Kiai dan NU: Kunci Kemenangan Anies, Prabowo, dan Ganjar di Madura, “Kiai Pilih Itu, Kami Ikut Kiai”

ZAJ
By ZAJ
6 Min Read
masjid, architecture, mosque
Photo by astama81 on Pixabay

jfid – Pemilu 2024 semakin dekat. Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden sudah resmi ditetapkan oleh KPU.

Mereka adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Ketiganya pun sudah mulai menggeber kampanye di berbagai daerah, termasuk di Pulau Madura, Jawa Timur.

Madura dikenal sebagai salah satu basis massa Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Di pulau ini, terdapat ratusan pesantren tradisional yang dipimpin oleh kiai-kiai kharismatik. Para kiai ini memiliki pengaruh besar terhadap santri-santrinya dan masyarakat sekitar.

Tak heran, jika para capres dan cawapres berlomba-lomba merangkul mereka untuk mendapatkan dukungan.

Namun, siapa yang paling berpeluang menang di Madura? Bagaimana sikap politik para kiai dan pesantren di sana? Apa yang menjadi pertimbangan masyarakat Madura dalam memilih pemimpin?

Kiai dan pesantren: faktor penentu suara Madura

Salah satu contoh pengaruh kiai dan pesantren terhadap pilihan politik masyarakat Madura adalah kisah Ainul Yaqin, seorang santri di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Palengaan, Pamekasan.

Ainul mengaku sudah yakin memilih Anies-Muhaimin setelah menyaksikan debat capres-cawapres di televisi. Dia terkesan dengan visi dan misi pasangan nomor urut 01 itu.

Namun, Ainul juga mengaku siap mengubah pilihannya jika kiai atau pimpinan pesantrennya memiliki pandangan lain.

“Semisal dari pesantren itu ada [pemerintah memilih calon tertentu], ada kemungkinan berubah. Karena lebih ikut guru [kiai],” kata Ainul, seperti dikutip dari BBC News Indonesia.

Ainul bukan satu-satunya yang bersikap demikian. Banyak santri dan masyarakat Madura yang masih menghormati dan mengikuti arahan para kiai dalam hal politik. Ini menunjukkan bahwa kiai dan pesantren adalah faktor penentu suara Madura.

Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, mengatakan bahwa keberadaan tokoh NU dan pimpinan pesantren menjadi penentu bagi masyarakat Madura dalam memilih capres dan cawapres.

“Santri pasti tetap akan tawaduk kepada kiainya, asal pesantren tetap menjadi rujukan. Kian besar pesantrennya, kian banyak pemilih yang bisa diandalkan,” jelasnya.

Anies, Prabowo, dan Ganjar: siapa yang paling dekat dengan NU?

Masing-masing kubu capres tentu menyadari betapa pentingnya meraih suara massa NU di Madura. Oleh karena itu, mereka berusaha menunjukkan kedekatan dan kecocokan dengan NU, baik melalui latar belakang, rekam jejak, maupun program.

Anies Baswedan, misalnya, memilih Muhaimin Iskandar, yang merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ‘identik’ dengan NU, sebagai cawapresnya. Anies juga mengklaim sebagai kader NU kultural dan mengusung semangat kebangsaan yang selaras dengan NU.

Prabowo Subianto, di sisi lain, berusaha meyakinkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang tidak lain adalah politikus PKB sekaligus berlatar NU, untuk mendukungnya. Prabowo juga mengaku sangat dekat dan akrab dengan beberapa petinggi NU dan pemangku pondok pesantren.

Ganjar Pranowo, yang juga berasal dari Jawa Tengah, memilih Mahfud MD, ‘putra daerah’ dan dikenal sebagai sosok berlatar NU kultural, sebagai cawapresnya. Ganjar juga mengaku memiliki hubungan baik dengan banyak kiai dan pesantren di Jawa Tengah maupun di Madura.

Dari ketiga pasangan capres-cawapres ini, siapa yang paling berpeluang menang di Madura? Tentu saja, tidak mudah menjawabnya.

Sebab, selain faktor NU, ada juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat Madura, seperti isu-isu ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.

Suara Madura: sulit diprediksi dan tersebar

Pengamat Politik Surokim Abdussalam menyebut persaingan dalam memperebutkan suara NU dan pesantren di Madura pada Pilpres 2024 cukup kompetitif. Salah satu faktornya adalah polarisasi pesantren dan kiai.

“Ini yang membuat suara di Madura mungkin agak sulit diprediksi karena sebarannya tadi itu bisa jadi akan merata tergantung dari tokoh kiai mana yang mau disasar,” jelas Surokim.

Ia mengakui patronase di Madura masih cukup kuat dan akan memengaruhi kecenderungan pemilih di ‘pulau garam’ untuk menentukan capres yang akan didukung.

“Mestinya kalau dalam pandangan saya pemilih Madura itu memperhatikan asal dari para kandidat, tapi pada akhirnya itu tidak menjadi faktor yang krusial juga terkait dengan keterpilihan Pak Mahfud di Madura. Lebih banyak mengandalkan pada patron-patron yang tersebar itu,” tambah Surokim.

“Sekarang tergantung dari wilayahnya apa, kalau kita bicara wilayah Pamekasan, saya kira memang 01 lebih powerfull, tapi kalau wilayah Bangkalan saya kira 02, Sumenep 03, akhirnya tersebar seperti itu,” tegasnya.

Bagaimanapun semua tergantung kepada calon pemilih yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari sanalah, kelak akan diketahui siapa pasangan capres-cawapres yang didukung warga NU di Madura.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article