Pemilu 2024: Strategi Politik Prabowo, Ganjar dan Anies, Manis atau Hanya Tipu-tipu?

Noer Huda
4 Min Read
Debat Pertama Calon Presiden 2024 Anies Baswedan, Toleransi Bukan Sekadar Slogan, Tapi Sikap Hidup
Debat Pertama Calon Presiden 2024 Anies Baswedan, Toleransi Bukan Sekadar Slogan, Tapi Sikap Hidup

jfid – Sebagai seorang pemilih milenial yang aktif mengikuti perkembangan politik di Indonesia, saya tidak bisa mengabaikan pergeseran strategi yang dilakukan oleh tokoh politik seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan menjelang Pemilu 2024.

Saya merasa penting untuk mengungkapkan keprihatinan dan harapan saya terhadap pendekatan politik identitas yang mereka pilih.

Melihat Prabowo Subianto, seorang tokoh politik yang saya kenal sebagai pribadi yang karismatik, saya tidak bisa tidak merasa heran dengan retorika “kelas” dan identitas pribumi yang sering beliau gunakan.

Meskipun saya memahami bahwa politik identitas adalah bagian dari strategi pemilu yang umum, saya bertanya-tanya apakah pendekatan ini benar-benar mencerminkan nilai-nilai dan visi masa depan Indonesia yang inklusif dan beragam.

Di sisi lain, Anies Baswedan, mencoba mengakomodasi generasi milenial dengan memahami kepentingan kami dalam politik identitas.

Namun, pertanyaan yang terus menghantui pikiran saya adalah apakah ini hanya sekadar strategi pencitraan politik belaka. Melihat kemaren-kemaren beliau menonton “One Piece” bersama keluarganya, kok bisa-bisanya nonton anime bersama keluarga, dan itu pun one piece, yang mana karakter-karakter ceweknya berpakaian vulgar, kalo saya ngajak bokap saya sendiri, wah digebukin ujung-ujungnya.

Nah ini yang membuat saya bertanya-tanya, apakah ini hanya sebuah trik pencitraan politik belaka atau apakah mereka benar-benar berusaha menggali pemahaman yang lebih dalam tentang aspirasi kami.

Ganjar Pranowo yang merupakan cawapres yang langkah-langkah politiknya sangat dekat dengan Milineal pun ikut andil dalam melakukan pencitraan.

Siaran azan yang kemaren-kemaren di mana Ganjar tampil dalam latar belakang masjid dengan suara azan magrib sebagai latar belakang di salah satu stasiun televisi terbesar di Indonesia. Siaran ini, tentunya menurut saya hanyalah merupakan bentuk politik identitas yang disamarkan.

pertanyaan muncul dalam benak saya: apakah memang perlu seorang figur politik untuk mengingatkan kita akan kewajiban agama? Emang haruskah para politis berpura-pura jadi pemuka agama, ustadz, kyai, atau apalah itu.

Bukankah Kewajiban keagamaan seharusnya menjadi tanggung jawab pribadi yang tidak harus digantungkan pada politik.

Sebagai pemilih muda, saya percaya bahwa para pemimpin harus berkomunikasi dengan kami tidak hanya melalui tindakan-tindakan simbolis atau pidato-pidato yang berkesan.

Kami menginginkan pemimpin yang benar-benar mendengar suara kami, memahami kekhawatiran kami, dan merespons kebutuhan kami melalui kebijakan-kebijakan konkret.

Pemilu 2024 adalah saat yang krusial bagi masa depan Indonesia, dan kami, generasi milenial, adalah bagian integral dari proses demokrasi ini. Kami tidak hanya ingin menjadi target kampanye atau alat untuk mencapai tujuan politik.

Kami ingin menjadi bagian dari solusi, kami ingin melihat pemimpin-pemimpin yang mampu membawa perubahan positif, memajukan negara ini, dan menciptakan lingkungan yang inklusif untuk semua warga.

Oleh karena itu, saya berharap bahwa para pemimpin yang mencoba mendekati kami melalui politik identitas juga memberikan ruang bagi suara kami, mendengar aspirasi kami, dan membangun Indonesia yang lebih baik, bersama-sama.

Hanya dengan keseimbangan antara pencitraan politik dan tindakan nyata, kami, generasi milenial, akan merasa dihargai dan diakui sebagai pemegang peran penting dalam membentuk masa depan bangsa ini.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article