Potret Toleransi Beragama, Tradisi Perang Topat Budaya yang Perlu Dilestarikan

jfid
By jfid
4 Min Read
Prosesi adat perang Topat di Lingsar (Foto: Redaksi)
Prosesi adat perang Topat di Lingsar (Foto: Redaksi)

Nusa Tenggara Barat,- Pemerintah Kabupaten Lombok Barat melalui Dinas Pariwisata melaksanakan prosesi adat “perang topat” di Lingsar, Lombok Barat. Rangkaian adat dan ritual Perang Topat diselenggarakan mulai dari prosesi Pujawali Pura Lingsar. Rabu,11/12/ 2019.

Berbagai kegiatan dihelat oleh Dinas Pariwisata untuk meramaikan prosesi yang disebutnya sebagai prosesi religi dan budaya.

Setelah kegiatan “Peresean” dilangsungkan sejak 5 – 9 Desember 2019, maka berbagai kegiatan digelar sebagai rangkaian puncak prosesi Perang Topat 2019.

“Sejak pagi tadi, kita menyelenggarakan live painting (seni lukis, red) dan cilokaq (kesenian musik khas Suku Sasak, red). Lalu siangnya kita selenggarakan haul KH. Abdul Malik atau Raden Mas Kerta Jagad yang diyakini masyarakat Lingsar sebagai penyebar Islam pertama di Lingsar yang kita rangkaikan dengan Begawe Gubog (Roah Kampung, red) untuk kalangan Umat Islam. Secara paralel roah itu kita teruskan dengan upacara Mendak Tirta bagi Umat Hindu di sekitar Pura Lingsar, “kata Hj. Lale Prayatni

Setelah Mendak Tirta, kegiatan kesenian yang mengiringi perang Topat ini adalah pentas wayang kulit, kesenian Gandrung, ritual Kelilingan Kao (mengarak kerbau) yang menjadi simbol kebersamaan antara umat Islam dan Hindu di Lombok.

Kelilingan Kao adalah simbol kebersamaan antar umat dalam kehidupan sehari-hari. Seekor kerbau gemuk disiapkan oleh panitia untuk dikelilingkan ke area Pura Lingsar. Kerbau tersebut diikat oleh dua tali di mana setiap tali dipegang dan dikendalikan oleh setiap orang dari masing-masing umat.

Sebelum acara perang topat dimulai, terdapat penampilan dari gendang beleq musik tradisional suku sasak yang menyambut iring-iringan kebon odeq (kebun kecil) yang terdiri dari hasil bumi dan topat (ketupat).

Warga Hindu dan Islam terdiri dari 2 Rombongan yang berbeda, setelah sampai di lokasi perang topat, warga berkeliling mengelilingi  Kemaliq di  kompleks Pura Lingsar. Keliling kemaliq menandakan bahwa perang topat akan segera dimulai.

Unik, ada 2 kubu yang saling serang, yaitu kubu Hindu dan Islam, berperang dengan menggunakan ketupat yang sebelumnya sudah diarak.

Perang topat dilaksanak seperti perang pada umumnya, akan tetapi masyarakat serang-menyerang denga menggunakan ketupat. Cara  inilah yang dikenal dengan perang topat.

Mereka saling lempar ketupat yang di bawanya, akan tetapi tidak ada satupun perkelahian yang terjadi.

“tidak boleh ada pertengkaran dalam aksi perang topat ini, yang ada sebaliknya yakni suka ria dan suka cita, sebab kalau ada yang merasa marah, maka akan ada kemalik “konsekwensi adat” yang akan diterimanya” cetus Taufiqurrahman.

Setelah ketupat tersebut di lempar, ketupat tersebut dilempar “nyawut” ke ladangnya masing-masing.

Menebar “nyawut” ketupat  ke ladang dipercayai  akan memberi kesuburan terhadap ladang mereka.

“prosesi penebaran “nyawut” ketupat ke ladang dipercaya dapat memberikan kesuburan tanaman mereka” tandas Taufiq.

Taufiqurrahman tokoh muda Lingsar megakui, tradisi ini adalah bentuk perdamaian antara umat Islam dan Hindu di Lombok, pembelajaran untuk saling menghormati antar sesama mahluk tuhan.

“umat Muslim, Hindu menjadi satu dalam persatuan, kami saling menghargai antara satu dengan sama yang lain,” kata Taufiqurrahman, Warga Lingsar.

Laporan: Muh Rizwan

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article