UNESCO Sebut, Sumenep Miliki Empu Terbanyak se Asia Tenggara

Rasyiqi
By Rasyiqi
3 Min Read
Empu desa Aing Tongtong saat mencipta Keris (foto; Redaksi)
Empu desa Aing Tongtong saat mencipta Keris (foto; Redaksi)

jfID – Kabupaten Sumenep sebagai salah satu daerah yang masih memiliki nilai kearifan lokal yang terjaga, hingga detik ini. Hal tersebut, bisa dilihat dari citra dan simbol, jika Kabupaten Sumenep sebagai kota keris.

Seorang Intelektual yang meneliti tentang keris, menyebut Sumenep sebagai daerah yang memiliki citra kuat soal keris. Hal itu disampaikan Bayu Firnanda, Sarjana lulusan Universitas Trunojoyo Madura, dalam karya ilmiahnya meneliti soal keris.

“Pada tahun 2012 badan khusus PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) mengakui jumlah empu di Sumenep terbanyak di Asia Tenggara. Jumlahnya mencapai 524 orang. Dari jumlah itu 80% tinggal di desa Aeng Tong-Tong. Sisanya tersebar di desa Pore, Talang, Palongan, Aeng Baja,” jelas Bayu Firnanda. Minggu (22/3/2020).

Bayu Firnanda menambahkan, jika kita harus berfikir secara rasional untuk memanfaatkan alat yang mereka miliki untuk mendapatkan manfaat yang lebih. Semakin tinggi kita menaiki jenjang peradaban, semakin terkalahkan dengan kebutuhan fisiologik karena faktor-faktor fisiologis. Cita rasa seni, keangkuhan, dorongan untuk pamer, dan lain-lain. 

Dilain hal, Deki Irawan seorang pakar Keris dan pamor, mengatakan, jika empu modern Sumenep memiliki citra seni tinggi dalam menciptakan seni pamor.

“Jika jenis besi yang digunakan oleh para empu modern di Indonesia, hampir sama. Namun, penciptaan seni pamor, hanya Sumenep yang bisa,” ujar Deki Irawan, pakar Keris asal Palongan, Bluto, Sumenep.

Selain empu Keris di Sumenep, Deki Irawan menyebut, jika Sumenep juga memiliki kemampuan untuk menciptakan warangka ukir 5 dimensi. Dengan seni ukir tinggi.

“Masyarakat desa Palongan, semuanya bisa mengukir, mulai dari anak SD hingga orang tua. Mereka semua adalah seniman ukir yang diberikan kemampuan tanpa harus bersekolah dengan teori-teori di bangku kuliah. Dan karya mereka, banyak diminati wisatawan asing,” imbuhnya.

Bayu Firnanda dan Deki Irawan, hingga kini juga masih melakukan pendataan, soal jumlah produksi keris yang diciptakan para empu modern setiap harinya.

Keduanya mengatakan, jika empu modern dalam menciptakan keris bukan sekedar nilai seni. Namun, produksi juga ditinjau dari aspek kebutuhan ekonomi masyarakat.

Deki Irawan, menyebut, pemerintah daerah sudah berhasil menjaga nilai-nilai kearifan lokal. “Era Kyai Busyro Karim (Bupati Sumenep, red), kota Sumenep menjadi ikon kota keris,” tutupnya. (DN/DPP).

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article