Biden Siapkan Rp598T untuk Hentikan Ambisi Chip China

ZAJ
By ZAJ
4 Min Read

jfid – Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menandatangani undang-undang yang mengalokasikan dana sebesar US$52,7 miliar atau setara Rp598 triliun untuk mendukung industri semikonduktor di negaranya.

Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menghambat perkembangan teknologi chip China yang dianggap sebagai ancaman keamanan nasional.

Chip semikonduktor adalah komponen penting yang digunakan dalam berbagai perangkat elektronik, mulai dari ponsel, komputer, hingga sistem persenjataan. Amerika Serikat saat ini masih menjadi pemimpin dalam hal desain chip, namun kalah dalam hal produksi chip.

Sebagian besar chip yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat diproduksi oleh pabrik-pabrik di Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang.

Sementara itu, China juga berusaha untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang chip, baik melalui investasi, penelitian, maupun akuisisi. China memiliki ambisi untuk menjadi mandiri dalam hal pasokan chip dan mengurangi ketergantungannya pada impor.

China juga ingin memanfaatkan chip sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan militer dan ekonominya.

Namun, upaya China ini mendapat tentangan dari Amerika Serikat, yang khawatir bahwa China akan menggunakan chip untuk mengancam kepentingan dan sekutu-sekutunya.

Amerika Serikat telah memberlakukan sejumlah sanksi dan pembatasan ekspor terhadap perusahaan-perusahaan chip China, seperti Huawei dan SMIC.

Sanksi-sanksi ini bertujuan untuk memutus akses China terhadap teknologi dan peralatan chip canggih yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat atau mitranya.

Untuk mengimbangi langkah China, Amerika Serikat juga berupaya untuk memperkuat industri chip dalam negerinya.

Undang-undang yang baru disahkan oleh Biden, yang dikenal sebagai “Chips and Science Act”, merupakan bagian dari paket stimulus infrastruktur senilai US$1 triliun.

Undang-undang ini menyediakan dana insentif sebesar US$39 miliar untuk membantu produsen chip Amerika Serikat membangun atau memperluas pabrik-pabrik mereka di tanah air.

Selain itu, undang-undang ini juga mengalokasikan dana sebesar US$13,7 miliar untuk mendanai penelitian dan pengembangan tenaga kerja di bidang chip.

Selain memberikan dana, undang-undang ini juga mengeluarkan aturan baru yang membatasi pemberian subsidi kepada produsen chip yang berinvestasi di negara-negara yang dianggap bermasalah, seperti China dan Rusia.

Aturan ini juga melarang penerima dana dari melakukan kerjasama penelitian atau lisensi teknologi dengan entitas asing yang menjadi perhatian khusus Amerika Serikat.

Jika penerima dana melanggar aturan ini, maka Departemen Perdagangan Amerika Serikat dapat mencabut insentif yang telah diberikan.

Menteri Perdagangan Amerika Serikat Gina Raimondo mengatakan bahwa aturan ini diperlukan untuk menjaga agar tidak ada dana yang disalahgunakan oleh China untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang chip.

“Kita harus benar-benar waspada bahwa tidak satu sen pun dari hal ini akan membantu China untuk lebih maju dari kita,” katanya.

Raimondo juga menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak berniat untuk melakukan blokade teknologi terhadap China, melainkan hanya ingin melindungi keamanan nasionalnya.

Dia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat tetap terbuka untuk bekerja sama dengan negara-negara lain dalam hal standar internasional, hak paten, dan jasa perakitan dan pengemasan.

Namun, langkah Amerika Serikat ini mendapat kritik dari China, yang menuduh bahwa Amerika Serikat sedang melakukan intervensi politik dalam urusan ekonomi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang mencoba untuk menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi China dengan menggunakan alasan keamanan nasional.

Dia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang melanggar prinsip pasar bebas dan persaingan yang adil.

Zhao juga menegaskan bahwa China tidak akan tinggal diam dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya.

Dia juga mengimbau Amerika Serikat untuk menghentikan tindakan yang merugikan kepercayaan dan kerjasama antara kedua negara.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article