jfid – Prabowo Subianto, calon presiden yang gagal dua kali, kini berada di persimpangan jalan. Ia harus segera memutuskan siapa yang akan mendampinginya sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024 mendatang. Jika tidak, ia bisa kehilangan dukungan dari partai-partai koalisinya, terutama Partai Golkar.
Prabowo Subianto adalah ketua umum Partai Gerindra, partai yang memiliki kursi terbanyak kedua di DPR setelah PDIP. Ia pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2014 dan 2019, namun kalah dari Joko Widodo. Kini, ia kembali mencoba peruntungannya untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Namun, Prabowo Subianto tampaknya belum menentukan siapa yang akan menjadi pasangannya sebagai cawapres. Padahal, pendaftaran capres dan cawapres akan dibuka pada periode 19-26 Oktober 2023. Hal ini menimbulkan spekulasi dan ketidakpastian di kalangan partai-partai koalisinya.
Salah satu partai yang paling menantikan keputusan Prabowo Subianto adalah Partai Golkar, partai yang memiliki kursi terbanyak ketiga di DPR. Partai Golkar dipimpin oleh Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di Kabinet Indonesia Maju. Airlangga Hartarto disebut-sebut sebagai salah satu kandidat cawapres Prabowo Subianto.
Airlangga Hartarto dan Partai Golkar diyakini memiliki jaringan dan akar rumput yang kuat dalam mendukung pemenangan Prabowo Subianto. Selain itu, Airlangga Hartarto juga memiliki kapasitas dan pengalaman sebagai pejabat publik dan pengusaha. Ia dianggap mampu melengkapi kekurangan Prabowo Subianto, terutama dalam bidang ekonomi.
Namun, Prabowo Subianto tampaknya belum memberi sinyal positif kepada Airlangga Hartarto dan Partai Golkar. Ia masih mempertimbangkan beberapa nama lain sebagai cawapresnya, seperti Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Mahfud MD. Hal ini membuat Partai Golkar merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya oleh Prabowo Subianto.
Apalagi, belakangan ini muncul kabar bahwa PDIP mulai menemui tokoh-tokoh senior Partai Golkar seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan Jusuf Kalla. Hal ini bisa jadi sinyal bahwa PDIP sedang mencoba merayu Partai Golkar untuk bergabung dengan koalisinya yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres.
Jika hal ini terjadi, maka Prabowo Subianto akan kehilangan salah satu partai pendukungnya yang paling besar dan solid. Ia juga akan kehilangan peluang untuk mendapatkan suara dari basis pemilih Partai Golkar yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini tentu akan merugikan Prabowo Subianto dalam persaingannya dengan Ganjar Pranowo.
Oleh karena itu, Prabowo Subianto perlu segera memberi kepastian terkait sosok cawapresnya. Ia harus memilih antara mempertahankan koalisinya dengan Partai Golkar atau mencari partai lain yang mau mendukungnya. Jika tidak, ia bisa jadi akan menjadi calon presiden yang gagal tiga kali.