Perang Dingin ‘di Tubuh NU’ Menjelang Pilpres 2024

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
10 Min Read

jfid – Sebuah pernyataan yang seharusnya menjadi nasihat bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik, ternyata menjadi bumerang bagi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pada akhir September 2023, Gus Yaqut – sapaan akrabnya – mengajak masyarakat untuk tidak memilih pemimpin yang hanya pandai berbicara dan bermulut manis, serta yang memakai agama untuk kepentingan politik.

Pernyataan itu menuai reaksi keras dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai politik yang juga berasal dari ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). PKB menilai pernyataan Gus Yaqut menimbulkan spekulasi dan bingung di masyarakat. PKB juga berencana memberikan sanksi kepada Gus Yaqut sebagai kader partai.

Namun, Gus Yaqut tidak tinggal diam. Ia membela diri dengan mengatakan bahwa pernyataannya tidak ada yang salah dan tidak bermaksud menyerang siapa pun. Ia juga mengaku tidak takut dengan ancaman sanksi dari PKB. Bahkan, ia sempat menyindir Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai buzzer, yaitu orang yang dibayar untuk menyebarkan opini tertentu di media sosial.

Cak Imin pun tidak mau kalah. Ia merespons sindiran Gus Yaqut dengan mengatakan bahwa ia tidak perlu menanggapi pernyataan yang tidak punya substansi. Ia juga mengejek Gus Yaqut sebagai orang yang suka berkelakar tapi tidak lucu. Ia bahkan menuding Gus Yaqut sebagai orang yang mengaku-ngaku sebagai kader NU, padahal tidak pernah aktif di organisasi tersebut.

Ad image

Perseteruan antara Cak Imin dan Gus Yaqut ini bukanlah hal baru. Keduanya sudah lama dikenal sebagai dua kubu yang berbeda dalam tubuh NU. Cak Imin adalah keturunan dari pendiri NU KH Bisri Syansuri, sedangkan Gus Yaqut adalah adik dari Sekretaris Jenderal PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Kedua keluarga ini memiliki sejarah panjang persaingan politik di NU, terutama terkait dengan hubungan mereka dengan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Cak Imin dikenal sebagai salah satu tokoh yang berseberangan dengan Gus Dur saat ia masih menjadi Ketua Umum PBNU pada tahun 1999-2000. Cak Imin bersama beberapa tokoh lainnya melakukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Gus Dur karena dianggap tidak transparan dan otoriter. Akibatnya, Cak Imin dikeluarkan dari kepengurusan PBNU oleh Gus Dur.

Sementara itu, Gus Yaqut adalah salah satu tokoh yang setia kepada Gus Dur dan keluarganya. Ia pernah menjadi ajudan pribadi Gus Dur saat ia menjadi Presiden RI pada tahun 1999-2001. Ia juga menjadi pengurus GP Ansor, sayap pemuda NU yang dipimpin oleh putra sulung Gus Dur, Alissa Wahid. Saat ini, ia menjadi Menteri Agama atas usulan kakaknya, Yahya Cholil Staquf, yang merupakan Sekjen PBNU sekaligus penasihat Presiden Joko Widodo.

Perseteruan antara Cak Imin dan Gus Yaqut semakin memanas menjelang Pemilu 2024. Cak Imin telah menyatakan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang dipersepsikan sebagai sosok yang berseberangan dengan NU. Sedangkan Gus Yaqut diduga mendukung calon lain yang lebih sesuai dengan visi dan misi NU.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan bahwa perseteruan ini merupakan titik kulminasi dari hubungan tidak harmonis antara dua kubu NU. Ia menilai bahwa Gus Yaqut kerap mengeluarkan pernyataan yang bernada bercanda tapi sangat mengandung unsur politik yang dikaitkan dengan kritiknya kepada kubu Anies-Muhaimin.

“Ketegangan PKB dan Gus Menteri ini titik kulminasi dari hubungan tak harmonis dari kubu yang berbeda,” kata Adi kepada BBC News Indonesia.

Adi menambahkan bahwa perseteruan ini akan berdampak pada pemilih NU di akar rumput. Ia mengatakan bahwa pemilih NU akan terpecah antara yang mendukung Cak Imin dan yang mendukung Gus Yaqut. Ia juga mengatakan bahwa perseteruan ini akan merugikan PKB sebagai partai politik yang mengusung Cak Imin.

“PKB akan kehilangan suara dari pemilih NU yang lebih loyal kepada PBNU dan Gus Dur. PKB juga akan kehilangan suara dari pemilih NU yang tidak suka dengan Anies Baswedan,” kata Adi.

