Philip Morris dan Sampoerna: Dua Raksasa Rokok yang Pro Israel

ZAJ
By ZAJ
5 Min Read

jfid – Philip Morris International (PMI) dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (Sampoerna) adalah dua perusahaan rokok terkemuka di dunia yang memiliki hubungan erat dengan Israel.

Kedua perusahaan ini mendukung negara Yahudi tersebut secara politik, ekonomi, dan sosial, meskipun menghadapi ancaman boikot dari sebagian masyarakat yang bersimpati dengan Palestina.

Philip Morris adalah perusahaan rokok Amerika yang didirikan pada tahun 1847 oleh Philip Morris, seorang pedagang tembakau asal Inggris yang membuka toko di London.

Perusahaan ini berkembang menjadi salah satu produsen rokok terbesar di dunia, dengan merek terkenal seperti Marlboro, L&M, Chesterfield, dan lainnya. PMI adalah anak perusahaan Philip Morris yang beroperasi di luar Amerika Serikat sejak tahun 2008.

Sampoerna adalah perusahaan rokok Indonesia yang didirikan pada tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee, seorang pengusaha Tionghoa yang memproduksi rokok kretek dengan merek Dji Sam Soe.

Perusahaan ini juga mengembangkan merek lain seperti A Mild, Sampoerna Hijau, dan U Mild. Pada tahun 2005, Sampoerna diakuisisi oleh PMI dengan nilai transaksi sekitar 5,2 miliar dolar AS.

Kedua perusahaan ini memiliki keterlibatan dengan Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung. PMI memiliki afiliasi di Israel, yaitu Philip Morris Ltd. (PML), yang didirikan pada tahun 2011 dan mempekerjakan sekitar 300 karyawan.

PML mendistribusikan produk-produk PMI di Israel, termasuk IQOS, sebuah perangkat yang menghangatkan tembakau tanpa membakarnya.

PMI juga berinvestasi di perusahaan-perusahaan Israel yang bergerak di bidang teknologi, seperti Insightec, sebuah perusahaan yang mengembangkan peralatan medis berbasis ultrasonik, dan Carbyne, sebuah perusahaan yang menyediakan platform komunikasi darurat.

Sampoerna juga memiliki hubungan dengan Israel melalui keluarga pendirinya, yaitu keluarga Sampoerna. Pada tahun 2006, keluarga Sampoerna membeli 20,2 persen saham perusahaan asuransi Israel, yaitu Harel Insurance Investment Ltd.

dengan nilai sekitar 300 juta dolar AS. Harel adalah salah satu perusahaan asuransi terbesar di Israel, yang juga terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek pembangunan permukiman ilegal Israel di wilayah Palestina.

Dukungan kedua perusahaan rokok ini terhadap Israel mendapat kritik dan protes dari sebagian masyarakat, terutama dari kalangan Muslim, yang menentang kebijakan dan tindakan Israel terhadap Palestina.

Gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) adalah salah satu inisiatif global yang menyerukan untuk memboikot produk-produk atau perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel atau mendukung pendudukan Israel di Palestina. Beberapa produk atau merek yang menjadi sasaran boikot antara lain adalah HP, Siemens, AXA, Puma, SodaStream, Ahava, dan Sabra.

Boikot terhadap produk-produk Israel atau yang pro Israel juga dilakukan di Indonesia, salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Beberapa organisasi dan komunitas di Indonesia, seperti Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), dan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), telah mengeluarkan seruan untuk memboikot produk-produk Israel atau yang pro Israel, termasuk rokok Sampoerna. Mereka menilai bahwa dengan membeli produk-produk tersebut, berarti ikut mendanai kekejaman Israel terhadap Palestina.

Namun, tidak semua pihak setuju dengan gerakan boikot tersebut. Beberapa analis dan pengamat menilai bahwa boikot tidak efektif dan tidak berdampak signifikan terhadap Israel, karena Israel memiliki banyak sekutu dan mitra dagang yang kuat di dunia, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, India, dan China.

Selain itu, boikot juga berpotensi merugikan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri, karena banyak produk atau perusahaan yang pro Israel memiliki nilai tambah dan manfaat bagi Indonesia, seperti teknologi, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Philip Morris dan Sampoerna adalah dua raksasa rokok yang pro Israel, yang menghadapi ancaman boikot dari sebagian masyarakat yang pro Palestina. Namun, boikot tersebut masih menjadi kontroversi dan perdebatan, karena memiliki berbagai aspek dan dampak yang perlu dipertimbangkan..

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article