Menjelajah Pekatnya Ketiak Kelud

Herry Santoso
3 Min Read
Ilustrasi Harimau
Ilustrasi Harimau

Melacak Jejak Harimau Jawa

jfid – HARIMAU JAWA (Panthera tigris sondaica) memang dianggap telah punah keberadaannya sejak dekade 70-an. Tetapi menurut pengakuan para pencari madu liar dan rebung di “ketiak Kelud” cukup mengejutkan dan mengusik keinginan penulis untuk melacak jejak “si mbahe” itu.


“Sumpah kami baru jumpa dengan harimau loreng sebesar pedhet (anak sapi) di lereng selatan Kelud !” tegas Nursalim (40), dan Yatno (36) bernada serius pada penulis. Sungguhpun demikian, penulis masih belum yakin benar atas penuturan dua orang yang pekerjaanya keluar-masuk hutan Kelud itu.

Dari rasa penasaran penulis itulah yang kemudian mendorong untuk melacak jejak hewan buas yang keberadaannya di antara ada dan tiada tersebut.

            

UDARA dingin masih mengigit ketika langkah kami mulai menyentuh kawasan Bukit Teletubis (11/02/’19). Embun banyak menempel di dedaunan. Berkilauan bak butiran mutiara. Padahal mentari mulai memanjat ufuk. Ya, sekitar pukul 8.15 lah. Segarnya udara pun menyeruak rongga dada. Sejenak penulis menghentikan langkah, tertegun dengan sarang burung manyar yang banyak bergelantungan di pohon hutan kawasan Bukit Embuk (918 m/dpl). Namun (diam-diam) sesaat kemudian, rasa takut pun mulai menghinggapi benak penulis. Jangan-jangan ada harimau kelaparan yang tiba-tiba menerkam penulis dari belakang tatkala memasuki bibir rimba Kelud yang sebenarnya.

Dari ketinggian itu samar-samar di batas cakrawala tampak komplek loji Perkebunan Candisewu, dan Gambaranyar. Juga samar-samar pula rerimbunan pohon beringin di aloon-aloon Kota Blitar. Tetapi begitu mengamati sekitar yang ada cuma kepekatan rimba hiterogen (hujan tropis). Penulis harus naik lebih ke atas lagi agar bisa mengamati danau kecil di hulu sungai lahar. Di danau itu biasanya harimau akan minum setidaknya satu kali dalam sehari.

Diam dan diam. Mata memelototi kejauhan, barangkali ada makhluk yang kami tunggu-tunggu keluar dari habitatnya. Matahari pun mulai tergelincir di langit barat. Angin kemarau berdesau lembut di antara pucuk pepohonan. Bahkan mata mulai pedih mengamati danau itu. Astagfirullah, penulis terkesiap melihat pemandangan di depan sana. Ada empat binatang berlompatan dari rerimbunan semak. Tapi aneh, bukannya sebesar anak sapi sebagaimana penuturan warga tadi melainkan sebesar induk kucing. Berwarna hitam loreng-loreng coklat muda. Itu jelas bukan harimau Jawa, akan tetapi kelompok Macan Rembah yakni spesies harimau kerdil yang banyak hidup di hutan Kelud.

‘Saya yakin, dua orang tadi mengidap overhalusinasi hingga ada desakan untuk menebar hoaks. Hahaaaaa….!” ujar Sugeng, teman penulis bercanda.


“Lha itu ada macan di belakangmu !” seru penulis.
“Hoooeee…!” pekiknya sambil melompat yg membuat perut penulis mulas lantaran menahan tawa.

Tentang Penulis : Hery Santoso, Penulis dan Sastrawan Indonesia angkatan 80 an. Tinggal dan menetap di Blitar.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article