Salah satu peringatan yang jatuh pada tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia. Apa itu lahan basah? Lahan basah adalah wilayah yang dibanjiri air, baik secara permanen maupun sementara, dimana menjadi tempat kehidupan berevolusi dalam kondisi yang tergenang air.
Contoh dari lahan basah di antaranya adalah lahan bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, sawah, dan terumbu karang.
Lahan basah memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan lingkungan, seperti sumber dan pemurni air, pelindung pantai, penyimpan karbon terbesar, dan pokok penting untuk industri pertanian dan perikanan.
Hari Lahan Basah Sedunia diperingati setiap tahun sejak 1997, berkat dorongan para aktivis lingkungan yang ingin merayakan dan melindungi lahan basah. Tanggal 2 Februari dipilih karena menandai tanggal diadopsinya Konvensi Lahan Basah di kota Ramsar, Iran, pada 1971.
Konvensi Lahan Basah adalah perjanjian internasional yang bertujuan untuk menjaga keberadaan dan keanekaragaman hayati lahan basah di dunia.
Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Lahan Basah sejak 1991 dan memiliki 15 Situs Lahan Basah Ramsar yang tersebar di berbagai daerah, seperti Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Taman Nasional Berbak-Sembilang di Jambi dan Sumatera Selatan, dan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di Sulawesi Tenggara.
Namun, sayangnya, lahan basah di Indonesia dan dunia saat ini menghadapi ancaman yang serius, seperti perubahan iklim, konversi lahan, pencemaran, dan eksploitasi berlebihan.
Menurut data dari Global Wetland Outlook 2018, sekitar 35 persen lahan basah di dunia telah hilang antara tahun 1970 dan 2015.
Hilangnya lahan basah tidak hanya berdampak pada kerusakan ekosistem, tetapi juga pada penurunan kesejahteraan manusia, seperti krisis air, bencana alam, dan konflik sosial.
Oleh karena itu, Hari Lahan Basah Sedunia menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam menjaga dan memulihkan lahan basah.
