KPU! Haruskah Kita Membayar Mahal untuk Demokrasi?

Noer Huda
3 Min Read
KPU! Haruskah Kita Membayar Mahal untuk Demokrasi?
KPU! Haruskah Kita Membayar Mahal untuk Demokrasi?

jfid – Pemilihan Umum, fondasi demokrasi, merupakan upaya bersama dalam menentukan arah sebuah negara. Namun, harga yang harus dibayar untuk menjalankan proses ini terus melonjak, meninggalkan tanda tanya besar dalam ketersediaan anggaran dan keberlanjutan demokrasi.

Anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 yang mencapai Rp 76,6 triliun, naik 178 persen dari angka Pemilu 2019, menyoroti sebuah pertanyaan: apakah biaya ini terlalu mahal untuk demokrasi?

Sejumlah faktor menjelaskan kenaikan ini: peningkatan jumlah pemilih, penambahan tempat pemungutan suara, penyesuaian honor petugas Pemilu, dan biaya logistik yang terus meningkat.

Namun, tidak seharusnya kenaikan anggaran ini menjadi beban yang berat untuk negara. Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah melalui pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan Pemilu.

Penggunaan teknologi, seperti e-voting atau pemungutan suara elektronik, telah terbukti efektif di berbagai negara. Amerika Serikat, Belanda, India, dan banyak lagi telah mengadopsi e-voting, menghemat biaya penyelenggaraan Pemilu hingga miliaran.

Di samping itu, e-voting dapat mempercepat proses perhitungan suara, menekan risiko kecurangan, serta memberikan kenyamanan bagi pemilih dengan memungkinkan mereka untuk melakukan pemungutan suara dari lokasi yang jauh.

AS sendiri, dalam Pemilu 2016, menggunakan mesin pemindai surat suara canggih yang mampu menghitung suara dengan akurat dan minim kemungkinan kecurangan. Meski masih menggunakan surat suara, teknologi ini memungkinkan penghitungan hasil secara online dan real-time.

Namun, upaya digitalisasi Pemilu bukan sekadar tentang teknologi. Hal ini juga berkaitan dengan efisiensi pengelolaan dana publik. Anggaran yang semakin melonjak perlu diimbangi dengan inovasi dalam pengeluaran.

Misalnya, keputusan untuk menaikkan honorarium petugas Pemilu perlu dianalisis ulang, sejalan dengan pendekatan efektifitas biaya yang lebih bijaksana.

Pertanyaannya bukan hanya tentang seberapa besar anggaran yang dialokasikan, tetapi juga bagaimana alokasi tersebut dapat dioptimalkan untuk menghasilkan efisiensi dan efektivitas yang lebih baik.

Adopsi teknologi dalam proses pemungutan suara bukan hanya tentang mengurangi biaya, tetapi juga meningkatkan transparansi, keamanan, dan aksesibilitas bagi seluruh warga negara.

Kita memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi dalam menghadapi persoalan anggaran penyelenggaraan Pemilu.

Kombinasi antara perubahan kebijakan, teknologi, dan manajemen anggaran yang cerdas dapat menjadi solusi untuk mengurangi beban finansial yang tidak proporsional dalam menjalankan Pemilu.

Demokrasi adalah hak yang harus dijaga, namun, biayanya haruslah sebanding dengan manfaatnya. Melalui inovasi teknologi dan manajemen anggaran yang efisien, kita dapat memastikan bahwa demokrasi tetap terjaga tanpa harus membayar harga yang terlalu mahal.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article