Kontroversi Nasab Keturunan Nabi Muhammad SAW: Benarkah Klan Ba Alawi Palsu?

Rasyiqi
By Rasyiqi
4 Min Read

Diskursus tentang nasab keturunan Nabi Muhammad SAW kembali mencuat di kalangan umat Islam Indonesia. Hal ini dipicu oleh ceramah dan seminar yang disampaikan oleh KH Imaduddin Utsman Al-Bantani, seorang ulama dan penulis buku Sejarah Habib.

Dalam ceramahnya, KH Imaduddin menantang para habib yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui klan Ba Alawi untuk membuktikan silsilah mereka secara ilmiah. Ia menyatakan bahwa klan Ba Alawi tidak memiliki nasab yang tercatat selama 500 tahun dan salah nama dalam silsilah mereka.

Klan Ba Alawi adalah keluarga keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka berasal dari Hadramaut, Yaman, dan banyak yang menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Mereka mengklaim bahwa nasab mereka adalah Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Al-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Al-Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein Bin Fatimah Az Zahra binti Nabi Muhammad SAW.

Namun, menurut KH Imaduddin, nasab seperti ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ia mengutip beberapa kitab nasab utama yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu, seperti As-Sajarah Al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurrazi, An-Nashabul Qudsi karya Imam As-Sakhawi, dan An-Nashabul Mubarak karya Imam As-Suyuthi.

Dalam kitab-kitab tersebut, tidak ada nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad Al-Muhajir. Bahkan, dalam kitab As-Sajarah Al-Mubarokah, disebutkan bahwa anak Ahmad Al-Muhajir hanya tiga, yaitu Muhammad, Ali, dan Husain.

KH Imaduddin juga mengkritik cara para habib dalam menelusuri nasab mereka. Ia mengatakan bahwa mereka hanya mengandalkan riwayat lisan tanpa memeriksa sumber-sumber tertulis yang lebih kuat. Ia menilai bahwa hal ini sangat berbahaya karena bisa menimbulkan kesalahan dan kebohongan dalam nasab.

Ia mencontohkan kasus Habib Rizieq Shihab yang pernah dikritik oleh Habib Salim Asy-Syatiri karena mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

KH Imaduddin juga menegaskan bahwa ia tidak bermaksud untuk menghina atau merendahkan para habib. Ia hanya berusaha untuk mengungkap kebenaran sejarah dan mengajak para habib untuk lebih jujur dan kritis dalam menelusuri nasab mereka.

Ia juga mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mudah terpesona oleh gelar-gelar habib, tetapi lebih menghormati orang-orang yang berilmu dan bertakwa.

Ceramah dan seminar KH Imaduddin ini mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat. Sebagian orang mengapresiasi upaya KH Imaduddin dalam mengoreksi nasab keturunan Nabi Muhammad SAW.

Mereka berpendapat bahwa hal ini penting untuk menjaga kehormatan dan kemurnian nasab Nabi Muhammad SAW. Mereka juga berharap agar para habib yang merasa tersinggung dapat membuka hati dan pikiran mereka untuk menerima kritik yang konstruktif.

Namun, sebagian orang lain mengecam KH Imaduddin sebagai orang yang tidak tahu adab dan tidak menghormati para habib.

Mereka menuduh KH Imaduddin sebagai orang yang iri dan dengki terhadap para habib yang memiliki pengaruh dan kedudukan di masyarakat. Mereka juga menantang KH Imaduddin untuk membuktikan nasabnya sendiri sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Diskursus tentang nasab keturunan Nabi Muhammad SAW ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Belum ada titik temu yang dapat menyatukan pandangan-pandangan yang berbeda.

Namun, yang pasti, diskursus ini telah menunjukkan betapa pentingnya bagi umat Islam untuk mempelajari sejarah dengan objektif dan kritis, serta tidak mudah terpengaruh oleh klaim-klaim yang tidak memiliki dasar ilmiah.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article