Pohon Keramat di Komplek Makam Sultan Ternate Tumbang, Apakah Ini Pertanda Buruk atau Baik ?

ZAJ
By ZAJ
5 Min Read

jfid – Pada Jumat (15/9) lalu, sebuah pohon keramat yang berada di komplek Makam Sultan Ternate tumbang dan merusak plafon pendopo di makam tersebut. Pohon keramat tersebut dinamakan pohon Simamo oleh warga setempat, dan diperkirakan telah berusia ratusan tahun.

Pohon Simamo berada tepat di samping makam Sultan Baabullah, salah satu sultan Ternate yang berjasa dalam melawan penjajahan Portugis pada abad ke-16.

Makam Sultan Baabullah terletak di puncak Foramadiahi, sebuah kampung tertua dan tertinggi di Ternate.

Makam ini menjadi salah satu peninggalan sejarah Kesultanan Ternate, yang merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan timur Nusantara. Kesultanan Ternate mulai menganut Islam sejak masa Sultan Zainal Abidin, yang naik tahta pada tahun 1486.

Sultan Zainal Abidin mengganti gelar Kolano menjadi Sultan, menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan, memberlakukan syariat Islam, serta membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.

Salah satu ulama yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di Ternate adalah Syekh Mansur, yang berasal dari Gujarat, India. Syekh Mansur datang ke Ternate pada tahun 1495 dan menikah dengan putri Sultan Zainal Abidin.

Syekh Mansur juga mendirikan Masjid Sultan Ternate, yang terletak sekitar 100 meter sebelah tenggara kedaton. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam di Kesultanan Ternate.

Masjid ini juga menjadi saksi bisu perjuangan Sultan Khairun (1534-1570) dan Sultan Baabullah (1570-1583) dalam menghadapi ancaman Portugis yang ingin menguasai rempah-rempah di Maluku.

Sultan Khairun adalah putra Syekh Mansur dan cucu Sultan Zainal Abidin. Ia dikenal sebagai sultan yang bijaksana, adil, dan berwibawa.

Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate hingga mencakup sebagian besar Maluku Utara dan sebagian Sulawesi Utara.

Ia juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Aceh, Demak, Banten, Mataram, dan Gowa.

Namun, ia juga harus menghadapi tantangan dari Portugis, yang mulai masuk ke Maluku pada tahun 1512 dan mendirikan benteng di Pulau Tidore.

Sultan Khairun awalnya bersikap kooperatif dengan Portugis, dengan harapan dapat memperoleh manfaat dari perdagangan rempah-rempah. Namun, ia kemudian menyadari bahwa Portugis memiliki niat jahat untuk menguasai Maluku dan mengancam kedaulatan Kesultanan Ternate.

Ia pun memutuskan untuk memerangi Portugis dan mengusir mereka dari Maluku. Perlawanan Sultan Khairun berlangsung selama 20 tahun, hingga akhirnya ia dibunuh oleh Gubernur Portugis pada tahun 1570.

Sultan Baabullah adalah putra Sultan Khairun yang meneruskan perjuangan ayahnya. Ia dikenal sebagai sultan yang gagah berani, tangguh, dan militan.

Ia berhasil mengalahkan Portugis dalam Pertempuran Maluku pada tahun 1574 dan merebut kembali benteng-benteng mereka di Pulau Tidore, Bacan, Ambon, dan Seram.

Ia juga memperkuat aliansi dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara untuk menentang penjajahan Portugis.

Ia bahkan sempat mengirim pasukan bantuan ke Aceh untuk membantu Sultan Iskandar Muda melawan Belanda pada tahun 1601.

Sultan Baabullah wafat pada tahun 1583 dan dimakamkan di puncak Foramadiahi, tempat yang ia pilih sendiri sebelum meninggal.

Makam Sultan Baabullah dan pohon Simamo yang berada di sampingnya menjadi saksi sejarah perjuangan Islam di Ternate.

Pohon Simamo diyakini memiliki kaitan dengan sejarah Islam, karena menurut cerita rakyat, pohon tersebut tumbuh dari tongkat Syekh Mansur yang ditancapkan di tanah.

Pohon tersebut juga dikeramatkan oleh warga setempat, karena dipercaya memiliki kekuatan gaib dan dapat memberikan berkah bagi yang berziarah.

Namun, pohon Simamo yang telah berusia ratusan tahun itu akhirnya tumbang dan merusak plafon pendopo di makam Sultan Baabullah.

Peristiwa ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang menganggapnya sebagai bencana alam yang tidak bisa dihindari, ada juga yang menganggapnya sebagai pertanda atau isyarat dari alam.

Apapun maknanya, peristiwa ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan sejarah yang berharga ini.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article