jf.id – Tidak sedikit, ikrar pasang badan dari Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep di Pilkada 2020. Setidaknya, ada 20 nama yang dihimpun jurnalfaktual.id, yang menyatakan maju di kontestasi Pilkada 2020.
Siapa bacalon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep Abal-Abal? Saya tidak bisa menyebutkan dengan terang namanya, karena bisa tersandung Undang-undang ITE.
Namun, bacalon Bupati maupun Wakil Bupati Abal-abal, bukanlah sebagai kompetitor yang menghidupkan sebuah konstruksi Demokrasi. Tapi lebih sederhana, saya menyebutnya sebagai ‘kontol’ Demokrasi.
Sebuah Demokrasi yang dikotori dengan pamflet-pamflet dan mengganggu keharmonisan berdemokrasi. Momentum politik dijadikan segmen pasar untuk dirinya dikenal publik.
Sebuah platform utama yang diagendakan para Bacalon Bupati dan wakil Bupati Abal-abal adalah momentum tepat di Pilkada. Selang waktu, sebelum KPU menutup pendaftaran Bacalon, disanalah Kesempatan besar bacalon untuk membangun citra dirinya sebagai tokoh atau calon pemimpin.
Terbukanya kran Demokrasi secara besar menciptakan kemudahan bagi Bacalon Abal-abal untuk melakukan penipuan publik yang tidak ada sanksi secara Yuridis.
Jika Pilkada adalah sebagai proses dari produk Demokrasi dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya. Seharusnya, ada regulasi Badan Pengawas Pemilu yang bekerja tidak dengan dogma-dogma lama. Dibutuhkan peran Bawaslu untuk memfilter proses Tahapan dari Bacalon Bupati dan wakil Bupati Sumenep Abal-Abal. Semisal, sejauh mana yang bersangkutan dikenal publik. Atau, sudah memiliki data dengan validitas dari lembaga survei terkait pencalonannya sebagai Bacalon Bupati maupun Wakil Bupati.
Karena, sudah cukup, pepohonan dan reklame-reklame mengotori pemandangan pengguna jalan dan keindahan kota.
Lain lagi, dengan bacalon Bupati atau bacalon wakil Bupati yang serius, namun tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP Partai pengusung.
Contoh: Seorang Bacalon Bupati atau Wakil Bupati melakukan langkah-langkah dan lobi politik, namun, dengan ketatnya kompetitor, dirinya tergeser dari rekomendasi Partai.
Contoh ke dua: Seorang Bacalon yang sudah berjuang dan turun ke bawah, dan mendapat dukungan dari masyarakat, namun, karena berbagai hal. Seperti kesulitan dana saksi, kurangnya kesiapan logistik, atau lemahnya kost Politik, menjadikan dirinya gagal sebagai calon.
Dilain segmen, ada banyak indikator yang menjadi barometer dari bacalon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep Abal-Abal. Indikator tersebut, bisa dilihat dengan tidak bekerjanya sistem politik ke masyarakat sehingga popularitas dan elektabilitasnya rendah. Catatan: Setiap bacalon yang turun ke masyarakat, dipastikan popularitas dan elektabilitasnya meningkat.
Indikator lain dari Bacalon Bupati atau Wakil Bupati Abal-abal adalah dengan secara sembrono mengikrarkan dirinya sebagai Bacalon yang tidak memiliki kesempatan atau peluang untuk direkom Partai atau peluang mempersiapkan diri untuk menjadi Calon dari jalur Independen.
Deni Puja Pranata