Visi Geopolitik Sultan Iskandar Muda: Membangun Aceh sebagai Poros Maritim Nusantara

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Sultan Iskandar Muda dan armadanya (Ilustrasi/jfid)

jfid – Aceh, sebuah provinsi di ujung barat Indonesia, memiliki sejarah yang panjang dan gemilang sebagai salah satu kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Pada masa kejayaannya, Aceh menguasai seluruh wilayah dan pelabuhan di sekitar Selat Malaka, jalur perdagangan strategis yang menghubungkan Timur dan Barat. Di balik kesuksesan Aceh sebagai kekuatan maritim, ada sosok seorang sultan yang visioner, yaitu Sultan Iskandar Muda.

Sultan Iskandar Muda adalah raja ke-12 dari Kesultanan Aceh Darussalam, yang berkuasa dari tahun 1607 hingga 1636. Ia adalah salah satu penguasa terbesar dan terkaya di Asia Tenggara pada zamannya, yang berhasil memperluas wilayah Aceh hingga mencapai puncaknya, meliputi Minangkabau, Semenanjung Malaya, Pahang, Patani, dan sebagian Sumatera.

Ia juga dikenal sebagai sultan yang mengembangkan Aceh sebagai pusat Islam dan perdagangan internasional, yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara seperti Turki Utsmani, Inggris, Belanda, dan Persia.

Apa yang mendorong Sultan Iskandar Muda untuk memiliki visi geopolitik yang begitu luas dan ambisius? Bagaimana ia mewujudkan visi tersebut melalui kebijakan-kebijakan politik, ekonomi, dan budaya? Dan apa warisan yang ia tinggalkan bagi Aceh dan Indonesia?

Latar Belakang

Sultan Iskandar Muda lahir pada sekitar tahun 1593, dengan nama asli Perkasa Alam. Ia adalah putra dari Mansur Syah, cucu dari Sultan Abdul Jalil, yang merupakan keturunan langsung dari Sultan Ali Mughayat Syah, pendiri Kesultanan Aceh.

Ibunya adalah Puteri Raja Inderabangsa, putri dari Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid al-Mukammal, yang merupakan keturunan dari Sultan Alauddin al-Kahar, raja ketiga Aceh. Dengan demikian, Sultan Iskandar Muda menggabungkan dua cabang dinasti sultan Aceh dalam dirinya.

Sejak kecil, Sultan Iskandar Muda menunjukkan bakat dan minat yang besar dalam bidang militer, agama, dan sastra. Ia belajar ilmu-ilmu Islam dari ulama-ulama terkemuka, seperti Syekh Abdurrauf Singkil dan Syekh Nuruddin Ar-Raniry.

Ia juga menguasai berbagai bahasa, seperti Arab, Persia, Turki, Melayu, dan Jawa. Ia gemar membaca kitab-kitab klasik, seperti Shahnameh, Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat Iskandar Zulkarnain. Ia juga menulis beberapa karya sastra sendiri, seperti Syair Perang Aceh, Syair Perang Pahang, dan Syair Perang Johor.

Sultan Iskandar Muda juga memiliki jiwa kepemimpinan dan keberanian yang tinggi. Pada tahun 1605, ia berselisih dengan pamannya, Sultan Ali Ri’ayat Syah III, dan melarikan diri ke Pidie, di mana ia bergabung dengan pamannya yang lain, Husain, yang merupakan penguasa bawahan di sana. Bersama-sama, mereka merencanakan pemberontakan terhadap Sultan Ali.

Sultan Iskandar Muda ditunjuk sebagai panglima pasukan Pidie, tetapi pada akhirnya mereka menolak untuk berperang dan Sultan Iskandar Muda ditangkap oleh Sultan Ali. Namun, ketika Portugis menyerang Aceh pada tahun 1606, Sultan Iskandar Muda dibebaskan dari penjara dan berjasa dalam mempertahankan Aceh dari serangan musuh. Pasukan Portugis berhasil dipukul mundur dan menarik diri, dan Sultan Iskandar Muda naik pangkat di istana.

Ketika Sultan Ali meninggal secara mendadak pada tanggal 4 April 1607, Sultan Iskandar Muda berhasil merebut tahta pada hari yang sama. Ia memenjarakan pamannya Husain dan kemudian membunuhnya. Ia juga mengganti namanya menjadi Iskandar Muda, yang berarti “Iskandar yang Muda”, sebagai tanda bahwa ia ingin meniru prestasi Iskandar Zulkarnain, atau Alexander Agung, raja Makedonia yang menguasai dunia pada masa silam.

Perluasan Wilayah

Salah satu kebijakan politik yang dilakukan Sultan Iskandar Muda saat menjadi penguasa Aceh Darussalam adalah perluasan wilayah. Di bawah kekuasaannya, luas wilayah Kesultanan Aceh dimulai dari Minangkabau hingga Semenanjung Malaya, yang saat ini menjadi negara Malaysia.

