jfid – Perselingkuhan sering kali dianggap sebagai tanda ketidakbahagiaan dalam hubungan atau pernikahan. Namun, sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa hal itu tidak selalu benar. Banyak orang yang berselingkuh ternyata masih mencintai pasangannya dan merasa puas dengan hubungan mereka.
Melansir dari Today, Studi yang dipublikasikan di jurnal Archives of Sexual Behavior ini melibatkan hampir 2.000 pengguna situs kencan Ashley Madison, yang dikenal sebagai situs untuk orang-orang yang ingin berselingkuh. Para peneliti menanyakan alasan mereka berselingkuh, bagaimana perasaan mereka terhadap pasangan dan selingkuhan mereka, dan apakah mereka menyesal.
Hasilnya cukup mengejutkan. Rata-rata, para pelaku perselingkuhan merasa cukup puas dengan hubungan mereka, dengan skor kepuasan sekitar tiga dari lima poin. Mereka juga menyatakan cinta yang kuat terhadap pasangan mereka, dengan skor cinta sekitar empat dari lima poin.
Namun, mereka juga merasa sangat menikmati perselingkuhan mereka, baik secara seksual maupun emosional, dengan skor kepuasan sekitar empat dari lima poin. Mereka juga tidak menyesali perselingkuhan mereka, dengan skor penyesalan sekitar dua dari lima poin.
Apa yang mendorong mereka untuk berselingkuh? Menurut peneliti, faktor terkuat adalah ketidakpuasan seksual. Sebagian besar pelaku perselingkuhan mengaku tidak aktif secara seksual dengan pasangan mereka, atau merasa bosan dengan kehidupan seks mereka.
“Temuan ini menunjukkan bahwa manusia itu rumit dan konsistensi moral yang sangat, sangat rumit,” kata Dylan Selterman, psikolog sosial dan penulis utama studi, dalam sebuah wawancara dengan Today. “Tentu saja ada orang-orang yang tetap setia dan tidak berselingkuh satu sama lain. Namun, menurut saya komitmen itu membutuhkan usaha yang lebih besar daripada yang mungkin disadari,” tambahnya.
Selterman juga menyarankan agar orang tidak menganggap pasangannya tidak akan berselingkuh, karena itu adalah asumsi yang “tidak bijak”. Ia mengatakan bahwa orang harus berkomunikasi dengan pasangannya tentang harapan dan kebutuhan mereka, serta bersikap terbuka terhadap kemungkinan perubahan dalam hubungan.
Namun, tidak semua ahli setuju dengan hasil studi ini. Beberapa terapis pasangan, keluarga, dan pernikahan mengatakan bahwa studi ini tidak relevan bagi rata-rata orang yang puas dengan hubungan mereka. Mereka juga meragukan validitas data dari situs kencan yang berorientasi pada perselingkuhan.
“Selama lebih dari 30 tahun menjadi terapis keluarga, saya belum pernah melihat ada orang yang melaporkan pernikahannya bahagia meski berselingkuh,” kata Jeffrey Bernstein, psikolog dan penulis, dalam sebuah komentar.
Selain ketidakpuasan seksual, ada faktor lain yang bisa memicu perselingkuhan, seperti lingkungan sekitar. Sebuah studi lain yang juga dipublikasikan di Archives of Sexual Behavior menemukan bahwa lingkungan yang memberi kesan seolah-olah perselingkuhan itu wajar bisa membuat orang lebih tertarik dan mempertimbangkan untuk berselingkuh.
“Lingkungan teman sebaya yang memberi kesan bahwa perselingkuhan itu adalah hal wajar bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap perselingkuhan,” kata Gurit Birnbaum, psikolog dan penulis utama studi tersebut.
Perselingkuhan adalah fenomena yang kompleks dan kontroversial, yang melibatkan berbagai faktor psikologis, sosial, dan biologis. Meski demikian, perselingkuhan bisa berdampak negatif bagi hubungan, seperti menurunkan kepercayaan, meningkatkan konflik, dan menyebabkan perceraian. Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk menjaga komitmen, keintiman, dan kepuasan dalam hubungan mereka, serta menghindari godaan yang bisa merusaknya.