Kebijakan Fiskal 2023: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar?

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read

jfid – Tahun 2023 merupakan tahun yang penting bagi Indonesia. Tahun ini, Indonesia akan memasuki fase akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tahun ini juga, Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Di tengah situasi yang dinamis dan tidak pasti ini, kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen yang strategis untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Kebijakan fiskal tahun 2023 didesain agar mampu merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan, dan mendukung pencapaian target pembangunan secara optimal.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 20 Mei 2023. Dalam rapat tersebut, Menkeu menyampaikan Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023.

Menurut Menkeu, tema kebijakan fiskal tahun 2023 adalah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Tema ini sejalan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023.

Menkeu menjelaskan bahwa peningkatan produktivitas nasional menjadi kunci bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar visi Indonesia Maju 2045 dapat tercapai.

“Produktivitas nasional harus ditingkatkan melalui percepatan transformasi ekonomi yang didorong oleh inovasi, digitalisasi, diversifikasi, dan kemandirian. Transformasi ekonomi juga harus inklusif, yaitu memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan. Selain itu, transformasi ekonomi juga harus berkelanjutan, yaitu memperhatikan aspek lingkungan dan sumber daya alam,” ujar Menkeu.

Untuk mewujudkan tema kebijakan fiskal tersebut, Menkeu memaparkan dua strategi yang akan ditempuh pemerintah pada tahun 2023. Pertama, memfokuskan anggaran untuk lima program prioritas, yaitu penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM), akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri, dan pembangunan ekonomi hijau.

Kedua, meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif¹.

Dari sisi pendapatan negara, Menkeu mengatakan bahwa kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan.

Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan, mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Dari sisi belanja negara, Menkeu mengatakan bahwa kebijakan belanja negara diarahkan untuk menghasilkan output/outcome yang berkualitas, memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat dan perekonomian serta dapat mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.

Belanja negara bukan hanya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga untuk melakukan pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli masyarakat.

Sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut, pemerintah terus mendorong penguatan spending better melalui penghematan belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, peningkatan efektivitas termasuk ketepatan sasaran belanja bantuan sosial dan subsidi, serta penguatan kualitas transfer ke daerah dan dana desa.

Dari sisi pembiayaan, Menkeu mengatakan bahwa kebijakan pembiayaan diarahkan untuk menutup financing gap secara efisien, hati-hati, dan berkelanjutan. Defisit dan rasio utang pun akan tetap dikendalikan dalam batas aman.

Defisit diarahkan kembali di bawah 3 persen, antara -2,61 persen sampai dengan 2,90 persen. Sementara itu, rasio utang diatur di kisaran 40,58 persen sampai dengan 42,42 persen.

Menkeu juga menyampaikan proyeksi kerangka ekonomi makro tahun 2023. Pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,3 hingga 5,9 persen, inflasi 2,0 hingga 4,0 persen, nilai tukar Rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per USD, tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen, harga minyak mentah Indonesia USD80 – USD100 per barel, lifting minyak bumi 619 ribu – 680 ribu barel per hari dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.

Menkeu berharap bahwa KEM PPKF Tahun 2023 dapat menjadi acuan bagi penyusunan RAPBN Tahun 2023 yang akan disusun bersama-sama dengan DPR RI. Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam mendukung pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2023 agar dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.

“Kebijakan fiskal tahun 2023 merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk terus menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Kebijakan fiskal tahun 2023 juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama bekerja keras dan bekerja cerdas untuk mewujudkan kebijakan fiskal yang responsif, tantang, dan optimal,” tutup Menkeu.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article