jfid – Konflik di Jalur Gaza telah memasuki bulan kedelapan, dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.
Meski menghadapi tekanan dari Amerika Serikat dan komunitas internasional, Netanyahu tetap bertekad untuk melanjutkan perang melawan Hamas.
Mengapa Netanyahu Menantang Ancaman Senjata AS?
Netanyahu berpendapat bahwa mengakhiri perang di Jalur Gaza sama saja dengan membiarkan Hamas tetap berkuasa dan terus memberikan ancaman bagi Israel.
Dalam percakapannya dengan Presiden Biden, Netanyahu menegaskan kembali kebijakannya bahwa setelah Hamas dihancurkan, Israel harus mempertahankan kendali keamanan atas Jalur Gaza untuk memastikan Jalur Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.
Media Israel melaporkan bahwa tingkat tekanan dari Amerika Serikat akan menentukan tanggapan Netanyahu terhadap upaya pemerintahan Biden.
Jika Netanyahu menolak untuk mundur dari invasi Rafah, hal ini dapat berakibat pada pemberlakuan pembatasan senjata AS kepada tentara Israel, selain memperburuk blokade internasional.
Bagaimana Respons Hamas?
Hamas pada Sabtu malam (4 Mei) mengatakan bahwa mereka tidak akan menerima kesepakatan gencatan senjata yang tidak sepenuhnya mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Sebelum serangan 7 Oktober 2023, Hamas diperkirakan memiliki sekitar 30.000 anggota pasukan.
Dalam operasi militer skala besar yang dilakukan Israel di Gaza, Kementerian Kesehatan Palestina menyebut lebih dari 33.000 jiwa melayang.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dengan situasi yang semakin memanas, dunia menunggu untuk melihat bagaimana konflik ini akan berkembang.
Apakah Netanyahu akan menyerah pada tekanan internasional, atau apakah dia akan terus menantang ancaman senjata AS untuk melawan Hamas? Hanya waktu yang akan memberi tahu.
Sumber: Detik News, MSN, Riau24, Tempo, BBC Indonesia, Liputan6
