Youth Movement Institute (YMI) Impikan Pemimpin Sumenep Lebih Maju

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read

jfID – Sumenep dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, aneka ragam budaya sampai detik ini masih belum mampu keluar dari keterpurukannya yang paling fundamental, yaitu kemiskinan. Tidak ada kebijakan yang sepenuhnya menyentuh akar rumput. Masyarakat Sumenep masih tetap berkubang memanjakan kehidupannya di bawah garis kemiskinan. Pantas saja Sumenep masuk dalam daftar kedua daerah termiskin se-Jawa Timur.

Sebagai kabupaten dengan potensi SDA yang cukup besar. Seharusnya Sumenep mampu mengeluarkan masyarakatnya dari jeratan kemiskinan. Sementara setiap hari eksplorasi jutaan barel minyak, kondensat dan ratusan juta kubik gas bahkan ribuan ikan dijaring dari lautnya dan garam diproduksi. Ada apa dengan Sumenep? Bagaimana sebetulnya yang terjadi dengan Sumenep sedangkan sumber daya alamnya sangat melimpah?

Ada beberapa faktor mengapa masyarakat Sumenep berkutat di bawah garis kemiskinan, ketimpangan dan ketertinggalan. Salah satunya timbulnya keberpihakan kebijakan pemangku kekuasaan yang sangat tendensius atau tidak kompatibel dengan tujuan kesejahteraan. Sebagian besar APBN kita terkuras untuk belanja rutin alias membiyai birokrasi yang ternyata kinerjanya tidak maksimal, seperti bengkaknya anggaran belanja pegawai, tunjangan, fasilitas dan biaya perjalanan birokrat ke berbagai daerah di Indonesia. Sementara subsidi dan belanja sosial justru semakin menurun. Akhirnya kekayaan sumber daya alam yang melimpah justru tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya.

Mengacu pada kondisi Sumenep di atas jelas adalah ironi. Sebab tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan tangan-tangan kotor yang menodai demokrasi dan cita-cita besar reformasi di Sumenep. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti aliran kritis yang memandang bahwa korupsi mampu memperburuk ketimpangan sosial disebabkan oleh struktur politik yang oligarkis. Dalam perspektif ini, demokrasi yang seharusnya menghadirkan distribusi kesejahteraan justru dibajak oleh para oligarki yang korup. Sehingga korupsi tidak lagi bisa dipahami sebagai tindakan kejahatan konvensional biasa, ia merupakan tindakan hiperkriminalitas—meminjam istilah Baudrillard dalam bukunya The Perfect Crime (1992), bahwa kejahatan akan menjadi hiper ketika ia berkembang sedemikian rupa melampaui realitas (hukum, moralitas, akal dan budaya) dan menuju tingkatan kejahatan yang sempurna.

Misalnya kasus korupsi Participating Interest (PI) Migas PT. Wus. Kabupaten Sumenep, seperti yang diberitakan oleh Jurnalfaktual.id pada 22 Juli 2019 dan sempat menjadi polemik pada tahun 2017-2019 silam. Dimana para bandit berkumpul disebuah kantor perwakilan PT. Wus. di The Bellezza Office Jakarta Selatan untuk klaim dana PI Migas sebesar 10% dari hasil eksploitasi migas di Sumenep. Dari empat Bandit itu, yang ironi adalah dugaan keterlibatan satu orang penting di Sumenep dalam proses tindak hiper kriminalitas PI. Migas tersebut. Namun ia justru tidak diproses dan lepas dari jeratan hukum meskipun, sejalan dengan yang disampaikan oleh Ketua LSM Garuda Nusantara (Garnus) Heman Wahyudi, S.H. sebagaimana dilansir oleh Bangsaonline.com pada 05 Januari 2020, bahwa ia merupakan dalang intelektual dalam proses terjadinya tindak korupsi tersebut.

Sebagai pemimpin atau tokoh penting di Sumenep seharusnya ia memiliki integritas tinggi. Artinya ia semestinya mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingannya sendiri. Ia juga harus cerdas, karena kecerdesan seorang pemimpin merupakan titik tertentu yang idealnya harus dimiliki. Dari kecerdasan itu, seorang pemimpin diharapkan dapat berfikir kreatif-transformatif dan peka terhadap perubahan atau kepentingan orang banyak. Sehingga ia mampu menciptakan inisiatif nyata dan menjanjikan. Dengan begitu ia mampu memulai suatu perubahan tanpa ada kesan paksaan dari lingkungan ataupun dari dunia disekitarnya. Tidak hanya itu saja, ia pun dituntut untuk bertanggungjawab atas semua keputusannya. Sehingga ia tidak lari dari segala konsekuensi yang diambilnya.
Perhelatan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep Madura, Jawa Timur, akan berlangsung pada 09 Desember 2020 mendatang. Meski belum dibuka pendaftaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, beberapa bakal calon bupati maupun wakil bupati sudah mengemuka. Maka hal ini merupakan langkah paling efektif untuk merumuskan kembali pemimpin yang tepat ideal memimpin Sumenep. Sudah saatnya masyarakat membuka mata siapa yang berhak dan pantas untuk diusung dalam memimpin Sumenep lima tahun mendatang.


Menjelang perhelatan pemilihan pemimpin Sumenep untuk periode lima tahun kedepan tersebut. Sudah saatnya masyarakat Sumenep harus tahu betapa membahayakannya korupsi atas ketimpangan sosial seperti kemiskinan dan lain sebagainya. Apalagi pemimpin yang pernah terjerat bahkan dalang intlektual terjadinya tindak korupsi, sepantasnya tidak boleh mendapatkan tampuk kekuasaan yang strategis. Dapat dipastikan masyarakat Sumenep akan tetap berkubang di bawah garis kemiskinan, jika salah satu dari bandit atau dalang intlektual korupsi PI. Migas Sumenep mendapatkan respon positif untuk dapat menduduki jabatan strategis di Sumenep.

Maka dari itu, Youth Movement Institute menolak keras terhadap praktek korupsi di Sumenep. Bahkan YMI pun menolak calon yang pernah terjerat kasus korupsi mencalonkan diri diperhelatan pemilihan bupati Sumenep mendatang. Sumenep harus bersih dari tindakan korupsi ataupun otak kotor para pemimpin yang selalu ingin memuaskan hasrat pribadi atau kolompok tertentu dan melupakan sumpahnya menyejahterakan masyarakat Sumenep.

Penulis: Muhammad Salihin, Youth Movement Institute (YMI).

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article