Ad image

Profesor Singapura: Perang Gaza Berdampak pada Stabilitas dan Keamanan Asia Tenggara

ZAJ By ZAJ - Content Creator, SEO Expert, Data Analyst, Writer
4 Min Read
Pertempuran Lule Burgas: Ketika Bulgaria Mengalahkan Ottoman
Pertempuran Lule Burgas: Ketika Bulgaria Mengalahkan Ottoman
- Advertisement -

jfid – Perang antara Israel dan Hamas di Gaza telah menimbulkan krisis kemanusiaan yang memprihatinkan dunia internasional. Selain itu, konflik tersebut juga berpotensi mempengaruhi stabilitas dan keamanan regional di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan negara-negara tetangganya.

Hal ini diungkapkan oleh Profesor Kishore Mahbubani, seorang peneliti terkemuka Asia Research Institute di National University of Singapore, dalam sebuah wawancara dengan media Singapura. Menurutnya, perang di Gaza dapat memicu ketegangan antara negara-negara mayoritas Muslim dan non-Muslim di kawasan ini, serta meningkatkan risiko terorisme dan radikalisme.

“Perang di Gaza adalah bencana bagi dunia Muslim, karena mereka merasa bersaudara dengan rakyat Palestina yang menderita. Ini juga bencana bagi dunia non-Muslim, karena mereka merasa bersalah atas kegagalan mereka untuk menghentikan kekerasan. Ini menciptakan jurang yang dalam antara kedua dunia,” kata Mahbubani.

Mahbubani menambahkan bahwa perang di Gaza juga dapat mempengaruhi hubungan antara negara-negara ASEAN, yang terdiri dari 10 negara dengan latar belakang agama yang berbeda. Ia mencontohkan kasus Myanmar, yang mengalami krisis politik dan kemanusiaan akibat kudeta militer pada Februari lalu.

“Krisis di Myanmar telah memecah belah ASEAN, karena beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei ingin mengambil sikap yang lebih tegas terhadap junta militer, sementara negara lain seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam lebih berhati-hati. Jika perang di Gaza berlanjut, hal ini dapat menambah tekanan pada solidaritas ASEAN,” ujarnya.

Mahbubani juga mengatakan bahwa perang di Gaza dapat meningkatkan ancaman terorisme dan radikalisme di Asia Tenggara, yang telah menjadi sasaran serangan kelompok ekstremis seperti ISIS dan Jemaah Islamiyah di masa lalu. Ia mengingatkan bahwa perang di Afghanistan pada tahun 1980-an telah melahirkan gerakan mujahidin, yang kemudian berkembang menjadi al-Qaeda dan Taliban.

“Perang di Gaza dapat menginspirasi generasi baru pejuang jihad, yang akan mencari tempat untuk berlatih dan beroperasi. Asia Tenggara adalah wilayah yang rentan, karena memiliki banyak daerah yang tidak stabil dan tidak terkontrol, seperti Mindanao di Filipina, Aceh di Indonesia, dan Pattani di Thailand. Ini dapat menjadi sarang bagi kelompok-kelompok radikal, yang dapat menyerang negara-negara lain di kawasan ini atau bahkan di luar kawasan,” tuturnya.

Untuk mencegah dampak negatif perang di Gaza terhadap Asia Tenggara, Mahbubani menyarankan agar negara-negara di kawasan ini meningkatkan kerjasama dan dialog antara berbagai agama dan etnis. Ia juga mengajak negara-negara ASEAN untuk berperan aktif dalam membantu penyelesaian damai konflik di Timur Tengah, dengan menggunakan pengaruh mereka sebagai mitra dagang dan investasi bagi Israel dan negara-negara Arab.

“Asia Tenggara adalah contoh nyata bahwa keragaman agama dan budaya dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Ini adalah modal sosial yang sangat berharga, yang harus kita jaga dan kembangkan. Kita juga harus berkontribusi untuk perdamaian dunia, dengan menggunakan diplomasi dan dialog, bukan kekerasan dan konfrontasi. Kita harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah,” pungkasnya.

- Advertisement -
Share This Article