jfid – Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa ada orang Arab yang mau bergabung dengan pasukan Israel, negara yang selama ini dianggap sebagai musuh oleh sebagian besar dunia Islam?
Apa yang mendorong mereka untuk mengambil langkah yang tampaknya bertentangan dengan identitas dan kepentingan mereka sendiri?
Apakah ini merupakan taktik pecah belah yang dilakukan oleh Israel untuk melemahkan perlawanan Palestina? Ataukah ada alasan lain yang lebih kompleks dan nuansanya?
Berita ini mungkin mengejutkan Anda, karena selama ini kita sering mendengar tentang konflik dan kekerasan yang terjadi antara Israel dan Palestina, serta dukungan yang diberikan oleh negara-negara Arab dan Muslim kepada rakyat Palestina.
Namun, ternyata ada juga sebagian orang Arab, khususnya dari kelompok Badui, yang memilih untuk menjadi bagian dari pasukan pertahanan Israel atau Israel Defense Forces (IDF).
Menurut data resmi IDF, pada tahun 2020 ada sekitar 606 orang Arab Muslim yang direkrut menjadi anggota IDF, meningkat dari 489 orang pada tahun 2019 dan 436 orang pada tahun 2018.
Mayoritas dari mereka berasal dari kelompok Badui di utara Israel, yang secara tradisional lebih mudah untuk direkrut oleh IDF. IDF bahkan membuka dua peleton khusus untuk pelatihan dasar bagi para rekrutan Badui.
Lalu, apa yang membuat mereka tertarik untuk bergabung dengan IDF? Apakah mereka merasa terancam oleh Hamas atau kelompok militan lainnya yang beroperasi di Gaza atau Tepi Barat?
Apakah mereka mendapatkan imbalan atau insentif dari pemerintah Israel? Apakah mereka mengalami diskriminasi atau tekanan dari masyarakat Arab lainnya? Apakah mereka memiliki loyalitas atau identitas ganda sebagai warga Israel dan Muslim?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak bisa disederhanakan menjadi hitam atau putih, karena setiap individu memiliki motivasi dan latar belakang yang berbeda-beda. Namun, ada beberapa faktor yang bisa kita lihat untuk memahami fenomena ini.
Salah satu faktor yang mungkin berpengaruh adalah faktor ekonomi. Menjadi anggota IDF bisa memberikan kesempatan bagi para pemuda Arab untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan penghasilan yang lebih baik daripada jika mereka hanya mengandalkan pekerjaan informal atau tradisional.
Selain itu, mereka juga bisa mendapatkan akses ke layanan kesehatan, perumahan, dan kesejahteraan sosial yang disediakan oleh negara.
Dengan demikian, bergabung dengan IDF bisa menjadi cara untuk meningkatkan kualitas hidup dan masa depan mereka.
Faktor lain yang mungkin berperan adalah faktor sosial. Para pemuda Arab yang bergabung dengan IDF mungkin merasa bahwa mereka memiliki kesamaan atau keterikatan dengan negara Israel, yang merupakan tempat mereka lahir dan tumbuh.
Mereka mungkin juga menghargai nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan toleransi yang dianut oleh Israel, yang berbeda dengan negara-negara Arab lainnya yang sering mengalami konflik, ketidakstabilan, atau pelanggaran hak asasi manusia.
Dengan demikian, bergabung dengan IDF bisa menjadi cara untuk menunjukkan loyalitas dan kewarganegaraan mereka.
Faktor ketiga yang mungkin mempengaruhi adalah faktor religius. Para pemuda Arab yang bergabung dengan IDF mungkin tidak merasa bahwa mereka harus memilih antara agama dan negara, karena mereka masih bisa menjalankan ibadah dan tradisi mereka sebagai Muslim.
Mereka mungkin juga tidak terpengaruh oleh propaganda atau doktrin yang menyatakan bahwa Israel adalah musuh atau penjajah yang harus diperangi. Dengan demikian, bergabung dengan IDF bisa menjadi cara untuk mengekspresikan identitas dan kepercayaan mereka.
Tentu saja, tidak semua orang Arab setuju atau mendukung keputusan para pemuda yang bergabung dengan IDF. Ada juga yang mengkritik, mengecam, atau bahkan mengancam mereka sebagai pengkhianat, kolaborator, atau munafik.
Mereka mungkin merasa bahwa bergabung dengan IDF berarti mendukung kebijakan atau tindakan Israel yang dianggap merugikan atau menindas rakyat Palestina.
Mereka mungkin juga merasa bahwa bergabung dengan IDF berarti mengkhianati solidaritas atau persaudaraan dengan umat Islam di seluruh dunia.
Namun, apapun pandangan atau sikap yang kita miliki terhadap fenomena ini, kita harus mengakui bahwa ini adalah sebuah realitas yang kompleks dan dinamis, yang tidak bisa disimpulkan dengan mudah atau dikotak-kotakkan dengan sederhana.
Ini adalah sebuah tantangan bagi kita untuk melihat dunia dengan lebih terbuka dan kritis, tanpa terjebak dalam stereotip atau prasangka.
Ini adalah sebuah peluang bagi kita untuk belajar dan menghargai keragaman dan keunikan manusia, tanpa mengorbankan prinsip dan nilai yang kita anut.