Senator NTB Tegaskan SK Kemenhub Perubahan Nama Bandara Kadaluarsa

Syahril Abdillah
4 Min Read
Foto: Istimewa

Lombok Tengah, Jurnalfaktual.id | Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH. Ibnu Holil, berharap kepada Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah untuk tidak lagi menyoal atau membahas lagi pergantian nama bandara.

“Kita mohon kepada pihak yang ingin merubah nama tersebut, untuk tidak dilanjuti demi kondusifitas masyarakat kita, dan kita juga berharap kepada Gubernur jangan lagi membahas perubahan nama bandara tersebut,” ungkapnya, Jum’at 20 Desember 2019

Pasalnya, lanjut TGH. holil, Surat Keputusan  (SK) Kementerian Peehubungan (Kemenhub) RI Nomor 1421 Tahun 2018, tentang Perubahan Nama Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid (BIZAM), tidak bisa berlaku lagi karena ada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 39 Tahun 2019.

“Menindaklanjuti penjelasan Asisten III  Setda Lombok Tengah H. Lalu Idham Khalid, dalam rapat dengan Forkompinda Provinsi NTB bahwa SK Kemenhub RI Nomor 1421 Tahun 2018 itu, sudah tidak berlaku lagi atau kedaluwarsa,” ujarnya.

Selain itu, TGH Halil menegaskan, pelaksanaan terhadap SK Kemenhub tentang pergantian nama bandara tersebut, paling lambat dilaksanakan enam bulan sejak ditetapkan pada 5 September 2018.

“Nah, pada 13 Desember 2019 saya ke Kementerian Perhubungan, diterima langsung oleh Kasubdit Tatanan Kebandarudaraan dan Lingkungan serta Kepala Biro Hukum Kementerian Perhubungan. Waktu itu disebutkan bahwa SK Kemenhub RI Nomor 1421 Tahun 2018, perihal pemberian nama Bandara BIL menjadi BIZAM, dibatalkan dan ditetapkan nama semula yakni BIL,” tandasnya.

Adapun yang dijadikan acuan ketentuan tersebut, jelasnya, didasarkan pada Pasal 45 Permenhub RI Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Kebandarudaraan Nasional.

“Ayat (1) menyatakan, usulan penetapan nama bandar udara disampaikan pemrakarsa kepada Menteri setelah koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota tempat bandar udaratersebut berada,” sebutnya.

Demikian pula pada ayat (2) disebutkan, lanjutnya, pengusulan penetapan nama bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan melampirkan beberapa persyaratan di antaranya surat persetujuan Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  (DPRD) provinsi.

“Juga dilampirkan surat persetujuan Bupati/Walikota, surat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan surat persetujuan masyarakat adat setempat jika ada,” bebernya.

Pun dilampirkan juga surat persetujuan atas penggunaan nama yang bersangkutan, atau ahli waris dalam hal penamaan nama bandar udara menggunakan nama tokoh dan/atau pahlawan setempat. Termasuk surat persetujuan dari pengelola bandar udara apabila bandar udara tersebut telah dioperasikan.

Tidak itu saja, dilampirkan pula bukti publikasi usulan perubahan nama bandar udara, melalui media cetak dan/atau elektronik.

“Juga surat pernyataan bahwa tidak ada pernyataan keberatan, dari masyarakat atau lembaga/organisasi masyarakat setelah dilakukan publikasi usulan perubahan nama bandar udara,” ucapnya seraya menambahkan bahwa masih ada persyaratan lain yang harus dilampirkan.

“Sementara arsip surat penolakan Bupati Lombok Tengah, kemudian tokoh agama dan masyarakat Lombok Tengah, termasuk juga sekitar 95 persen kepala desa kita di Lombok Tengah, yang menolak pergantian nama sudah lama masuk di Kemenhub” katanya.

“Jadi, kalau ada pihak-pihak yang memaksa terus untuk menjadi BIZAM, jelas tidak sesuai dengan PM Nomor 39. Karena itu sekali lagi, kita mohon kepada pihak yang ingin merubah nama tersebut untuk tidak dilanjuti, demi kondusifitas masyarakat kita. BIL sudah mewakili semua etnis dan golongan,” kata TGH Halil menambahkan. (Lns)

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article