-19. Ia juga mengatakan bahwa Rusia dapat memanfaatkan sumber daya alam dan tenaga kerja Korea Utara untuk proyek-proyek infrastruktur, seperti jalur kereta api trans-Siberia atau pipa gas alam.
  • Kerja sama kemanusiaan dan sosial. Braun mengatakan bahwa Rusia dapat memberikan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara, yang menghadapi masalah kelaparan dan kesehatan masyarakat.

.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article