Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Headline

Peti Mati Demokrasi

by bramadapp
1 bulan ago
in Headline, Opini
Reading Time: 5min read
0
Keranda Demokrasi, Foto: Asrul Firga/tempo

Keranda Demokrasi, Foto: Asrul Firga/tempo

Share on FacebookShare on Twitter

jfid – Pak Karni mengumumkan ILC akhirnya pamit dari layar kaca pemirsah. Ini mungkin paku terakhir yang ditancapkan pada peti mati demokrasi di Indonesia.

Sayangnya, bagi sebagian orang tampaknya tak begitu. Saya melihat komentar di beberapa postingan banyak juga yang menyambutnya dengan gembira. Bagi mereka, ILC adalah acara sampah tempat orang saling menyebarkan kebencian.

Sepintas, itu mungkin benar. Tapi apa yang menakutkan saya adalah orang-orang menerima matinya demokrasi dengan riang gembira.

Ini tepat, seperti tesis yang ditulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam buku mereka How demoracies Dies. Di masa sekarang, demokrasi tidak mati karena istana kepresidenan dibakar, tank-tank militer di jalanan, dan undang-undang darurat diberlakukan.

Di masa sekarang, demokrasi bisa mati justru karena pemimpin yang dipilih oleh rakyat membajak demokrasi. Ia berusaha mengkondisikan lembaga legislatif dan yudikatif. Memakai lembaga penegak hukum sebagai senjata, menggencet pers dan lembaga swasta pengontrol lainnya.

BACAJUGA

PWNU NTB Gandeng Kakanwil Kemenag NTB Sosialisasikan LPJ BOP Pondok Pesantren Bantuan Covid-19

DPRD NTB Matangkan Raperda Desa Wisata

MPP Bangkalan Bakal Ada Posko Pelayanan Kesehatan Terpadu

Berdamai, Tim Maiq-Meres dan Wayent Wah Segera Lakukan Konsolidasi Demokrasi

Paradoks tragisnya adalah para pembunuh demokrasi menggunakan lembaga-lembaga demokratis itu sendiri: pelan-pelan, halus, sehingga orang-orang tak terasa atau mengira mereka masih hidup di negara demokrasi.

Polarisasi yang sangat tajam sejak Pilpres 2019 lalu memungkinkan hal ini terjadi. Preferensi politik diadu begitu keras hingga merasuk menjadi konflik eksistensial terkait agama dan ideologi versus hyper-nasionalism.

Pemerintah terpilih kemudian memanfaatkan aspirasi yang terbelah itu, untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan. Di sepanjang patahan garis politik, mereka mengambil salah satu sisi, membangun karung pasir, dan mengarahkan senjata ke kubu yang berseberangan di sisi yang lain.

Intimidasi ini membuat rakyat ketakutan. Tidak ada lagi yang leluasa untuk melakukan kritik. Karena mereka tahu, sewaktu-waktu logika hukum bisa ditekuk untuk memenjarakan mereka. Dalam norma demokrasi yang mulai tenggelam, semua mencari pegangan untuk bertahan.

Kita pernah berharap kepada Prabowo dan Gerindra, namun, mengabaikan semua retorika sebagai oposisi saat pemilu lalu, mereka bergabung dengan kekuasaan. Mereka melecehkan kepercayaan yang diberikan rakyat.

Rakyat yang sebagian besar umat Islam kemudian bersandar pada tokoh yang paling mereka percaya, yang akrab secara budaya dan agama. Namun ini rupanya membawa kerumitan tersendiri, karena menyandarkan misi demokrasi kepada seorang ulama, akan kembali menyuburkan narasi klasik tentang radikalisme.

Kini rakyat tinggal berharap pada pilar demokrasi keempat: pers. Namun usaha untuk menghormati kebebasan pers telah lama hilang dari pemerintah kita. Mereka yang tersisa mendapatkan tekanan dari pemilik perusahaan, sementara yang lainnya melakukan self-sensor atas pemberitaan. “Gelombang terlalu besar,” kata Karni Ilyas, pada suatu waktu.

Anda bisa membayangkan bagaimana demokrasi kita mungkin tidak bisa diselamatkan lagi: partai politik tidak lagi menjadi oposisi yang didengar, atau terdengar. Para intelektual publik menghibur diri sendiri dengan berbagai wacana yang mengolok-olok intelektualitas mereka. Orang-orang sudah ketakutan karena mereka diintai dan bisa dilaporkan dengan alasan seremeh menceritakan mimpi saat tidur.

Saya kira, hanya satu yang tersisa, tempat kita menaruh harapan: Tuhan. Berdoalah semoga erosi demokrasi ini segera berlalu, dan hukum besi sejarah akan tiba. Mereka yang dizalimi akan mendapatkan keadilan, mereka yang menzalimi akan mendapatkan pembalasan.

ShareTweetSendShare

Related Posts

Gambar ilustrasi (produksi: Mardigu Wowiek)

Perang Yuk dengan Tiongkok dan Amerika

2 hari ago

Perdagangan Komoditas Kelautan – Perikanan Teluk Saleh

2 hari ago
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat sidak Gudang Pupuk di Indramayu

Syahrul Yasin Limpo Jabat Menteri Pertanian, Kelangkaan Pupuk tak Selesai

1 minggu ago
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping (Foto: AFP)

Pasti di Take Down Lagi Informasi tentang Tiongkok ini (Baca Cepat)

1 minggu ago
Rusdianto Samawa, dalam Kongres Nelayan Indonesia

Membedah PNBP KKP, Target Strategis; Mampukah?

2 minggu ago

Sikap Front Nelayan Indonesia (FNI) Soal Drone Ngepet

2 minggu ago
Load More
Next Post
Foto : DPRD NTB saat Raperda Desa Wisata

DPRD NTB Matangkan Raperda Desa Wisata

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Foto : Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sekaligus mantan Kapolri Jenderal (Purn) Tito Karnavian
Berita

Ini Pesan Tito Karnavian ke Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit

18/01/2021
Foto : Gubernur NTB Dr. H Zulkieflimansyah bersama pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) saat Rapat Kerja KONI NTB 2021 yang berlangsung di Hotel Astoria
Berita

Bang Zul Ajak KONI dan Seluruh Atlet Kompak Serta Jaga Kebersamaan di PON Papua

18/01/2021
Berita

Maling Sapi di Desa Gadu Timur Ganding Diringkus Polisi

18/01/2021
Gambar ilustrasi (produksi: Mardigu Wowiek)
Headline

Perang Yuk dengan Tiongkok dan Amerika

18/01/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.