Mengapa PKB dan Golkar Batal Bergabung dengan Koalisi Perubahan? Ini Kata Eks Tim 8

ZAJ
By ZAJ
4 Min Read

jfid – Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024 mendapat sorotan publik.

Pasalnya, koalisi ini terbentuk setelah PKB keluar dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.

Selain PKB, Partai Golkar juga sempat dikabarkan akan bergabung dengan KPP, namun akhirnya batal.

Apa sebenarnya yang terjadi di balik pembentukan KPP? Apa alasan PKB dan Golkar mundur dari KIM? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

kami menghubungi mantan anggota Tim 8, Iftitah Sulaiman, yang pernah terlibat dalam proses negosiasi antara partai-partai politik untuk membentuk koalisi.

Tim 8 adalah tim yang dibentuk oleh Prabowo Subianto pada akhir 2022 untuk menjajaki kemungkinan koalisi dengan partai-partai lain.

Tim ini beranggotakan delapan orang, yaitu Prabowo Subianto, Edhy Prabowo, Ahmad Muzani, Fadli Zon, Sufmi Dasco Ahmad, Mardani Ali Sera, Iftitah Sulaiman, dan Ahmad Riza Patria.

Iftitah Sulaiman mengatakan bahwa PKB dan Golkar sudah diprediksi akan masuk ke KPP sejak lama. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat kedua partai itu memilih untuk tidak bergabung dengan KIM.

“Proses sebelum Februari itu ada enam bulan sebelumnya juga proses yang cukup lama yang masuknya PKB itu sudah diprediksi, jauh-jauh hari sudah kita prediksi,” kata Iftitah di Cikeas, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023).

“Termasuk rencana masuknya Partai Golkar, itu juga sudah kita prediksi. Bahkan, ada rencana deklarasi pada tanggal 16 Juli 2023 itu bersama Partai Golkar. Tetapi belakangan kita tahu itu tidak,” tambahnya¹.

Iftitah menjelaskan bahwa salah satu faktor yang membuat PKB dan Golkar mundur dari KIM adalah ketidakjelasan posisi calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto.

Ia mengatakan bahwa Prabowo Subianto tidak pernah memberikan kepastian siapa yang akan menjadi cawapresnya.

“Ketum kami (Cak Imin) sudah menawarkan diri untuk menjadi cawapres Pak Prabowo. Tapi Pak Prabowo tidak pernah memberikan jawaban pasti.

Dia selalu bilang nanti saja, nanti saja. Padahal waktu itu sudah mepet,” ujar Iftitah.

Selain itu, Iftitah juga menyebut bahwa ada ketidakharmonisan antara partai-partai yang tergabung dalam KIM.

Ia mencontohkan peristiwa pergantian nama koalisi dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM) tanpa melibatkan PKB.

“Sebenarnya (nama koalisi) Indonesia Maju itu bagus. Tapi kan PKB nggak diajak diskusi (terkait perubahan nama koalisi) sama sekali,” kata Iftitah².

Iftitah menilai bahwa hal-hal tersebut menunjukkan bahwa PKB dan Golkar tidak dihargai sebagai mitra koalisi oleh Prabowo Subianto dan partai-partai lainnya.

Oleh karena itu, ia mengapresiasi keputusan Cak Imin untuk membentuk KPP bersama Anies Baswedan.

“Kami merasa lebih dihormati dan dihargai oleh Pak Anies. Dia mau mendengarkan aspirasi kami dan memberikan ruang bagi kami untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Kami yakin duet Anies-Cak Imin akan membawa perubahan yang positif untuk Indonesia,” pungkas Iftitah.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article