Aku Benci Kamu, Seni Memenangkan Paslon dan Etika yang Terlupakan!

Syafiqur Rahman
3 Min Read
Aku Benci Kecuranganmu: Seni Memenangkan Paslon, dan Etika yang Terlupakan!
Aku Benci Kecuranganmu: Seni Memenangkan Paslon, dan Etika yang Terlupakan!

jfid – Dalam arena politik yang selalu dipenuhi intrik, dilema moral menjadi sesuatu yang tak terelakkan, menggoyahkan integritas dan etika. Politik kotor, sebuah panggung di mana karakter seorang politisi diuji, kini semakin menjadi seni tersendiri.

Pengendalian narasi, kampanye hitam, dan pengaruh tak terlihat telah menjadi instrumen utama dalam strategi meraih kemenangan. Tetapi, apakah kecurangan benar-benar menjadi suatu kebutuhan? Apakah ini satu-satunya jalur menuju puncak kekuasaan?

Mengutip pepatah bijak, “Tujuan tidak selalu membenarkan cara.” Pertanyaannya kemudian, apakah kemenangan hasil dari cara kotor memiliki makna yang sesungguhnya? Sejauh mana keberhasilan dapat diukur dengan merendahkan lawan politik?

Politisi terkadang merasa terdorong untuk memenangkan paslon mereka dengan segala cara. Alih-alih menyajikan visi dan rencana konkrit, kita malah dihadapkan pada drama politik layaknya telenovela, dengan plot kecurangan dan intrik yang semakin memanis suasana.

Mungkin, inilah harga yang harus dibayar untuk meraih kemenangan, tetapi apakah kita, sebagai pemilih, harus menerima segala bentuk itu tanpa pertimbangan?

Pertanyaan selanjutnya adalah, “Apa yang sebenarnya membuat satu pasangan harus menang?” Apakah karena mereka membawa ide brilian, memegang teguh integritas, atau hanya lebih mahir dalam seni politik kotor? Politikus seolah-olah telah berubah menjadi peserta reality show, sementara pemilih adalah penonton setia yang harus memilih di antara tokoh yang paling mencolok dengan skandal terbesar.

Mungkin, saatnya bagi kita untuk lebih bijak dalam memilih pemimpin. Motif di balik politik kotor perlu diperiksa, dan pemimpin yang fokus pada solusi lebih pantas diapresiasi daripada yang terlibat dalam permainan kotor.

Jika kita terus memberikan dukungan kepada mereka yang memanfaatkan ketidakadilan dan kebohongan, kita mungkin malah menjadi sebagian dari permasalahan, bukan solusinya.

Bolehkah kita menyebut seorang politisi sebagai jahat? Atau sebaliknya? Mungkin kita harus lebih hati-hati dalam memberikan label. Namun, jika seorang individu terus terlibat dalam politik kotor, mungkin tak salah untuk menyebutnya sebagai ‘pemain kotor’.

Kita harus menuntut integritas dari para pemimpin kita, dan tak boleh takut untuk mengecam ketidakadilan yang mereka lakukan.

Pada akhirnya, kita, sebagai pemilih, memiliki peran krusial dalam membentuk masa depan politik kita. Mari bersama-sama memilih pemimpin yang berintegritas, berfokus pada solusi, dan tak terjerumus dalam permainan kotor.

Hanya dengan begitu, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik, di mana kebenaran dan etika bukan sekadar slogan kosong dalam dunia politik.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article