Sejarah, Siapa yang Menulisnya?

Noer Huda
8 Min Read
Sejarah, Siapa yang Menulisnya?
Sejarah, Siapa yang Menulisnya?

jfid – Sejarah adalah salah satu ilmu humaniora yang mempelajari masa lalu manusia. Namun, sejarah tidak selalu bersifat objektif dan netral. Banyak faktor yang mempengaruhi cara pandang dan penulisan sejarah, salah satunya adalah kekuasaan.

Ada sebuah pernyataan terkenal dari Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris, yang mengatakan bahwa “sejarah ditulis oleh pemenang”.

Artinya, sejarah cenderung menggambarkan sudut pandang dan kepentingan dari pihak yang menang dalam pertarungan politik. Namun, apakah pernyataan ini benar adanya?

Dalam artikel ini, kita akan mencoba menelusuri bagaimana sejarah ditulis dan ditafsirkan oleh berbagai pihak, baik yang menang maupun yang kalah, baik yang berkuasa maupun yang tertindas.

Kita akan melihat beberapa contoh kasus dari sejarah dunia dan sejarah Indonesia, serta mencari jalan keluar yang baik untuk menulis sejarah secara objektif.

Konteks Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi penulisan sejarah adalah konteks politik dan kekuasaan. Pihak yang berkuasa, baik dalam skala nasional maupun internasional, cenderung memiliki akses dan pengaruh lebih besar dalam menentukan narasi sejarah yang dominan.

Mereka juga bisa memanfaatkan sejarah sebagai alat legitimasi, propaganda, atau pembenaran atas tindakan-tindakan mereka.

Beberapa contoh kasus yang bisa kita lihat adalah sebagai berikut:

  • Sejarah Rusia pada tahun 1917, ketika terjadi revolusi Bolshevik yang menggulingkan pemerintahan Tsar dan mendirikan Uni Soviet. Sejarah revolusi ini ditulis oleh para pemenang, yaitu kaum komunis, yang mengagungkan peran Vladimir Lenin dan Joseph Stalin, serta menghapus jejak-jejak dari lawan-lawan politik mereka, seperti Leon Trotsky dan Nikolai Bukharin.
  • Sejarah Indonesia pada tahun 1965-1966, ketika terjadi peristiwa G30S dan pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru. Sejarah peristiwa ini ditulis oleh pihak yang berkuasa, yaitu Soeharto dan TNI AD, yang menuduh PKI sebagai dalang utama dari percobaan kudeta dan melakukan pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI. Sejarah ini kemudian diajarkan di sekolah-sekolah melalui buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang sangat subjektif dan tendensius.
  • Sejarah Jepang pada Perang Dunia II, ketika Jepang mengalami kekalahan dan pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki. Sejarah perang ini ditulis oleh pihak yang berkuasa, yaitu pemerintah Jepang, yang mencoba menyembunyikan atau mereduksi fakta-fakta mengenai agresi militer dan kekejaman Jepang di Asia, termasuk di Indonesia. Sejarah ini kemudian diajarkan di sekolah-sekolah dengan cara yang minim dan samar-samar.

Dari contoh-contoh di atas, kita bisa melihat bahwa sejarah memang seringkali ditulis oleh pihak yang berkuasa, yang bisa saja merupakan pemenang dalam pertarungan politik.

Namun, apakah itu berarti tidak ada sejarah alternatif atau sejarah dari bawah yang ditulis oleh pihak yang kalah atau tertindas?

Sejarah Alternatif dan Sejarah dari Bawah

Meskipun sejarah dominan seringkali ditulis oleh pihak yang berkuasa, bukan berarti tidak ada upaya untuk menulis sejarah alternatif atau sejarah dari bawah. Sejarah alternatif adalah sejarah yang berbeda atau bertentangan dengan sejarah resmi atau sejarah dominan.

