Tan Malaka, Pahlawan yang Nyaris Tenggelam

Deni Puja Pranata
3 Min Read

jfid – Berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani oleh Sukarno pada 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Namanya nyaris tenggelam, selama pemerintahan orde Baru.

Era Orde, sengaja menghilangkan orang-orang yang berhaluan kiri atau berpaham sosialis maupun komunis. Termasuk, Tan Malaka.

Tan Malaka lahir 2 Juni 1897 dan wafat 21 Februari 1949 adalah seorang guru, filsuf, pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Partai Murba, dan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Majalah Tempo memberikan julukan Tan Malaka sebagai ‘Bapak Republik’.

Tan Malaka lahir dengan nama Sultan Ibrahim di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Ayahnya bernama HM Rasad yang bekerja sebagai pegawai pertanian sementara ibunya Rangkayo Sina merupakan orang yang disegani di desanya karena berasal dari keluarga terpandang. Sebagai seorang anak, Tan Malaka tinggal bersama orang tuanya di Suliki, dan belajar ilmu agama dan dilatih dalam seni bela diri pencak silat.

Pada tahun 1908, Tan Malaka bersekolah di Kweekschool, sekolah guru negeri, di Fort de Kock. Di Kweekschool, Tan Malaka belajar bahasa Belanda dan menjadi pemain sepak bola yang terampil. Ia lulus pada tahun 1913, dan kembali ke desanya. Kepulangannya ditandai dengan penganugerahan gelar adat yang tinggi sebagai datuk dan tawaran tunangan. Namun, dia hanya menerima gelar.

Dia berhasil mendapatkan uang dari desa untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri, dan dia berlayar ke Rotterdam pada tahun yang sama.

Tan Malaka adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia dan kontribusinya terhadap perjuangan kemerdekaan sangat berarti. Dia dikenal karena ide-idenya yang progresif dan komitmennya terhadap kemerdekaan Indonesia.

“Madilog” adalah karya penting dari Tan Malaka, seorang pahlawan nasional Indonesia. Judul buku ini adalah akronim bahasa Indonesia yang berarti Materialisme Dialektika Logika. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1943 dan edisi pertama resmi diterbitkan pada tahun 1951.

“Madilog” adalah sintesis materialisme dialektis Marxis dan logika Hegelian. Buku ini ditulis di Batavia (sekarang Jakarta) di mana Tan Malaka bersembunyi selama pendudukan Jepang di Indonesia, menyamar sebagai penjahit.

Meskipun “Madilog” didasarkan pada Marxisme, Tan Malaka tidak mengimplementasikan pandangan Marxis atau mencoba membangun pola budaya berdasarkan Marxisme. Sebaliknya, “Madilog” adalah murni perspektif nasionalis Tan Malaka yang dipengaruhi oleh dialektika Hegel, materialisme Feuerbach, pandangan Marx tentang alasan ilmiah, dan positivisme logis.

Buku ini menjadi alternatif baru bagi cara berpikir dan pergerakan orang Indonesia yang biasa, tentang orang yang hidup di ribuan pulau, dengan ratusan bahasa dan budaya, dengan sebagian besar meyakini logika mistis.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article