Smelter Nikel Morowali Meledak, Ini Dampaknya bagi Industri, Lingkungan, dan Masyarakat

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Smelter Nikel Morowali Meledak, Ini Dampaknya bagi Industri, Lingkungan, dan Masyarakat
Smelter Nikel Morowali Meledak, Ini Dampaknya bagi Industri, Lingkungan, dan Masyarakat

jfid – Suara dentuman keras mengguncang langit Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada Kamis (22/12) dini hari.

Api berkobar dari salah satu tungku smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), perusahaan yang baru setahun beroperasi di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Ledakan itu menelan korban jiwa dua pekerja operator alat berat, yang tidak sempat menyelamatkan diri dari kobaran api.

Kejadian ini menjadi tragedi terbaru yang menimpa industri nikel di Indonesia, yang sedang gencar-gencarnya membangun smelter untuk memenuhi kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sejak Januari 2020.

Smelter nikel adalah fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang mengubah bijih nikel menjadi produk bernilai tambah, seperti nikel pig iron (NPI), feronikel, atau stainless steel.

Indonesia merupakan produsen dan eksportir nikel terbesar di dunia, dengan cadangan mencapai 21 juta ton pada 2019, menurut data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Nikel merupakan logam penting yang digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari baterai kendaraan listrik, baja tahan karat, hingga koin.

Namun, di balik kilau logam ini, tersimpan berbagai tantangan dan risiko, baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun keselamatan kerja.

Misteri Penyebab Ledakan

Hingga saat ini, penyebab pasti ledakan tungku smelter nikel di Morowali masih belum diketahui secara pasti.

PT GNI mengungkap hasil investigasi awal yang menyebutkan bahwa ledakan bermula dari kecelakaan yang dialami pekerja saat melakukan perbaikan tungku dan pemasangan pelat pada bagian tungku.

Namun, perusahaan belum menjelaskan secara rinci apa yang menyebabkan kecelakaan tersebut.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang berwenang mengawasi kegiatan industri nikel, mengaku belum menerima laporan resmi dari PT GNI terkait insiden tersebut.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, pihaknya akan menunggu hasil investigasi dari perusahaan sebelum mengambil langkah selanjutnya.

“Kami belum menerima laporan resmi dari perusahaan, kami akan menunggu hasil investigasi dari perusahaan. Kami akan lihat apakah ada pelanggaran atau tidak, apakah ada unsur kelalaian atau tidak, apakah ada unsur kesengajaan atau tidak,” kata Taufiek kepada Katadata.co.id, Kamis (29/12).

Taufiek menambahkan, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan pemerintah daerah terkait insiden tersebut.

Ia mengatakan, pemerintah akan memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku jika terbukti ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan.

“Kami akan berkoordinasi dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah. Kami akan memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku, bisa berupa teguran, peringatan, hingga pencabutan izin,” ujarnya.

Risiko Keselamatan Kerja

Ledakan tungku smelter nikel di Morowali bukanlah kasus pertama yang menimpa industri nikel di Indonesia.

Sebelumnya, pada November 2019, terjadi kebakaran di smelter nikel milik PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera, Maluku Utara, yang menewaskan empat pekerja dan melukai 30 orang lainnya.

Pada Februari 2020, terjadi ledakan di smelter nikel milik PT Huadi Nickel Alloy di Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang menewaskan satu pekerja dan melukai dua orang lainnya.

Insiden-insiden ini menunjukkan bahwa industri nikel memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan kerja, terutama karena proses pengolahan nikel melibatkan suhu dan tekanan yang sangat tinggi, serta bahan kimia yang mudah terbakar.

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, industri pertambangan dan pengolahan logam merupakan salah satu sektor dengan angka kecelakaan kerja tertinggi di Indonesia, dengan 1.026 kasus pada 2019.

Untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja, industri nikel perlu menerapkan standar keselamatan kerja yang ketat dan komprehensif, mulai dari desain, konstruksi, operasi, hingga pemeliharaan smelter.

Selain itu, industri nikel juga perlu memberikan pelatihan dan perlindungan yang memadai bagi para pekerja, serta melakukan audit dan evaluasi secara berkala.

Salah satu standar keselamatan kerja yang bisa dijadikan acuan adalah Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001, yang merupakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diakui secara internasional.

Standar ini mencakup berbagai aspek, seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian operasional, kesiapan darurat, investigasi insiden, dan tinjauan manajemen.

Tantangan Lingkungan dan Sosial

Selain risiko keselamatan kerja, industri nikel juga menghadapi tantangan lingkungan dan sosial, yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan ekosistem sekitar.

Beberapa dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan oleh industri nikel antara lain adalah pencemaran udara, air, dan tanah, penggunaan lahan yang berlebihan, penggundulan hutan, dan perubahan iklim.

Pencemaran udara bisa terjadi akibat emisi gas buang yang dihasilkan oleh proses pengolahan nikel, seperti karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan debu.

Pencemaran air bisa terjadi akibat pembuangan limbah cair yang mengandung logam berat, asam, dan basa ke sungai atau laut.

Pencemaran tanah bisa terjadi akibat tumpahan limbah padat yang mengandung residu logam dan bahan kimia.

Penggunaan lahan yang berlebihan bisa terjadi akibat pembangunan smelter dan infrastruktur pendukungnya, yang membutuhkan lahan yang luas dan strategis.

Penggundulan hutan bisa terjadi akibat aktivitas penambangan bijih nikel, yang seringkali berlokasi di kawasan hutan.

Perubahan iklim bisa terjadi akibat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri nikel, yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Dampak lingkungan ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, yang bergantung pada sumber daya alam untuk hidup.

Beberapa dampak sosial yang bisa ditimbulkan oleh industri nikel antara lain adalah konflik lahan, kerusakan ekonomi lokal, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketimpangan sosial.

Konflik lahan bisa terjadi akibat perampasan atau penggusuran lahan masyarakat oleh perusahaan nikel, tanpa adanya konsultasi, partisipasi, atau kompensasi yang adil.

Kerusakan ekonomi lokal bisa terjadi akibat hilangnya mata pencaharian masyarakat, seperti pertanian, perikanan, atau pariwisata, yang terganggu oleh aktivitas industri nikel.

Pelanggaran hak asasi manusia bisa terjadi akibat intimidasi, kekerasan, atau kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak atau mengkritik industri nikel.

Ketimpangan sosial bisa terjadi akibat perbedaan pendapatan, akses, dan kesejahteraan antara pekerja dan masyarakat sekitar dengan pemilik modal dan pengusaha nikel.

Untuk mengatasi tantangan lingkungan dan sosial, industri nikel perlu menerapkan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Beberapa prinsip CSR yang bisa dijadikan acuan adalah Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan standar pelaporan keberlanjutan yang diakui secara internasional, dan United Nations Global Compact (UNGC), yang merupakan inisiatif sukarela yang mendorong perusahaan untuk mengadopsi sepuluh prinsip universal terkait hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan anti-korupsi .

Kilau Logam yang Menipu

Industri nikel di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan nilai tambah, devisa, dan kesejahteraan bangsa.

Namun, di balik kilau logam ini, tersimpan berbagai misteri dan tantangan yang perlu diungkap dan diatasi.

Ledakan maut di smelter nikel Morowali menjadi peringatan bagi semua pihak, baik pemerintah, perusahaan, pekerja, maupun masyarakat, untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam yang berharga ini.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article