Misteri di Balik Kemacetan Tahun Baru di Sumenep yang Akan Membuat Anda Bertanya-tanya!

Shofiyatul Millah
6 Min Read
Misteri di Balik Kemacetan Tahun Baru di Sumenep yang Akan Membuat Anda Bertanya-tanya!
Misteri di Balik Kemacetan Tahun Baru di Sumenep yang Akan Membuat Anda Bertanya-tanya!

jfid – Suasana kota yang biasanya sepi dan tenang berubah menjadi ramai dan bising menjelang pergantian tahun.

Ribuan kendaraan bermotor berlalu-lalang di jalan-jalan utama, menuju tempat-tempat wisata atau pusat perbelanjaan.

Sebagian besar dari mereka adalah warga luar kota yang ingin merayakan tahun baru di Kota Sumenep, yang terkenal dengan pesona pantai dan budaya Madura.

Namun, kegembiraan mereka harus terhambat oleh kemacetan yang terjadi di beberapa titik.

Salah satunya adalah di Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.

Jembatan sepanjang 5,4 kilometer ini menjadi salah satu destinasi favorit para wisatawan, baik untuk menikmati pemandangan laut maupun untuk berfoto-foto.

Menurut data dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XV Jawa Timur, volume lalu lintas di Jembatan Suramadu meningkat hingga 40 persen selama libur Natal dan Tahun Baru.

Pada hari biasa, rata-rata ada sekitar 30 ribu kendaraan yang melintas di jembatan ini.

Namun, pada hari Sabtu (30/12/2023), jumlahnya mencapai 42 ribu kendaraan. Puncaknya terjadi pada hari Minggu (31/12/2023), dengan 45 ribu kendaraan.

Akibatnya, antrean kendaraan terjadi di gerbang tol Surabaya dan Bangkalan, yang merupakan pintu masuk dan keluar Jembatan Suramadu.

Selain itu, kemacetan juga terjadi di sepanjang jalan tol Surabaya-Gempol, yang merupakan jalur utama menuju Suramadu dari arah barat.

Beberapa pengendara mengaku harus menghabiskan waktu hingga dua jam untuk mencapai jembatan tersebut.

“Padahal, kalau tidak macet, dari Surabaya ke Suramadu cuma sekitar setengah jam saja,” kata Rizky, salah seorang pengendara yang berasal dari Sidoarjo.

Ia bersama keluarganya ingin merayakan tahun baru di Pantai Slopeng, yang terletak di Kabupaten Sumenep.

Namun, ia harus bersabar menghadapi kemacetan yang panjang dan melelahkan.

“Ya, mau gimana lagi, namanya juga liburan. Semua orang pasti ingin refreshing dan bersenang-senang. Tapi, ya, harus tetap hati-hati dan sabar di jalan. Jangan sampai emosi dan ugal-ugalan,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan oleh Dian, seorang wisatawan asal Malang. Ia mengaku sudah tiga kali merayakan tahun baru di Kota Sumenep, karena tertarik dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya.

Ia mengatakan, setiap tahun, kemacetan selalu menjadi masalah yang dihadapi oleh para wisatawan.

“Memang sih, setiap tahun macet. Tapi, tahun ini kayaknya lebih parah. Mungkin karena banyak yang libur dan ingin ke sini. Apalagi, sekarang ada banyak tempat wisata baru yang menarik di sini, seperti Bukit Jaddih, Air Terjun Toroan, dan lain-lain,” katanya.

Ia berharap, pemerintah daerah dapat mengantisipasi dan mengatasi kemacetan yang terjadi, agar tidak mengganggu kenyamanan dan keselamatan para wisatawan.

Ia juga berpesan, agar para wisatawan dapat menjaga kebersihan dan ketertiban di tempat-tempat wisata yang dikunjungi.

“Saya harap, pemerintah bisa lebih memperbaiki manajemen lalu lintas, misalnya dengan menambah petugas, membuat jalur khusus, atau memberlakukan sistem ganjil-genap. Kalau bisa, jangan sampai ada kemacetan yang berkepanjangan, karena bisa berdampak buruk bagi wisatawan dan masyarakat setempat,” ujarnya.

“Saya juga minta, agar para wisatawan bisa menjaga lingkungan dan budaya di sini. Jangan buang sampah sembarangan, jangan merusak fasilitas umum, jangan mengganggu ketenangan warga, dan jangan melanggar norma-norma yang berlaku. Mari kita saling menghormati dan menghargai,” imbuhnya.

Kemacetan yang terjadi di Kota Sumenep bukanlah fenomena baru.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Franklin Ronaldo dan Muhamad Rizki dari Universitas Brawijaya, kemacetan lalu lintas merupakan permasalahan yang sudah lama terjadi di kota-kota besar Indonesia.

Penelitian mereka menyebutkan, hubungan antara pola ruang antar kawasan, urbanisasi, motorisasi, dan infrastruktur jalan, serta angkutan umum merupakan penyebab terjadinya kemacetan di daerah perkotaan di Indonesia.

Kemacetan ini menimbulkan kerugian ekonomi, kesehatan, dan lingkungan yang cukup besar.

Untuk mengatasinya, diperlukan upaya dari pemerintah dan dukungan dari masyarakat.

Pemerintah harus meningkatkan investasi terhadap transportasi perkotaan, baik berupa angkutan massal berbasis rel maupun bus.

Pemerintah juga harus mengambil kebijakan-kebijakan jangka pendek dan berkelanjutan, seperti sistem ganjil-genap, pembatasan kendaraan bermotor, atau peningkatan tarif parkir.

Sementara itu, masyarakat harus berkontribusi mengurangi kemacetan dengan mengurangi jumlah atau jarak perjalanan, menggunakan angkutan umum, atau berbagi kendaraan dengan orang lain.

Masyarakat juga harus mengubah perilaku mereka dalam memenuhi kebutuhan perjalanannya, dengan tidak tergantung pada kendaraan pribadi, tetapi lebih mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya, waktu, dan dampak lingkungan.

Kemacetan adalah masalah bersama, maka untuk mengatasinya diperlukan kerjasama dari semua pihak.

Perlu diingat, bahwa target untuk mencapai kota yang layak dengan transportasi berkelanjutan perlu dipahami dan diupayakan oleh semua orang.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article