Ad image

Boikot Mungkin tidak Akan Membuat Israel Berubah Pikiran

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
4 Min Read
Boikot Mungkin Tidak Akan Membuat Israel Berubah Pikiran
Boikot Mungkin Tidak Akan Membuat Israel Berubah Pikiran
- Advertisement -

jfid – Sejumlah perusahaan Barat, terutama Amerika Serikat, mendapat tekanan dari konsumen yang memboikot produk mereka sebagai bentuk protes terhadap konflik Gaza.

McDonald’s dan Starbucks menjadi sasaran utama boikot karena dianggap mendukung Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung.

McDonald’s dikritik karena salah satu pemilik waralabanya di Israel menyatakan memberikan ribuan makanan gratis kepada pasukan Israel.

Starbucks juga mendapat kecaman setelah berselisih dengan unggahan di platform media sosial X (dulu Twitter) oleh serikat pekerjanya yang menyatakan solidaritas dengan Palestina.

Boikot ini terjadi di berbagai negara, seperti Lebanon, Saudi Arabia, Maroko, Turki, Yordania, dan Malaysia. Bahkan, di Inggris, ada serangan fisik terhadap gerai-gerai McDonald’s dan Starbucks.

Selain itu, ada juga perusahaan-perusahaan lain yang menjadi sasaran boikot, seperti KFC, Pizza Hut, Burger King, Coca-Cola, Pepsi, Wix, dan Puma.

Google dan Amazon juga dituntut untuk menghentikan layanan mereka kepada pemerintah dan militer Israel yang dianggap melakukan apartheid terhadap rakyat Palestina.

Di Inggris, peritel Marks & Spencer juga mendapat protes setelah menayangkan iklan Natal yang menampilkan api yang membakar topi kertas berwarna yang mirip dengan bendera Palestina. Iklan ini kemudian ditarik.

Namun, hal ini berlanjut dengan adanya tuduhan bahwa perusahaan ini memiliki akar Yahudi. Perusahaan-perusahaan lain yang didirikan oleh orang-orang Yahudi juga menjadi target, seperti Danone, Starbucks, Dunkin Donuts, dan Netflix.

Bahkan, ada daftar produk-produk yang dibuat oleh orang-orang Yahudi yang disebarluaskan di TikTok dan Facebook.

Boikot terkait Timur Tengah bukanlah hal baru. Dua puluh tahun lalu, merek-merek Amerika juga dicopot dari rak-rak toko di dunia Arab karena invasi Irak.

Coca-Cola pernah diboikot oleh Liga Arab dari tahun 1968-91 karena berdagang di Israel. Kadang-kadang, aktivisme juga datang dari arah sebaliknya, dengan Ben and Jerry’s, Orange, dan SodaStream yang mundur dari permukiman ilegal Israel.

Lantas, apakah boikot ini efektif untuk memengaruhi kebijakan Israel?

Menurut Aisha Ijaz, dosen pemasaran di Edge Hill University, boikot ini mungkin tidak akan berdampak besar secara ekonomi, tetapi berhasil meningkatkan kesadaran tentang perlakuan Israel terhadap Palestina.

Ia mencontohkan kasus boikot terhadap produk-produk Denmark pada tahun 2005 sebagai akibat dari kartun yang melecehkan Nabi Muhammad.

Boikot ini berlangsung selama beberapa bulan dan menyebabkan kerugian sekitar US$180 juta bagi Denmark. Namun, boikot ini tidak mengubah sikap pemerintah Denmark atau surat kabar yang menerbitkan kartun tersebut.

Ijaz juga mengatakan bahwa boikot terhadap merek-merek Barat memiliki tantangan tersendiri, seperti kurangnya konsistensi, kesadaran, dan alternatif. Banyak konsumen yang tidak tahu bahwa produk-produk yang mereka boikot sebenarnya dimiliki oleh perusahaan lain atau memiliki waralaba lokal. Misalnya, Starbucks di Indonesia dimiliki oleh PT Sari Coffee Indonesia, bukan oleh perusahaan induknya di AS.

Selain itu, banyak konsumen yang tidak mau mengorbankan kenyamanan dan gaya hidup mereka demi boikot.

Mereka mungkin masih menggunakan produk-produk yang mereka boikot secara diam-diam atau mencari cara untuk mendapatkannya dengan harga lebih murah. Juga, tidak semua produk yang diboikot memiliki alternatif yang setara atau lebih baik.

Ijaz menyarankan agar boikot lebih difokuskan pada produk-produk yang memiliki keterkaitan langsung dengan Israel atau pemerintah AS, daripada pada produk-produk yang hanya memiliki akar Yahudi. Ia juga menekankan pentingnya edukasi dan advokasi untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang dampak boikot mereka.

Dengan demikian, boikot mungkin tidak akan membuat Israel berubah pikiran, tetapi setidaknya akan membuat dunia lebih peduli.

- Advertisement -
Share This Article