PNS Boleh Berpolitik, Asal Jangan Langgar Netralitas

Shofiyatul Millah
5 Min Read
PNS Boleh Berpolitik, Asal Jangan Langgar Netralitas
PNS Boleh Berpolitik, Asal Jangan Langgar Netralitas

jfid – Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Seluruh rakyat Indonesia akan menentukan nasib bangsa ini melalui pesta demokrasi lima tahunan.

Namun, tidak semua warga negara memiliki hak yang sama dalam berpartisipasi politik.

Ada sekelompok orang yang harus menjaga netralitasnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS).

ASN atau PNS adalah pelayan publik yang harus mengabdi kepada negara dan masyarakat, tanpa membedakan suku, agama, ras, atau golongan.

Mereka juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, integritas, dan netralitas dalam menjalankan tugasnya.

Oleh karena itu, ASN atau PNS tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis yang dapat mengganggu netralitasnya.

Namun, netralitas ASN atau PNS tidak berarti mereka dilarang berpolitik sama sekali.

Menurut Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), ASN atau PNS tetap memiliki hak politik sebagai warga negara, seperti menggunakan hak pilihnya, menyampaikan pendapat, dan berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan.

Yang dilarang adalah kegiatan politik yang dapat menimbulkan keberpihakan, seperti menjadi anggota atau pengurus partai politik, memberikan dukungan atau menentang pasangan calon (paslon), mengadakan atau menghadiri kegiatan kampanye, dan membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon.

Pelanggaran netralitas ASN atau PNS dapat berakibat fatal bagi penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.

Pelanggaran netralitas dapat mengganggu hak-hak politik masyarakat, merusak citra pemerintah, dan mengancam stabilitas nasional.

Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan aturan-aturan yang mengatur netralitas ASN atau PNS dalam pemilu, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.

Pemerintah juga telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Netralitas ASN yang terdiri dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan KASN.

Satgas Netralitas ASN bertugas untuk menerima, memverifikasi, dan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN atau PNS yang berasal dari masyarakat melalui kanal informasi dan pengaduan pemerintah, seperti media sosial dan LAPOR.

Berdasarkan data KASN, sejak proses penyelenggaraan pemilu dan pemilihan serentak 2024 dimulai pada tahun 2023, terdapat 2.073 pengaduan terkait pelanggaran netralitas ASN atau PNS.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.605 ASN atau 77,5 persen terbukti melanggar netralitas dan mendapat rekomendasi penjatuhan sanksi moral dan disiplin.

Namun, yang sudah ditindaklanjuti oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi baru 1.402 ASN atau 88,5 persen.

Jenis pelanggaran netralitas ASN atau PNS yang dilaporkan meliputi aksi pemberian dukungan kepada paslon tertentu, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, sampai dengan ikut sebagai peserta kampanye paslon.

Sementara jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik seperti membuat postingan dukungan kepada paslon, likes/comment/share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi paslon tertentu.

Sanksi netralitas ASN atau PNS yang dijatuhkan bervariasi, tergantung pada tingkat dan dampak pelanggarannya.

Sanksi netralitas berupa pelanggaran disiplin dapat berupa hukuman disiplin sedang, seperti pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; atau hukuman disiplin berat, seperti penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Sementara sanksi netralitas berupa pelanggaran kode etik dapat berupa sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup.

Menjelang pemilu 2024, KASN mengimbau seluruh ASN atau PNS untuk tetap menjaga netralitasnya dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis yang dapat merugikan diri sendiri, instansi, dan negara.

KASN juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi dan melaporkan jika menemukan adanya indikasi pelanggaran netralitas ASN atau PNS.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article