Peneliti dari Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, juga mengatakan bahwa perseteruan ini akan memecah suara NU pada Pilpres 2024. Ia mengatakan bahwa langkah Anies meminang Cak Imin bertujuan untuk menggaet suara NU yang kantong suaranya terbesar ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Namun, survei terbaru Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa langkah itu ternyata belum berdampak pada elektabilitas Anies di Jawa Timur yang lebih rendah dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Adam juga mengatakan bahwa besarnya basis massa NU membuat tokoh-tokohnya dilirik oleh kubu Ganjar dan kubu Prabowo. Pada titik ini, Adam mengatakan sikap politik para tokoh dan kyai NU akan memengaruhi pilihan pemilihnya di akar rumput.

“NU adalah ormas Islam terbesar di Indonesia dengan jutaan anggota dan simpatisan. NU juga memiliki banyak tokoh dan kyai yang berpengaruh di masyarakat. Oleh karena itu, sikap politik mereka akan sangat menentukan arah dukungan pemilih NU pada Pilpres 2024,” kata Adam.

Perseteruan antara Cak Imin dan Gus Yaqut ini menunjukkan betapa kompleksnya dinamika politik di tubuh NU. Dua kubu yang berbeda ini memiliki visi, misi, dan strategi yang berbeda pula dalam memajukan NU dan Islam di Indonesia. Namun, di balik perseteruan ini, ada juga harapan agar kedua kubu dapat bersatu demi kepentingan bersama.

Salah satu harapan itu datang dari Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingin ada perpecahan di tubuh NU karena perseteruan politik. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak ingin ada intervensi dari pihak luar terhadap NU. Ia berharap agar semua pihak dapat menjaga persatuan dan kesatuan NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

“NU itu bukan milik siapa-siapa. NU itu milik Allah SWT. Jadi jangan ada yang merasa punya hak untuk mengintervensi NU. Jangan ada yang merasa punya hak untuk memecah belah NU. Jangan ada yang merasa punya hak untuk menentukan sikap politik NU,” kata Said Aqil dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram resminya pada 3 Oktober 2023.

Said Aqil juga mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat dalam NU. Ia mengatakan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan sehat dalam sebuah organisasi besar seperti NU. Ia juga mengatakan bahwa perbedaan pendapat tidak boleh menjadi alasan untuk saling bermusuhan dan bercerai berai.

“NU itu besar karena perbedaan pendapat. NU itu kuat karena perbedaan pendapat. NU itu maju karena perbedaan pendapat. Tapi perbedaan pendapat itu harus dilandasi oleh rasa saling cinta dan persaudaraan. Jangan sampai perbedaan pendapat itu menjadi alasan untuk saling mencaci, saling menghina, saling menuduh, apalagi saling mengkafirkan,” kata Said Aqil.

Said Aqil juga menegaskan bahwa NU tidak akan memihak kepada salah satu calon presiden pada Pilpres 2024. Ia mengatakan bahwa NU akan tetap netral dan independen dalam menyikapi dinamika politik di Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa NU akan menghormati hak setiap warga negara untuk memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya.

“NU tidak akan mendukung siapa pun calon presiden. NU tidak akan terlibat dalam politik praktis. NU tidak akan menjadi alat bagi kepentingan politik siapa pun. NU hanya akan memberikan panduan dan arahan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin yang amanah, adil, dan berpihak kepada rakyat,” kata Said Aqil.

Said Aqil berharap agar perseteruan antara Cak Imin dan Gus Yaqut dapat segera diselesaikan dengan cara yang baik dan elegan. Ia juga berharap agar kedua kubu dapat bersikap dewasa dan bijaksana dalam menyampaikan pendapatnya. Ia juga berharap agar kedua kubu dapat kembali bersatu dan bahu-membahu dalam menjaga keutuhan dan kemajuan NU.

“NU itu rumah kita bersama. NU itu keluarga kita bersama. NU itu warisan kita bersama. Jangan sampai kita merusak rumah kita sendiri. Jangan sampai kita memecah belah keluarga kita sendiri. Jangan sampai kita menyia-nyiakan warisan kita sendiri,” kata Said Aqil.

Perseteruan ini menunjukkan betapa pentingnya peran NU dalam peta politik Indonesia. Perseteruan ini juga menunjukkan betapa beragamnya pandangan dan sikap politik di tubuh NU. Perseteruan ini juga menunjukkan betapa besar tantangan dan harapan yang dihadapi oleh NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

Share This Article