jfid – Kebaya adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh wanita di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Thailand Selatan.
Kebaya memiliki sejarah panjang yang mencerminkan pengaruh budaya dari Timur Tengah, Eropa, Tiongkok, hingga Nusantara.
Kini, kebaya menjadi salah satu ikon mode dan identitas di kawasan ini, bahkan diusulkan untuk masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Unesco tahun 2023.
Asal-usul Kebaya
Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul kebaya. Ada yang mengatakan bahwa kebaya berasal dari Timur Tengah, sementara ada yang berpendapat bahwa kebaya mungkin berasal dari Tiongkok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebaya adalah pakaian bagian atas wanita yang berbentuk blus panjang berlengan, terbuka di depan, dan dipakai dengan kain panjang.
Kata kebaya sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu kaba yang berarti pakaian. Kata ini kemudian masuk ke Indonesia melalui bahasa Portugis, yaitu cabaya.
Kebaya pertama kali dikenakan di Indonesia pada abad ke-15 dan ke-16, saat perdagangan antara Nusantara dan Timur Tengah berkembang.
Pedagang-pedagang dari Timur Tengah membawa gaya berpakaian mereka ke wilayah ini, dan kebaya pun disesuaikan dengan iklim dan tradisi budaya setempat.
Kebaya awalnya adalah pakaian yang dikenakan oleh laki-laki dan perempuan, tetapi sejak abad ke-19, kebaya menjadi identik dengan pakaian wanita yang dipadukan dengan sarung, kemben, atau kain batik.
Ragam Kebaya
Kebaya memiliki berbagai ragam yang menunjukkan ciri khas daerah atau komunitas yang mengenakannya.
Di Indonesia, kebaya menjadi pakaian nasional dan juga ikon busana, meskipun lebih populer dipakai oleh orang Jawa, Sunda, dan Bali.
Beberapa jenis kebaya yang terkenal antara lain adalah kebaya panjang, kebaya kartini, kebaya kutubaru, dan kebaya nyonya.
Kebaya panjang adalah blus terbuka yang panjangnya sampai lutut dan dikancing dengan bros. Kebaya kartini adalah blus pendek yang dikenakan oleh para bangsawan Jawa.
Kebaya kutubaru adalah blus yang memiliki kain tambahan di bawahnya untuk menyerupai kemben.
Kebaya nyonya adalah blus yang terbuat dari sutra atau voile berwarna cerah dan dihiasi dengan sulaman.
Di Malaysia, Singapura, dan Brunei, kebaya diakui sebagai salah satu pakaian etnis, terutama di kalangan komunitas Melayu dan Peranakan.
Peranakan adalah keturunan dari pedagang-pedagang Tionghoa yang menikah dengan wanita setempat di Asia Tenggara pada abad ke-14.
Kebaya Peranakan biasanya dibuat dari kain sutra yang dicelup dengan warna-warna cerah dan dihiasi dengan motif burung phoenix dan bunga peony, sebagai simbol warisan Tionghoa mereka.
Kebaya Peranakan juga dikenal sebagai sarong kebaya, karena dipakai dengan sarung yang bermotif batik atau songket.
Di Bali, kebaya menjadi pakaian sehari-hari bagi wanita, terutama saat menghadiri upacara keagamaan.
Kebaya Bali biasanya berwarna putih, hitam, atau merah, dan ditutup dengan selendang berwarna kontras.
Kebaya Bali juga memiliki kerah yang tinggi dan lebar, serta lengan yang pendek dan melebar.
Kebaya Bali dikancing dengan kancing kecil yang terbuat dari koin, kerang, atau logam.
Makna Kebaya
Kebaya tidak hanya sekadar pakaian, tetapi juga memiliki makna simbolis bagi pemakainya.
Kebaya menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan identitas, kebanggaan, dan solidaritas budaya.
Kebaya juga menjadi saksi sejarah dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Asia Tenggara.
Misalnya, pada masa Perang Dunia II, wanita Jawa yang ditawan oleh tentara Jepang menolak untuk mengenakan pakaian lain selain kebaya, sebagai tanda perlawanan dan kesatuan nasional.
Kebaya juga menjadi pakaian resmi bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia, seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika, dan Cut Nyak Dhien.
Kebaya juga menjadi seragam bagi pramugari dari beberapa maskapai penerbangan berbendera Asia Tenggara, seperti Garuda Indonesia, Malaysia Airlines, Singapore Airlines, dan Royal Brunei Airlines.
Kini, kebaya masih menjadi pakaian yang disukai oleh banyak wanita di Asia Tenggara, baik untuk acara formal maupun informal.
Kebaya juga mengalami perkembangan dan inovasi dari para desainer dan pengrajin, yang menciptakan model-model kebaya yang lebih modern, variatif, dan sesuai dengan selera zaman.
Kebaya juga menjadi salah satu cara untuk melestarikan dan mengapresiasi warisan budaya yang dimiliki oleh Asia Tenggara.
Oleh karena itu, kebaya layak untuk diusulkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Unesco, sebagai pengakuan atas nilai-nilai estetika, historis, dan sosial yang terkandung di dalamnya.
