Akhir Libur, Tol Macet, Wisatawan Stres

Shofiyatul Millah
5 Min Read
Akhir Libur, Tol Macet, Wisatawan Stres
Akhir Libur, Tol Macet, Wisatawan Stres

jfid – Libur Natal dan Tahun Baru 2023/2024 telah berakhir. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, libur panjang ini menjadi momen untuk berwisata, berkumpul dengan keluarga, atau sekadar bersantai di rumah.

Namun, tidak semua orang bisa menikmati liburannya dengan nyaman dan bahagia. Ada pula yang harus menghadapi kemacetan parah di jalan tol, baik saat berangkat maupun pulang.

Salah satu ruas tol yang menjadi saksi bisu dari penderitaan para wisatawan adalah Tol Cikopo-Palimanan (Cipali).

Tol sepanjang 116,75 kilometer ini menghubungkan Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta menjadi jalur alternatif bagi mereka yang ingin menuju Jawa Timur.

Selama libur Nataru, volume kendaraan di tol Cipali meningkat drastis, mencapai 100.000 kendaraan per hari, padahal kapasitasnya hanya 40.000 kendaraan per hari.

Akibatnya, kemacetan tak terhindarkan. Sejak 22 Desember 2023, arus lalu lintas di tol Cipali sudah mulai padat, terutama di pintu tol Cikopo dan Palimanan.

Antrean kendaraan mencapai 2-3 kilometer, bahkan sampai 10 kilometer pada puncak arus mudik dan balik.

Beberapa titik rawan macet lainnya adalah rest area, simpang susun, dan gerbang tol. Selain itu, ada juga faktor cuaca, kecelakaan, dan kerusakan kendaraan yang memperparah situasi.

Para pengguna tol Cipali pun harus bersabar menghadapi kondisi ini. Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam di dalam mobil, tanpa jaminan kenyamanan dan keamanan.

Beberapa di antara mereka mengeluhkan fasilitas di tol Cipali yang kurang memadai, seperti toilet, tempat parkir, SPBU, dan warung makan.

Selain itu, mereka juga harus waspada terhadap aksi begal, pencurian, dan penipuan yang kerap terjadi di sepanjang tol.

Kemacetan di tol Cipali tentu berdampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan para wisatawan. Mereka bisa mengalami stres, lelah, marah, bosan, frustasi, dan depresi akibat terjebak macet.

Selain itu, mereka juga bisa kehilangan waktu, uang, dan kesempatan yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Belum lagi risiko terkena penyakit, seperti dehidrasi, asam urat, stroke, dan serangan jantung, yang bisa mengancam jiwa mereka.

Lalu, mengapa orang-orang masih mau berwisata dengan mengorbankan segalanya? Apakah mereka tidak bisa memilih alternatif lain yang lebih bijak dan efisien?

Jawabannya tentu beragam, tergantung pada motivasi, preferensi, dan kondisi masing-masing individu.

Namun, secara umum, ada beberapa alasan yang mendasari perilaku wisatawan ini, antara lain:

– Tradisi. Bagi sebagian orang, mudik atau berwisata saat libur Nataru adalah tradisi yang harus dilakukan setiap tahun, tanpa peduli situasi dan kondisi.

Mereka merasa berkewajiban untuk pulang kampung, bertemu sanak saudara, atau mengunjungi tempat-tempat tertentu sebagai bentuk penghargaan, rasa syukur, atau aktualisasi diri.

– Prestise. Bagi sebagian lain, mudik atau berwisata saat libur Nataru adalah cara untuk menunjukkan prestise atau gengsi di mata orang lain.

Mereka ingin membuktikan bahwa mereka mampu dan berhasil dalam hidup, sehingga bisa menghabiskan waktu dan uang untuk berlibur.

Mereka juga ingin mendapatkan pengakuan, pujian, atau penghargaan dari orang-orang di sekitar mereka.

– Sensasi. Bagi sebagian lagi, mudik atau berwisata saat libur Nataru adalah sumber sensasi atau tantangan yang menarik dan menyenangkan.

Mereka suka menghadapi situasi yang sulit, berbahaya, atau tidak terduga, seperti kemacetan, cuaca buruk, atau kecelakaan.

Mereka merasa hidup lebih berwarna dan bermakna jika bisa mengatasi hal-hal tersebut.

Apapun alasan para wisatawan, yang pasti mereka harus siap menanggung konsekuensi dari pilihan mereka.

Jika mereka memilih untuk berwisata dengan menggunakan jalan tol, maka mereka harus rela menghadapi kemacetan yang bisa merusak liburan mereka.

Jika mereka tidak mau mengalami hal itu, maka mereka harus mencari alternatif lain, seperti menggunakan transportasi umum, berwisata lokal, atau staycation di rumah.

Yang penting, mereka harus bijak dan bertanggung jawab atas keputusan mereka.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article