Puasa Nisfu Syaban, Antara Sunnah dan Budaya

Shofiyatul Millah
4 Min Read
Puasa Nisfu Syaban, Antara Sunnah dan Budaya
Puasa Nisfu Syaban, Antara Sunnah dan Budaya

jfid – Puasa Nisfu Syaban adalah puasa sunnah yang dilakukan pada pertengahan bulan Syaban.

Puasa ini memiliki keutamaan tersendiri, namun juga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.

Bagaimana sejarah, hukum, dan praktik puasa Nisfu Syaban di Indonesia?

Minggu 25 Februari 2024. Hari itu, sebagian umat Islam di Indonesia akan menjalankan puasa sunnah Nisfu Syaban.

Puasa ini dilakukan pada tanggal 15 Syaban, atau hari pertengahan bulan Syaban, yang merupakan bulan kedelapan dalam kalender Hijriah.

Puasa Nisfu Syaban memiliki keutamaan yang disebutkan dalam beberapa hadis.

Salah satunya adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari, yang menyatakan bahwa Allah SWT memperhatikan pada malam Nisfu Syaban dan memberi ampunan kepada semua makhluk-Nya, kecuali kepada orang musyrik dan orang yang bermusuhan.

Selain itu, puasa Nisfu Syaban juga merupakan persiapan menjelang bulan Ramadhan, yang merupakan bulan wajib berpuasa bagi umat Islam.

Dengan berpuasa di bulan Syaban, seseorang dapat melatih dirinya untuk berpuasa di bulan Ramadhan dengan lebih mudah dan lancar.

Namun, puasa Nisfu Syaban juga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan umat Islam.

Sebagian ulama berpendapat bahwa puasa Nisfu Syaban adalah bid’ah, atau perkara baru yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam.

Mereka menganggap bahwa puasa Nisfu Syaban tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, melainkan oleh generasi-generasi setelahnya.

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa puasa Nisfu Syaban adalah sunnah, atau perkara yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Mereka mengutip beberapa hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sering berpuasa di bulan Syaban, terutama pada pertengahan bulannya.

Perbedaan pendapat ini juga tercermin dalam praktik puasa Nisfu Syaban di Indonesia. Di beberapa daerah, puasa Nisfu Syaban menjadi tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat.

Misalnya, di Aceh, puasa Nisfu Syaban disebut dengan puasa Rebo Wek. Di Jawa, puasa Nisfu Syaban disebut dengan puasa Ruwahan.

Di daerah-daerah tersebut, puasa Nisfu Syaban tidak hanya dilakukan secara individu, melainkan juga secara kolektif.

Masyarakat biasanya mengadakan acara-acara khusus, seperti zikir, doa, tahlil, dan sedekah.

Mereka juga mengunjungi makam para leluhur dan kerabat yang telah meninggal, untuk mendoakan mereka dan memohon ampunan Allah SWT.

Di sisi lain, di beberapa daerah lain, puasa Nisfu Syaban tidak begitu populer.

Masyarakat lebih memilih untuk berpuasa sunnah pada hari-hari tertentu, seperti Senin-Kamis, Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah), atau puasa Daud (puasa sehari, berbuka sehari).

Puasa Nisfu Syaban, antara sunnah dan budaya, menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk diamati.

Puasa ini menunjukkan keragaman dan kekayaan Islam di Indonesia, yang memiliki berbagai macam tradisi dan pemahaman.

Puasa ini juga menjadi ajang untuk meningkatkan ketaqwaan dan kebersamaan di antara umat Islam, yang berbeda-beda tetapi tetap bersaudara.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article