KASAT MATA (kader sesat mati rasa): Pelecehan Nilai-nilai Organisasi Mahasiswa Berbasis Agama

Deni Puja Pranata
4 Min Read

jfid – Sebagai mahasiswa tidak asing lagi dengan istilah organisasi di sekitarnya, dari organisasi dalam kampus hingga luar kampus pasti akan mereka jumpai.

Tapi tidak semua mahasiswa bergabung di dalamnya, sebagian banyak yang tidak peduli, ada yang sekedar menjadi partisipan, bahkan banyak juga yang menjadi anggota atau kader dengan berkiprah di dalamnya.

Begitupun organisasinya yang bermacam macam bentuk, dari organisasi berbasis wilayah atau daerah (organda), organisasi berbasis minat dan bakat (UKM), organisasi berbasis struktur kampus (badan eksekutif dan legislatif mahasiswa), hingga organisasi berbasis agama.

Bentuk organisasi mencerminkan arah geraknya melalui perkaderan. Hal ini bisa dilihat dari basisnya, seperti berbasis daerah memiliki tujuan mempererat sesama kader yang sewilayah asal, berbasis minat dan bakat memiliki tujuan untuk memperdalam ilmu yang diminati dan dipahami, dan yang menjadi perhatian dalam penulisan opini ini yaitu organisasi berbasis agama, dengan embel embel MUSLIM, ISLAM, SYARIAH, DAKWAH, dan sejenisnya yang katanya memiliki tujuan ilahiyah dan ketauhidan demi kaummatan hingga kebangsaan.

Banyak organisasi berbasis agama saya jumpai disekitar, dari organisasi eksternal hingga organisasi internal. Organisasi berbasis agama sudah seharusnya menjalankan panduan dasar yang dijadikan pedoman sesuai dengan syariat untuk proses keberlangsungan ummat dan bangsa.

Melalui perkaderan dan pengembangan ilmu di dalamnya memiliki harapan untuk diaplikasikan di luar organisasi. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, menjalankan pedoman (seperti nilai nilai Al Qur’an) di organisasi berbasis agama, sebagian hanya berlaku ketika di dalam organisasi saja, akan tetapi masih banyak kader lupa menerapkan nilai nilai yang terkandung didalamnya jika sudah melepaskan identitas organisasi.

Padahal identitas organisasi secara tidak langsung akan terus melekat pada seorang kader tanpa harus dibuktikan dengan apa yang mereka kenakan.
Kasus yang biasa dijumpai yaitu kajian, diskusi, tulisan, hingga debat tentang tauhid, ibadah, muamalah, dan apapun itu sebutannya, mereka FASIH menjelaskan secara rinci, bahkan lengkap dengan ayat pendukungnya, sampai sampai menjadi aturan dalam AD/ARTnya.

Namun implementasi daripada contoh yang tersebut tidak jarang mereka lupakan, bahkan mengingkarinya dengan KASAT MATA ketika identitas organisasi dilepaskan.

Sehingga organisasi berbasis agama yang sering dijumpai di kebiri visi misinya oleh kadernya sendiri dan tidak lagi benar benar berbasis agama, akan tetapi seakan akan BERKEDOK AGAMA demi citra individu dan citra kelompok agar dinilai religius dan agamis. Namun, hal ini bukan bertujuan untuk menyinggung salah satu pihak, tapi sadar ataupun tidak, hal ini akan mencemari citra organisasi.

Lantas siapa yang mau disalahkan? Apakah kadernya yang keras kepala, apakah juga pemimpin yang gagal dalam menjalankan amanahnya, atau bahkan senior yang dinilai kurang membimbing adik adiknya?

Semuanya tidak ada yang salah, karena yang terpenting adalah perbaiki diri masing masing. Juga perlu di garis bawahi, bahwa tidak semua organisasi berbasis agama seperti yang disebutkan, hanya sebagian atau sekian persen saja yang begitu, selebihnya saya yakin hampir sama hahahaha.

Penulis: Moh. Syaifullah
Editor: Noer Huda

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article