Ijin Tambang PBNU: Antara Ikan, Pancing, dan Tambang

Rasyiqi
By Rasyiqi
4 Min Read
Prabowo Subianto, belum menentukan cawapresnya (jfid)

jfid Dalam sebuah acara diskusi bersama perwakilan kiai kampung se-Indonesia di Malang, Sabtu (18/11/2023), calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto memberikan jawaban yang mengejutkan ketika ditanya tentang program kesejahteraan pesantren.

Ia mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai salah satu bentuk “pancing” untuk memajukan perekonomian pesantren.

Pernyataan Prabowo ini sontak menuai polemik di media sosial dan publik. Banyak yang mempertanyakan kebenaran dan kelayakan pernyataan tersebut.

Tawaran Jokowi

Pada tahun 2021, saat memberikan sambutan dalam pembukaan Muktamar ke-34 NU di Lampung, Jokowi menawarkan kepada para santri muda NU untuk membangun usaha dengan bantuan pemerintah.

Ia mengatakan bahwa ia siap memberikan konsesi di bidang pertanian, kehutanan, atau pertambangan kepada NU dalam bentuk sebuah holding yang dikoordinir oleh PBNU.

Ia berharap konsesi tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan NU.

Respon PBNU

Tawaran Jokowi disambut positif oleh PBNU. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengatakan bahwa Jokowi telah berbicara langsung dengan dirinya tentang rencana pemberian konsesi tersebut dan prosesnya sedang berlangsung.

Ia menegaskan bahwa hal ini tidak ada kaitannya dengan politik praktis atau pilpres 2024.

Ia juga mengatakan bahwa PBNU tidak akan mengelola konsesi tersebut sendiri, melainkan akan bekerja sama dengan pihak-pihak profesional dan kompeten.

Kritik dan Pertanyaan

Pernyataan Prabowo yang menyebut Jokowi telah memberikan IUP kepada PBNU mendapat kritik dan pertanyaan dari berbagai pihak. Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid, meminta Prabowo untuk tidak sembarangan berbicara karena hal itu dapat merusak kredibilitas PBNU.

Ia menanyakan bukti dan rincian tentang IUP yang dimaksud Prabowo. Ia juga menyatakan bahwa pemberian IUP harus melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan.

Peneliti politik senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menilai bahwa Prabowo masih terjebak dalam diskursus politik transaksional dan konkret semata.

Ia mengatakan bahwa Prabowo seharusnya lebih menawarkan gagasan dan solusi yang lebih luas dan visioner untuk kesejahteraan pesantren.

Peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai bahwa pernyataan Prabowo tidak akan berpengaruh banyak terhadap simpati suara PBNU atau pemilih Jokowi sebelumnya.

Ia mengatakan bahwa Jokowi sendiri sudah menunjukkan sikap mendukung Prabowo melalui pencalonan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.

Ia juga menilai bahwa pemberian IUP kepada PBNU tidak tepat dari sisi tata kelola. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin negara memberikan konsesi tambang kepada organisasi masyarakat yang bukan entitas bisnis atau pengelola sumber daya.

Dari poin-poin di atas, dapat disimpulkan bahwa pernyataan Prabowo soal izin tambang untuk PBNU adalah sebuah pernyataan yang tidak akurat, tidak relevan, dan tidak bertanggung jawab.

Pernyataan tersebut tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya tentang tawaran dan respon Jokowi dan PBNU.

Pernyataan tersebut juga tidak memberikan solusi yang jelas dan visioner untuk kesejahteraan pesantren.

Pernyataan tersebut hanya menimbulkan polemik, kebingungan, dan fitnah yang dapat merugikan PBNU dan Jokowi.

Pernyataan tersebut juga menunjukkan ketidakmampuan Prabowo untuk berkomunikasi dengan baik dan menghargai kredibilitas organisasi masyarakat. Pernyataan tersebut seharusnya tidak pernah diucapkan oleh seorang calon presiden yang ingin dipercaya oleh rakyat.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article