Sejarah dari bawah adalah sejarah yang mengangkat suara dan pengalaman dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau terabaikan dalam sejarah dominan, seperti rakyat jelata, kaum perempuan, kaum minoritas, dan lain-lain.

Beberapa contoh kasus yang bisa kita lihat adalah sebagai berikut:

  • Sejarah Indonesia pada masa kolonialisme Belanda, ketika Indonesia dijajah selama 350 tahun. Sejarah ini ditulis oleh pihak yang berkuasa, yaitu Belanda, yang mengklaim bahwa mereka membawa peradaban dan kemajuan bagi Indonesia. Namun, ada juga sejarah alternatif yang ditulis oleh para pejuang kemerdekaan, seperti Bung Hatta, yang mengkritik dan menolak anggapan tersebut. Mereka menunjukkan bahwa penjajahan Belanda sebenarnya hanya berlangsung selama 126 tahun, dan bahwa Indonesia sudah memiliki peradaban dan budaya yang maju sebelum kedatangan Belanda.
  • Sejarah Indonesia pada masa Orde Baru, ketika Indonesia mengalami pembangunan ekonomi dan stabilitas politik. Sejarah ini ditulis oleh pihak yang berkuasa, yaitu Soeharto, yang menggambarkan dirinya sebagai bapak pembangunan dan pemersatu bangsa. Namun, ada juga sejarah alternatif yang ditulis oleh para aktivis, peneliti, dan korban pelanggaran HAM, yang mengungkap dan mengkritik sisi gelap dari rezim Orde Baru, seperti korupsi, nepotisme, militerisme, penindasan, dan kekerasan.
  • Sejarah dunia pada Perang Dingin, ketika dunia terbagi menjadi dua blok, yaitu blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Sejarah ini ditulis oleh pihak yang berkuasa, yaitu Amerika Serikat, yang menggambarkan dirinya sebagai pihak yang membela demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia, serta menang melawan komunisme. Namun, ada juga sejarah alternatif yang ditulis oleh pihak yang berseberangan, yaitu Uni Soviet, yang menggambarkan dirinya sebagai pihak yang membela sosialisme, kesetaraan, dan kesejahteraan rakyat, serta melawan imperialisme.

Dari contoh-contoh di atas, kita bisa melihat bahwa sejarah alternatif dan sejarah dari bawah seringkali ditulis oleh pihak yang kalah atau tertindas, yang ingin menyuarakan perspektif dan pengalaman mereka yang berbeda atau bertentangan dengan sejarah dominan.

Namun, apakah itu berarti sejarah alternatif dan sejarah dari bawah lebih objektif dan netral daripada sejarah dominan?

Objektivitas dan Netralitas dalam Sejarah

Salah satu tantangan terbesar dalam menulis sejarah adalah bagaimana mencapai objektivitas dan netralitas. Objektivitas adalah sikap yang tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh perasaan, pendapat, atau kepentingan pribadi.

Netralitas adalah sikap yang tidak memihak dan tidak mendukung salah satu pihak dalam suatu konflik atau perselisihan.

Objektivitas dan netralitas sangat penting dalam menulis sejarah, karena sejarah harus berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan disepakati oleh semua pihak yang terlibat.

Namun, apakah objektivitas dan netralitas itu mungkin dan mudah dicapai? Jawabannya adalah tidak.

Menulis sejarah adalah sebuah proses yang kompleks dan dinamis, yang melibatkan berbagai faktor, seperti sumber-sumber sejarah, metode-metode penelitian, teori-teori sejarah, paradigma-paradigma sejarah, dan konteks-konteks sejarah.

Semua faktor ini bisa saja bersifat subjektif dan tendensius, tergantung pada siapa yang menulis, apa yang ditulis, bagaimana menulis, dan untuk apa menulis.

Oleh karena itu, menulis sejarah secara objektif dan netral adalah sebuah cita-cita yang sulit dicapai, tetapi bukan berarti tidak bisa diusahakan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode penelitian yang ilmiah

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article