TikTok: Medan Pertempuran Baru Paslon Pilpres 2024

Shofiyatul Millah
4 Min Read
TikTok: Medan Pertempuran Baru Paslon Pilpres 2024
TikTok: Medan Pertempuran Baru Paslon Pilpres 2024

jfid – TikTok, aplikasi video pendek yang populer di kalangan anak muda, kini menjadi salah satu arena kampanye bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) yang bertarung di Pilpres 2024.

Bagaimana strategi dan dampaknya?

Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1, tampak asyik berbincang dengan para pengikutnya di TikTok.

Ia menjawab berbagai pertanyaan, mulai dari program kerjanya, hobi, hingga cita-cita. Ia juga sesekali menari dan bernyanyi, menunjukkan sisi humanis dan santainya.

Di sisi lain, Mahfud MD, calon wakil presiden nomor urut 3, juga mencoba fitur live TikTok.

Ia mengajak masyarakat untuk menjadi pribadi yang lebih baik di tahun baru, dengan mengutip hadits Nabi Muhammad SAW.

Ia juga berbagi pengalaman dan motivasi, serta mengapresiasi kreativitas para TikToker.

Sementara itu, Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 2, sudah lebih dulu merajai TikTok dengan konten-konten kekinian yang sesuai selera anak muda.

Ia kerap mengunggah video-video lucu, menggemaskan, atau menginspirasi, yang menampilkan dirinya bersama hewan peliharaan, keluarga, atau relawan.

Ketiga paslon ini tampaknya menyadari betul potensi TikTok sebagai media sosial yang memiliki jangkauan luas dan pengaruh besar, terutama di kalangan generasi Z dan milenial.

Menurut data Sensor Tower, TikTok adalah aplikasi yang paling banyak diunduh di dunia pada 2023, dengan lebih dari 700 juta pengguna aktif per bulan.

TikTok juga menjadi platform yang memungkinkan interaksi langsung dan personal antara paslon dan pemilih, melalui fitur live streaming, duet, atau stitch.

Hal ini dapat meningkatkan engagement dan loyalitas, serta membangun citra dan elektabilitas paslon.

Namun, TikTok juga memiliki tantangan dan risiko tersendiri. Pertama, TikTok bukanlah platform yang didesain khusus untuk berpolitik, melainkan untuk berbagi hiburan dan kreativitas.

Oleh karena itu, tidak semua pengguna TikTok tertarik atau berniat untuk mengikuti kampanye paslon.

Bahkan, ada yang merasa terganggu atau jenuh dengan konten politik yang membanjiri aplikasi tersebut.

Kedua, TikTok juga rentan disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, atau ekstremisme.

Hal ini dapat memicu konflik, polarisasi, atau misinformasi di antara masyarakat. TikTok sendiri mengaku telah menghapus lebih dari 89 juta video yang melanggar kebijakan komunitasnya pada paruh pertama 2023.

Ketiga, TikTok juga harus berhadapan dengan hukum dan regulasi yang berlaku di Indonesia, terutama terkait dengan perlindungan data pribadi, hak cipta, dan etika penyiaran.

TikTok pernah mendapat ancaman pemblokiran oleh pemerintah pada 2018, karena dianggap mengandung konten negatif, seperti pornografi, kekerasan, atau radikalisme.

Oleh karena itu, para paslon dan tim suksesnya perlu berhati-hati dan cerdas dalam memanfaatkan TikTok sebagai sarana kampanye.

Mereka harus mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik dan preferensi audiens TikTok, serta menghindari hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

TikTok, sebagai platform, juga perlu meningkatkan kualitas dan kredibilitas kontennya, serta menjaga keamanan dan kenyamanan penggunanya.

TikTok harus berperan aktif dalam mencegah dan menangani pelanggaran yang terjadi di aplikasinya, serta bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti KPU, Bawaslu, atau Kemkominfo.

Dengan demikian, TikTok dapat menjadi medan pertempuran yang sehat, adil, dan demokratis bagi para paslon, sekaligus menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi para pemilih, khususnya generasi muda, dalam menentukan pilihan politiknya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article