Berburu Pecel Perko Jalan Dhoho Kediri

Herry Santoso
2 Min Read

jfid – SEMAKIN malam lesehan yang digelar di trotoar sepanjang Jln. Dhoho Kota Kediri bukannya semakin surut, tetapi justru kian ribut diserbu pembeli. Terlebih, menu yang tersaji cukup lengkap. Ada pecel tumpang empal, pecel tumpang dendeng ragi, sate jeroan, urap kecipir, atau nasi jagung lodeh pete rebung.
“Pokoknya, sabar ngantre ya Mas…” kata Neny (33) melempar senyum pada setiap pembeli.

Lesehan pincuk itu yang sering disebut pecel tumpang ‘Perko’, kependekan dari emperan toko. Sungguhpun demikian, pelanggannya bukan cuma wong cilik. Malahan babe-babe berduit kerap kali cangkrukan di situ.

“Es cendol, ronde, juga ada kok Mas…” ujar si empunya warung sembari menahan geli. Ternyata kata “ronde” sebagai plesetan dari kata “rondho” alias janda.

Sejak Zaman Kerajaan

“Lesehan di Jln. Dhoho ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Kediri, di Abad XI dulu. Tapi kala itu menghadap ke Sungai Brantas karena sungai terbesar di Jawa itu merupakan bandar yang ramai. Makanya, di seberang sana ( barat sungai, Red) dinamakan Desa Bandar. ” tutur Gunawan (51) yang mengaku sebagai pemerhati budaya.

Jln. Dhoho sendiri sangat strategis. Wajar kalau acap disebut kawasan pecinan lantaran toko-toko sepanjang jalan itu 80% milik warga keturunan.

“Kurang manis ya Mas dawetnya ?” tanya Neny.
Enggak, cukup kok, kan ada senyumu, ” balas penulis yang sempat membuat wajahnya merah jambu. Hehee.

Laporan: Herry Santoso / Jurnalfaktual.id

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article