Ia juga menguasai Pahang, yang sekarang juga merupakan salah satu negara bagian Malaysia, dan Patani, yang sekarang merupakan bagian dari Thailand Selatan yang berpenduduk Muslim.

Mengapa Sultan Iskandar Muda begitu berambisi untuk memperluas wilayah Aceh? Ada beberapa alasan yang mendasari visi geopolitiknya, yaitu:

Pertama, Sultan Iskandar Muda sadar bahwa Aceh merupakan pintu masuk ke Selat Malaka, jalur perdagangan strategis yang menghubungkan Timur dan Barat. Dengan menguasai seluruh wilayah dan pelabuhan di sekitar Selat Malaka, Aceh dapat mengendalikan arus perdagangan dan mengambil keuntungan dari pajak dan monopoli.

Selain itu, Aceh juga dapat melindungi diri dari ancaman negara-negara Eropa, seperti Portugis dan Belanda, yang saat itu sedang berusaha untuk menguasai kawasan Asia Tenggara, terutama untuk menguasai sumber daya alam yang kaya, seperti rempah-rempah.

Oleh karena itu, Sultan Iskandar Muda menyerang dan menaklukkan Johor, yang saat itu merupakan sekutu Portugis, pada tahun 1613. Ia juga berperang melawan Belanda, yang mencoba untuk mendirikan pos perdagangan di Aceh, pada tahun 1629.

Kedua, Sultan Iskandar Muda ingin menjadikan Aceh sebagai pusat Islam di Asia Tenggara. Ia berusaha untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh wilayah yang ia kuasai, baik dengan cara damai maupun paksa. Ia juga mengundang ulama-ulama dari berbagai negara Islam, seperti Turki Utsmani, Persia, India, dan Arab, untuk mengajar dan bermukim di Aceh.

Ia juga mendirikan banyak masjid, madrasah, dan pondok pesantren, serta mengeluarkan hukum-hukum syariah. Ia juga mengirim utusan-utusan ke negara-negara Islam lainnya, seperti Turki Utsmani, Persia, dan Mesir, untuk menjalin hubungan diplomatik dan kerjasama. Ia bahkan bercita-cita untuk menikahi putri Sultan Utsmani, tetapi gagal.

Ketiga, Sultan Iskandar Muda memiliki semangat nasionalisme dan kebanggaan yang tinggi terhadap Aceh. Ia ingin menjadikan Aceh sebagai negara yang berdaulat, mandiri, dan berjaya. Ia tidak mau tunduk kepada siapa pun, baik itu negara-negara tetangga maupun negara-negara asing.

Ia juga ingin membalas dendam atas penjajahan Portugis dan Belanda terhadap Aceh dan wilayah-wilayah lain di Nusantara. Ia juga ingin mengembalikan kejayaan Aceh sebagai penerus dari Kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara, yang pernah berdiri di wilayah Aceh pada abad ke-13 hingga ke-15.

Untuk mewujudkan visi geopolitiknya, Sultan Iskandar Muda melakukan berbagai langkah strategis, antara lain:

Membangun armada laut yang kuat dan modern, dengan mengimpor kapal-kapal dan meriam-meriam dari Eropa dan Timur Tengah. Ia juga merekrut pelaut-pelaut dan tentara-tentara dari berbagai etnis dan agama, seperti Aceh, Melayu, Bugis, Minang, Jawa, Arab, Persia, Turki, India, dan Eropa. Ia juga melatih mereka dengan disiplin dan profesionalisme yang tinggi.

Membangun infrastruktur dan fasilitas yang mendukung aktivitas maritim, seperti pelabuhan, gudang, bengkel, pabrik, dan pasar. Ia juga memperbaiki sistem navigasi, komunikasi, dan pertahanan di laut. Ia juga mengembangkan industri maritim, seperti perkapalan, perikanan, dan perdagangan.

Membangun hubungan dagang dan diplomasi dengan negara-negara lain, baik di Asia maupun di Eropa. Ia mengirim utusan-utusan dan pedagang-pedagang ke berbagai negara, seperti Turki Utsmani, Persia, India, Cina, Jepang, Inggris, Belanda, Prancis, dan Spanyol. Ia juga menerima kunjungan dari utusan-utusan dan pedagang-pedagang asing, yang datang ke Aceh untuk berdagang, belajar, atau berziarah.

Dengan cara-cara tersebut, Sultan Iskandar Muda berhasil membangun Aceh sebagai poros maritim Nusantara, yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar di kawasan Asia Tenggara. Ia juga berhasil menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Aceh dari campur tangan negara-negara asing, yang saat itu sedang berusaha untuk menjajah wilayah-wilayah di Nusantara.

Ia juga berhasil menjadikan Aceh sebagai pusat Islam dan budaya, yang memiliki keunggulan dan kekayaan yang luar biasa. Ia juga berhasil meninggalkan warisan yang berharga bagi Aceh dan Indonesia, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article