Sejarah Penanggalan Masehi: Februari Pernah Jadi Bulan Terakhir di Zaman Kuno?

Lukman Sanjaya
3 Min Read
Sejarah Penanggalan Masehi: Februari Pernah Jadi Bulan Terakhir di Zaman Kuno?
Sejarah Penanggalan Masehi: Februari Pernah Jadi Bulan Terakhir di Zaman Kuno?

jfid – Kalender Masehi yang kita gunakan sekarang memiliki sejarah yang kompleks dan menarik.

Dari zaman Romawi Kuno hingga era modern, kalender ini mengalami serangkaian perubahan yang menarik untuk disimak.

Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah perihal bulan Februari.

Asal katanya berasal dari “Februa” dalam bahasa Latin yang berarti “pembersihan”.

Dulu, Februari juga merujuk pada sebuah festival Romawi kuno yang fokus pada penyucian dan penebusan dosa menjelang akhir tahun.

Festival ini melibatkan beragam ritual, mulai dari mandi, pengorbanan, hingga membersihkan rumah.

Pada mulanya, kalender Romawi hanya terdiri dari 10 bulan, dimulai dari Martius (Maret) hingga Desember (Desember).

Konsepnya hanya 304 hari, dengan sisa waktu dianggap sebagai musim dingin tanpa bulan.

Namun, sekitar 700 SM, Raja Romawi kedua, Numa Pompilius, menambahkan dua bulan baru, Januarius (Januari) dan Februarius (Februari), untuk menyelaraskan kalender dengan siklus matahari.

Penambahan bulan ini menempatkan Februari sebagai bulan kedua belas, dengan durasi yang lebih pendek, hanya 28 hari, karena angka genap dianggap kurang menguntungkan bagi masyarakat Romawi.

Februari juga menjadi bulan yang dijadikan momen penambahan hari kabisat setiap empat tahun sekali, jatuh pada hari ke-23 atau 24.

Tetap sebagai bulan terakhir terjadi hingga tahun 46 SM, saat Julius Caesar mereformasi kalender Romawi dengan mengadopsi kalender Matahari dari Mesir.

Kalender baru ini dikenal sebagai Kalender Julian, dengan 365 hari dalam setahun, ditambah satu hari kabisat setiap empat tahun.

Julius Caesar juga merombak urutan bulan-bulan sesuai kalender Mesir dan memindahkan awal tahun ke Januarius dari Martius.

Februari berubah status menjadi bulan kedua dalam tahun, dengan penambahan hari menjadi 29 pada tahun kabisat.

Namun, Kalender Julian memiliki kelemahan, menambahkan terlalu banyak hari kabisat, membuat kalender mundur sekitar 11 menit setiap tahunnya.

Perbaikan dilakukan pada tahun 1582 oleh Paus Gregorius XIII, yang memperkenalkan Kalender Gregorian, kalender yang kita pakai saat ini.

Kalender ini memperbaiki sistem kabisat dengan aturan tahun habis dibagi 100 bukan kabisat, kecuali habis dibagi 400.

Gregorian juga menyesuaikan tanggal dengan menghapus 10 hari dari bulan Oktober tahun 1582.

Sebagian besar dunia kemudian mengadopsi Kalender Gregorian, meski beberapa negara baru melakukannya pada abad ke-20.

Meskipun dianggap paling akurat, Gregorian tetap memiliki kelemahan kecil, yaitu perbedaan sekitar 26 detik setiap tahunnya.

Itulah sejarah panjang penanggalan Masehi, di mana Februari memainkan peran unik sebagai bulan terakhir dalam setahun.

Bulan ini menjadi simbol unik dengan jumlah hari yang berbeda dan menentukan status tahun kabisat.

Tidak hanya itu, Februari pun menjadi saksi banyak peristiwa sejarah dan budaya penting, seperti Hari Valentine dan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang menjadikannya bulan yang istimewa.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article