Menyelamatkan Negeri dari Kegagalan Institusi

Rasyiqi
By Rasyiqi
10 Min Read

jfid – Indonesia, negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan politik global.

Namun, di balik kemajuan yang dicapai dalam beberapa dekade terakhir, terdapat berbagai masalah yang mengancam stabilitas dan kesejahteraan bangsa ini. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi Indonesia adalah kemerosotan birokrasi atau kegagalan institusi.

Birokrasi atau institusi adalah sistem organisasi yang mengatur dan mengelola berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti pemerintahan, pendidikan, kesehatan, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Birokrasi atau institusi yang baik seharusnya mampu memberikan pelayanan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan responsif kepada masyarakat.

Namun, kenyataannya, birokrasi atau institusi di Indonesia seringkali menunjukkan kinerja yang buruk, korup, kolusi, nepotis, birokratis, lambat, dan tidak sensitif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Kemerosotan birokrasi atau kegagalan institusi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti indeks persepsi korupsi, indeks kemudahan berbisnis, indeks pembangunan manusia, indeks kebebasan sipil, dan lain-lain. Menurut laporan Transparency International tahun 2023, Indonesia berada di peringkat 102 dari 180 negara dalam hal persepsi korupsi, dengan skor 38 dari 100.

Ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah endemik yang merugikan negara dan rakyat. Menurut laporan Bank Dunia tahun 2023, Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara dalam hal kemudahan berbisnis, dengan skor 70,6 dari 100. Ini menunjukkan bahwa birokrasi masih menjadi hambatan bagi pengusaha dan investor untuk mengembangkan usaha dan menciptakan lapangan kerja.

Menurut laporan PBB tahun 2023, Indonesia berada di peringkat 116 dari 189 negara dalam hal pembangunan manusia, dengan skor 0,718 dari 1. Ini menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat Indonesia masih rendah, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, dan penghasilan.

Menurut laporan Freedom House tahun 2023, Indonesia berada di kategori partly free dalam hal kebebasan sipil, dengan skor 64 dari 100. Ini menunjukkan bahwa hak-hak dasar masyarakat Indonesia masih belum terjamin sepenuhnya, terutama dalam hal kebebasan berpendapat, berserikat, dan berdemo.

Apa penyebab kemerosotan birokrasi atau kegagalan institusi di Indonesia? Menurut para ahli, ada beberapa faktor yang berkontribusi, antara lain:

Sejarah politik dan budaya

Indonesia memiliki sejarah panjang yang dipenuhi dengan pergolakan politik dan sosial, mulai dari masa penjajahan, revolusi, orde lama, orde baru, reformasi, hingga era demokrasi saat ini. Selama periode tersebut, birokrasi atau institusi di Indonesia mengalami berbagai perubahan, baik dalam hal struktur, fungsi, maupun orientasi.

Namun, perubahan-perubahan tersebut tidak selalu mengikuti prinsip-prinsip good governance, melainkan lebih didasarkan pada kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi elit yang berkuasa. Selain itu, budaya Indonesia yang kaya dan beragam juga mempengaruhi perilaku dan sikap birokrat atau pejabat publik, terutama dalam hal loyalitas, patronase, nepotisme, dan kompromi.

Kurangnya reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi adalah upaya untuk melakukan perbaikan dan perubahan secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap birokrasi atau institusi, baik dalam hal struktur, proses, sumber daya, maupun budaya. Reformasi birokrasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja, kualitas, dan akuntabilitas birokrasi atau institusi dalam memberikan pelayanan publik.

Meskipun reformasi birokrasi telah menjadi agenda penting sejak era reformasi, namun implementasinya masih menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya komitmen politik, resistensi dari birokrat atau pejabat publik, lemahnya kapasitas dan koordinasi antar lembaga, rendahnya partisipasi dan pengawasan masyarakat, dan minimnya sumber daya.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam birokrasi atau institusi, karena mereka yang bertanggung jawab untuk menjalankan fungsi dan tugas birokrasi atau institusi. Kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi atau institusi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sistem rekrutmen, pendidikan, pelatihan, pengembangan, penilaian, insentif, dan sanksi.

Kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi atau institusi di Indonesia masih rendah, terutama dalam hal kompetensi, integritas, profesionalisme, dan motivasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya standar dan kriteria yang objektif dan transparan dalam proses rekrutmen, pendidikan, dan pelatihan, kurangnya kesempatan dan fasilitas untuk pengembangan karir dan kompetensi, kurangnya sistem penilaian kinerja yang adil dan akuntabel, kurangnya insentif dan penghargaan yang memadai dan merata, dan kurangnya sanksi yang tegas dan konsisten bagi yang melanggar.

Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

Pengawasan dan penegakan hukum adalah mekanisme yang bertujuan untuk memastikan bahwa birokrasi atau institusi menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku, serta untuk mencegah dan menindak segala bentuk penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh birokrat atau pejabat publik.

Pengawasan dan penegakan hukum dapat dilakukan oleh berbagai pihak, seperti lembaga negara, media, masyarakat sipil, dan masyarakat umum. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap birokrasi atau institusi di Indonesia masih lemah, terutama dalam hal independensi, otoritas, kapasitas, dan koordinasi antar lembaga pengawas dan penegak hukum, serta dalam hal partisipasi dan keterbukaan terhadap publik.

Bagaimana solusi untuk mengatasi kemerosotan birokrasi atau kegagalan institusi di Indonesia? Menurut para ahli, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain:

Meningkatkan komitmen politik dan kepemimpinan

Komitmen politik dan kepemimpinan adalah faktor kunci yang menentukan arah dan keberhasilan reformasi birokrasi atau institusi. Komitmen politik dan kepemimpinan harus dimiliki oleh semua pemangku kepentingan, terutama oleh presiden, menteri, kepala daerah, anggota legislatif, dan pemimpin partai politik.

Komitmen politik dan kepemimpinan harus ditunjukkan dengan cara menetapkan visi, misi, tujuan, dan strategi reformasi birokrasi atau institusi yang jelas dan konsisten, mengalokasikan sumber daya yang cukup dan efisien, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan reformasi birokrasi atau institusi secara terpadu dan berkelanjutan, serta memberikan contoh dan teladan yang baik bagi birokrat atau pejabat publik.

Melakukan perubahan struktural dan prosedural.

Perubahan struktural dan prosedural adalah upaya untuk melakukan penataan ulang dan penyederhanaan terhadap birokrasi atau institusi, baik dalam hal organisasi, fungsi, tugas, maupun proses kerja. Perubahan struktural dan prosedural bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan fleksibilitas birokrasi atau institusi dalam memberikan pelayanan publik.

Perubahan struktural dan prosedural dapat dilakukan dengan cara menghapus atau menggabungkan lembaga atau unit kerja yang tumpang tindih, tidak relevan, atau tidak efektif, mengurangi atau menghilangkan proses atau persyaratan yang tidak perlu, rumit, atau menghambat, serta mengembangkan atau memperbaiki sistem informasi dan teknologi yang mendukung.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Kualitas sumber daya manusia adalah faktor penting yang menentukan kinerja dan kualitas birokrasi atau institusi. Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan standar dan kriteria yang objektif dan transparan dalam proses rekrutmen, pendidikan, dan pelatihan.

Selain itu juga meningkatkan kesempatan dan fasilitas untuk pengembangan karir dan kompetensi, meningkatkan sistem penilaian kinerja yang adil dan akuntabel, meningkatkan insentif dan penghargaan yang memadai dan merata, serta meningkatkan sanksi yang tegas dan konsisten bagi yang melanggar.

Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum.

Pengawasan dan penegakan hukum adalah mekanisme yang menjamin kepatuhan dan akuntabilitas birokrasi atau institusi. Pengawasan dan penegakan hukum dapat diperkuat dengan cara meningkatkan independensi, otoritas, kapasitas, dan koordinasi antar lembaga pengawas dan penegak hukum.

Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan lain-lain, serta meningkatkan partisipasi dan keterbukaan terhadap publik, seperti melalui media, masyarakat sipil, dan sistem pengaduan.

Meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat adalah proses yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kebijakan dan program publik.

Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, hak, dan tanggung jawab masyarakat, serta untuk meningkatkan responsivitas, transparansi, dan akuntabilitas birokrasi atau institusi.

Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kapasitas dan kesadaran masyarakat, mengembangkan mekanisme dan forum komunikasi dan konsultasi antara birokrasi atau institusi dan masyarakat, serta memberikan ruang dan dukungan bagi inisiatif dan gerakan masyarakat.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article