Mahasiswa Aceh gerak Cepat Usir Pengungsi Rohingya!

Shofiyatul Millah
6 Min Read
Mahasiswa Aceh gerak Cepat Usir Pengungsi Rohingya!
Mahasiswa Aceh gerak Cepat Usir Pengungsi Rohingya!

jfid – Suasana di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), tempat penampungan sementara bagi ratusan pengungsi Rohingya, tiba-tiba menjadi gaduh dan mencekam pada Rabu (27/12/2023).

Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Aceh datang dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan Tolak Rohingya dan Rohingya Pulang.

Mereka menuntut agar pemerintah segera menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh sejak beberapa bulan terakhir.

Mereka menganggap bahwa pengungsi Rohingya telah menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari gesekan sosial, ekonomi, hingga keamanan.

Tanpa basa-basi, para mahasiswa langsung memaksa para pengungsi untuk meninggalkan BMA dan naik ke truk yang telah disiapkan.

Aksi ini sontak membuat para pengungsi, terutama perempuan dan anak-anak, ketakutan dan menangis. Mereka berusaha memohon agar tidak diusir, namun sia-sia.

“Kami mengangkat Rohingya ke mobil, kita mengantarkan Rohingya ke Kemenkumham Aceh,” ujar Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi T Wariza Ismandar, seperti dikutip dari Antara.

Menurut Wariza, tujuan mereka membawa pengungsi Rohingya ke kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Aceh adalah untuk mendesak pemerintah agar segera mendeportasi mereka ke negara asalnya atau negara ketiga yang bersedia menampung mereka.

“Belum ada tindakan, jadi kita minta Imigrasi untuk mendeportasi Rohingya,” tegasnya.

Wariza juga mengatakan bahwa aksi mereka didasari oleh keprihatinan terhadap kondisi Aceh yang semakin terganggu oleh keberadaan pengungsi Rohingya.

Ia mengklaim bahwa pengungsi Rohingya telah melakukan berbagai pelanggaran, seperti mencuri, merusak fasilitas umum, hingga mengancam keselamatan warga Aceh.

“Kita tidak mau Aceh menjadi tempat sampah Rohingya. Kita tidak mau Aceh menjadi tempat transit Rohingya. Kita tidak mau Aceh menjadi tempat penampungan Rohingya. Kita tidak mau Aceh menjadi tempat penyaluran Rohingya,” ujarnya.

Aksi mahasiswa ini mendapat reaksi beragam dari berbagai pihak. Sebagian mengapresiasi sikap kritis dan peduli mahasiswa terhadap nasib Aceh.

Sebagian lagi mengkritik tindakan mahasiswa yang dinilai tidak beradab dan tidak berempati terhadap pengungsi Rohingya yang merupakan korban krisis kemanusiaan.

Salah satu yang mengecam aksi mahasiswa adalah Gus Hilmy, seorang aktivis dan peneliti yang pernah melakukan penelitian tentang pengungsi Rohingya di Aceh.

Ia menilai bahwa aksi mahasiswa tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai Islam dan Aceh yang dikenal sebagai daerah yang ramah dan toleran.

“Mahasiswa Aceh harusnya menjadi contoh bagi masyarakat Aceh dalam menyikapi masalah pengungsi Rohingya. Mereka harusnya menjadi agen perubahan yang positif, bukan malah menjadi agen kebencian yang negatif,” kata Gus Hilmy, seperti dikutip dari Tribunnews.

Gus Hilmy juga mempertanyakan siapa yang memfasilitasi dan membiayai aksi mahasiswa tersebut.

Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghasut dan memanfaatkan mahasiswa untuk mengusir pengungsi Rohingya demi kepentingan politik atau ekonomi.

“Siapa yang memberikan truk, spanduk, poster, dan atribut lainnya? Siapa yang memberikan informasi palsu dan provokatif tentang pengungsi Rohingya? Siapa yang memberikan izin dan pengawalan kepada mahasiswa untuk melakukan aksi tersebut? Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.

Sementara itu, pemerintah pusat dan daerah bergerak cepat untuk menangani dampak dari aksi mahasiswa tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD langsung memerintahkan agar pengungsi Rohingya yang dibawa ke kantor Kemenkumham Aceh dipindahkan kembali ke BMA.

“Kita sudah minta mereka dikembalikan ke tempat semula. Kita juga sudah minta pemerintah daerah untuk menjaga keamanan dan kenyamanan mereka,” kata Mahfud, seperti dikutip dari Kompas.com.

Mahfud juga mengatakan bahwa pemerintah terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk PBB dan negara-negara lain, untuk mencari solusi terbaik bagi pengungsi Rohingya.

Ia meminta agar masyarakat Aceh bersabar dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak benar.

“Kita harus menghormati hak-hak mereka sebagai manusia yang membutuhkan perlindungan. Kita juga harus menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini menjadi ciri khas Aceh,” ujarnya.

Pengungsi Rohingya adalah kelompok etnis Muslim yang berasal dari negara bagian Rakhine di Myanmar.

Mereka telah mengalami diskriminasi, penganiayaan, dan kekerasan yang sistematis oleh pemerintah dan militer Myanmar sejak puluhan tahun lalu.

Akibatnya, ratusan ribu pengungsi Rohingya melarikan diri ke negara-negara tetangga, seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan Indonesia.

Di Indonesia, sebagian besar pengungsi Rohingya terdampar di Aceh, baik melalui jalur laut maupun darat.

Menurut data UNHCR, badan PBB yang menangani pengungsi, hingga awal Desember 2023, terdapat sekitar 1.500 pengungsi Rohingya yang berada di Indonesia, termasuk 137 yang ditampung di BMA.

Mereka masih menunggu kepastian status dan masa depan mereka, baik di Indonesia maupun di negara lain.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article