Demokrasi Desa, Demokrasi Rakyat, Yukk Berantas Demokrasi Kasta

Rasyiqi
By Rasyiqi
5 Min Read
Ilustrasi kontestasi Pilkades wilayah Lombok Tengah (foto: istimewa)
Ilustrasi kontestasi Pilkades wilayah Lombok Tengah (foto: istimewa)

Lombok Tengah,– Masyarakat sebagai subjek dan objek politik mempunyai hak dan status yang sama dalam menentukan langkah dan arah kebijakan Desa nya, yang ditentukan dengan prosesi demokrasi Desa (Pilkades).

Rencananya, Pilkades serentak di Lombok Tengah akan digelar pada bulan April 2019. Akan tetapi lapangan berkata lain, terkhusus cara pikir dan cara pandang sebagian elit dan masyarakat Desa masih terkooptasi dengan siapa dia? Bagaimana dia? Berapa modal kah dia? Dan adakah trah kepemimpinan dari dia? Dan pola fikir kasta yang masih melekat lainya, Sungguh suatu cara pandang yang salah!.

Saatnya untuk dirubah menuju perubahan, politik kasta dan dinasti sudah tidak berlaku lagi, rakyat Desa sudah cerdas, melihat dan memandang dari sejauh mana dia bisa berbuat.

Sudah lah, bongkar saja status quo bahwa Kepala Desa mesti berasal dari satu lokasi dan tempat, satu keturunan dan satu trah, sebab, semua warga masyarakat mempunyai kemampuan dan kapasitas yang sama, tergantung bagaimana disikapi, dan haknya sudah dilindungi Undang-undang.

Tepat, jika dikatakan masyarakat Desa sudah rata-rata cerdas dalam menentukan pilihan ke depan. Masyarakat dalam menentukan siapa yang pantas memimpin suatu Desa tidak harus di pimpin oleh satu golongan saja, atau dari satu tempat saja. Semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama untuk di pilih dan memilih, rubah cara pandang!, bahwa menjadi Kades harus dari satu golongan dan tempat saja, tanpa memandang komitmennya membangun Desa. Harus di potret bahwa visi dan misi menjadi prioritas utama. Ingat, Desa adalah rumah rakyat seluruhnya, bukan milik satu golongan.

Merubah cara pandang status quo tersebut minimal seperti merubah bahwa Kades harus berasal dari pusat Desa, mesti mencoba kemampuan dari warga yang non pusat Desa.

Orang Selatan, Timur, Utara, Barat tidak punya kapabelitas, mari wujudkan sekaligus mencoba Kepala Desa yang dari Selatan, Timur, Utara dan Barat.

Semua orang mempunyai integritas dan kemampuan dalam membangun Desa. Memandang masyarakat Desa tidak punya kapasitas dan kapabalitas dalam menuntut hak nya dipilih, saya kira itu perspektive yang keliru, sebab semua putra terbaik dalam suatu Desa punya hasrat dalam membangun Desa Nya yang sama.

Sentilan-sentilun yang muncul dan segmentasi riak pencalonan Kepala Desa yang mengkerdilkan dan menganggap lemah antar sesama warga Desa sangat keliru, betapa tidak, sebab masyarakat yang menilai, kalau bukan sekarang siapa lagi. Jangan sampai ada konotasi politik kasta atau dinasti di tingkat demokrasi yang paling bawah (Pilkades).

Indonesia adalah negara demokrasi, bukan negara monarki, yang pemimpinnya berasal dari satu trah, keturunan dan golongan saja, selama ada tanggapan seperti itu, maknanya masyarakat dan perkembangannya masih di bawah standar, dan tidak akan pernah ada perubahan sedikitpun (stagnan).

Sentimen keharusan Kades dari suatu lokasi dan trah tertentu ini tidak baik, sebab bisa menimbulkan perpecahan dan faksi-faksi dalam Desa dan akan menghambat lajunya pertumbuhan dan perkembangan Desa.

Tidak mesti Kades yang baik dan berbobot harus berasal dari satu tempat, sebab selama Kades tersebut berasal dari pojok manapun dalam suatu Desa, mereka punya hak secara konstitusi untuk menjadi pemimpin yang akan mendedikasikan dirinya untuk Desa nya.

Tanpa memandang status, semua masyarakat Desa berhak secara konstitusi untuk terlibat dalam kontestasi demokrasi di Desa nya, sebab ingat, bahwa demokrasi kita adalah demokrasi rakyat, bukan demokrasi Kasta.

Demokrasi Desa adalah demokrasi rakyat, artinya rakyat yang memilih. Tentu dengan konsekuwensi tanpa harus justifikasi dan memberikan cap buruk kepada salah satu calon. Mari berdemokrasi di tingkat Desa tanpa ada diskriminasi keturunan, masalah mampu atau tidaknya seseorang memimpin, bukan dinilai dari siapa dia, akan tetapi sejauh mana dia bisa.

Pemimpin bukan diukur dari siapa kakeknya, siapa keturunannya, akan tetapi pemimpin itu diukur dari kesungguhannya mengayomi yang ia pimpin.

Tentang penulis: Muh Rizwan, jurnalis jurnalfaktual.id

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article