Lembaga Terkorup di Indonesia

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read

jfid – Indonesia, sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, budaya, dan juga korupsi. Ya, korupsi adalah salah satu hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, korupsi sudah menjadi semacam budaya dan kebiasaan yang sulit ditinggalkan.

Tidak percaya? Coba lihat saja daftar lembaga atau institusi terkorup di Indonesia versi Transparency International Indonesia (TII). Dari 12 lembaga yang disurvei, tidak ada satupun yang mendapat nilai di atas 50 persen. Artinya, semua lembaga tersebut dinilai tidak bersih dari praktik korupsi.

Paling parah adalah anggota legislatif, yang mendapat nilai hanya 51 persen. Padahal, mereka adalah wakil rakyat yang seharusnya menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran dengan baik. Namun, kenyataannya mereka lebih sibuk mengurus kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Selain itu, ada juga pejabat pemerintah daerah (48 persen), pejabat pemerintahan (45 persen), polisi (33 persen), pebisnis (25 persen), hakim/pengadilan (24 persen), presiden/menteri (20 persen), LSM (19 persen), bankir (17 persen), TNI (8 persen), dan pemuka agama (7 persen). Semua lembaga ini juga terlibat dalam berbagai kasus korupsi yang merugikan negara dan rakyat.

Contohnya saja kasus korupsi pada penjualan kondensat oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang melibatkan mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian hingga Rp 2,7 miliar Dollar Amerika atau sekitar Rp 37,8 triliun.

Atau kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk penanganan Covid-19 di Kementerian Kesehatan yang menjerat mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan sejumlah pejabat lainnya. Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian hingga Rp 1,9 triliun.

Dan masih banyak lagi kasus-kasus korupsi lainnya yang menimpa berbagai sektor dan instansi di Indonesia. Menurut data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 46 kasus. Selain itu, ada juga instansi pemerintah provinsi (18 kasus), BUMN/BUMD (16 kasus), swasta (15 kasus), pemerintah pusat (14 kasus), dan lain-lain.

Dalam semester pertama tahun 2022, KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara. Dari total perkara penyidikan, KPK telah menetapkan sebanyak 68 orang sebagai tersangka dari total 61 surat perintah penyidikan (spirindik) yang diterbitkan. Pada Semester I 2022, KPK telah memulihkan kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi atau asset recovery sebesar Rp313,7 miliar.

Angka-angka tersebut tentu saja menunjukkan betapa maraknya korupsi di Indonesia. Namun, apakah hal itu membuat para koruptor kapok dan berhenti? Tentu saja tidak. Mereka tetap beraksi dengan berbagai modus operandi dan cara-cara licik untuk mengelabui hukum dan masyarakat.

Mereka berdalih bahwa korupsi adalah hal biasa dan lumrah di Indonesia. Mereka mengatakan bahwa korupsi adalah cara untuk mempercepat proses birokrasi dan mendapatkan layanan yang lebih baik. Mereka juga mengklaim bahwa korupsi adalah hak prerogatif mereka sebagai pejabat atau penguasa.

Mereka bahkan tidak segan-segan menggunakan uang hasil korupsi untuk membeli suara rakyat, membiayai partai politik, atau mempengaruhi keputusan hukum. Mereka juga tidak malu-malu untuk menunjukkan gaya hidup mewah dan boros yang didanai oleh uang rakyat.

Mereka tidak peduli dengan dampak negatif korupsi bagi negara dan rakyat. Mereka tidak sadar bahwa korupsi membuat harga obat lebih mahal, harga daging lebih tinggi, rumah sakit dan gedung sekolah tak bisa dibangun. Mereka tidak menyadari bahwa korupsi membuat kursi jabatan diisi orang yang tidak kompeten mengurus kepentingan banyak orang.

Mereka tidak mengerti bahwa korupsi adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang paling serius. Mereka tidak tahu bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Mereka tidak mau tahu bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi oleh seluruh elemen bangsa.

Maka dari itu, kita sebagai rakyat Indonesia yang baik dan cerdas harus bersikap kritis dan tegas terhadap para koruptor. Kita harus mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK dan lembaga lainnya. Kita harus menuntut agar para koruptor dihukum seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kita juga harus menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak dini di lingkungan keluarga, sekolah, kampus, dan masyarakat. Kita harus membentuk karakter yang jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas. Kita harus menjadi teladan bagi generasi muda yang akan menjadi pemimpin masa depan.

Kita harus bersama-sama menjaga dan mempertahankan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, berkeadilan, dan bermartabat. Kita harus bersama-sama mengubah Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi dan kemiskinan. Kita harus bersama-sama mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Selamat datang di negeri para koruptor? Tidak! Selamat tinggal para koruptor! Selamat datang Indonesia baru!

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article