Kapitalisme Pendidikan, Mimpi Atau Nyata?

Fahrur Rozi
4 Min Read
Kapitalisme Pendidikan, Mimpi Atau Nyata?
Kapitalisme Pendidikan, Mimpi Atau Nyata?

jfid – Pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara. Namun, di Indonesia, pendidikan sering kali menjadi barang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat.

Di balik layar, ada sistem kapitalisme yang menggerogoti dunia pendidikan dan menciptakan ketimpangan sosial.

Kapitalisme adalah paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usaha dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Dalam sistem ini, pemerintah tidak berperan aktif dalam mengatur pasar, melainkan hanya sebagai pengawas atau fasilitator.

Kapitalisme tidak hanya berlaku dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang pendidikan.

Salah satu bentuk kapitalisme pendidikan adalah privatisasi, yaitu penyerahan tanggung jawab pendidikan ke pihak swasta.

Dengan alasan meningkatkan kualitas dan efisiensi, pemerintah memberikan kewenangan kepada pihak swasta untuk mengelola pendidikan, baik formal maupun nonformal.

Akibatnya, pendidikan menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar.

Privatisasi pendidikan menimbulkan berbagai dampak negatif, di antaranya:

  • Mahalnya biaya pendidikan. Pihak swasta menetapkan biaya pendidikan sesuai dengan permintaan dan penawaran pasar, tanpa mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Hal ini menyebabkan pendidikan menjadi terbatas bagi mereka yang mampu membayar, sedangkan mereka yang tidak mampu terpinggirkan atau terpaksa berhutang.
  • Berkurangnya peran negara dalam pendidikan. Pemerintah cenderung mengabaikan tanggung jawabnya dalam menyediakan pendidikan yang bermutu dan merata bagi seluruh warga negara. Pemerintah juga kehilangan kontrol terhadap standar dan kurikulum pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
  • Munculnya kelas-kelas sosial dalam pendidikan. Pendidikan menjadi sarana untuk mempertahankan dan memperkuat status sosial ekonomi. Mereka yang berada di kelas atas dapat mengakses pendidikan yang berkualitas dan prestisius, sedangkan mereka yang berada di kelas bawah harus puas dengan pendidikan yang rendah dan murahan. Hal ini menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan sosial dalam masyarakat.
  • Hilangnya nilai-nilai pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan tidak lagi diorientasikan pada pengembangan potensi diri, peningkatan kesejahteraan, dan pemberdayaan masyarakat, melainkan pada pencapaian sertifikat, gelar, dan pekerjaan yang menguntungkan. Pendidikan tidak lagi menjadi wahana untuk memanusiakan manusia, melainkan untuk mengkomodifikasi manusia.

Lantas, apa solusi untuk mengatasi masalah kapitalisme pendidikan ini? Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah:

  • Mengembalikan peran negara dalam pendidikan. Pemerintah harus berkomitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai dan mengawasi penggunaannya. Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan, kualitas, dan pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara, tanpa diskriminasi dan eksklusi.
  • Mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi, mengkritisi, dan memberikan masukan terhadap penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat juga harus berinisiatif untuk menciptakan alternatif pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, dan aspirasi mereka.
  • Mengubah paradigma pendidikan. Pendidikan harus diorientasikan pada penciptaan manusia yang berilmu, berakhlak, dan berdaya. Pendidikan harus menjadi sarana untuk mengembangkan kreativitas, kemandirian, dan solidaritas sosial. Pendidikan harus menjadi praktik pembebasan dan pembudayaan, bukan penindasan dan penghisapan.

Kapitalisme pendidikan adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Jika tidak segera diatasi, kapitalisme pendidikan akan mengancam masa depan pendidikan dan masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, kita harus bersama-sama berjuang untuk mewujudkan pendidikan yang adil, merata, dan bermartabat.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article